Seorang petani Blora mengembangkan teknik membuat setek daun jeruk nipis dengan air bawang merah sebagai pemacu pertumbuhan. BAWANG merah ternyata tak hanya mampu memaksa orang bercucuran air mata bila sedang mengirisnya, tapi juga bisa membantu pembibitan tanaman jeruk nipis. Suhud, petani dari Dusun Nglaweyan, Kelurahan Karangjati Blora, Jawa Tengah, membuktikan keampuhan tanaman ini. Dengan bantuan bawang merah, dalam enam bulan terakhir ini ia berhasil menjual 400 bibit jeruk nipis dengan harga Rp 1.500 per buah. Ratusan bibit lainnya masih berjejer di halaman rumahnya menunggu pembeli. Suhud memang kreatif. Karena itulah ia pernah terpilih sebagai satu dari sepuluh taruna tani Indonesia yang selama delapan bulan menimba ilmu pertanian di Jepang pada 1986. Ide mengembangkan tanaman jeruk nipis ini timbul ketika Suhud melihat tetangganya mencangkok tanaman jambu, tiga tahun lalu. Sebelum torehan cabang pohon dibalut tanah, tetangga itu mengolesi dulu dengan bawang merah. Inovasi baru itu segera ditirunya. Tak tanggung-tanggung, anak desa ini menjodohkannya dengan pembibitan tanaman jeruk nipis, yaitu dengan setek daun dan setek ruas batang. Biasanya, jeruk nipis (Citrus medica), yang dipakai untuk minuman itu, diperbanyak dengan cangkokan atau biji. Semula proses perjodohan tak berjalan mulus. Hampir dua tahun ia berkutat di bedeng semainya yang sederhana. Tidak ada cara lain untuk mengetahui pekatnya larutan bawang dan tuanya daun yang akan disetek selain dengan uji coba berulang kali. Beberapa hasil setek mati sebelum bertunas, lainnya busuk sebelum akar keluar. Tapi akhirnya alumni SMA Muhammadiyah I Blora ini menemukan juga formulanya. Dari pohon-pohon jeruk di kebun belakang rumahnya, dipilihnya tanaman yang sudah berumur lebih dari dua tahun dan tidak pernah terserang penyakit. Dari pohon ini dipetiknya daun yang tidak terlalu muda ataupun tua dari batang atau cabang yang sudah membulat. Daun untuk bibit ini bisa selembar utuh atau potongan pangkalnya saja. Langkah Suhud berikutnya, menyiapkan larutan untuk pemacu pertumbuhan daun yang terbuat dari campuran setengah kilogram bawang merah giling dengan empat gelas air. Larutan itu digunakan untuk merendam 1.000 potong daun selama 20 menit. Daun hijau tua ini ditanam dalam bak persemaian berisi pasir bercampur tanah bekas tanaman, yang subur karena kaya zat-zat organik. Selama di bak persemaian, banyak hal harus dilakukan Suhud untuk menjaga daunnya. Calon bibit tidak boleh terkena matahari langsung, kelembapan media tanam tidak lebih dari 80 persen, dengan suhu 20-28 derajat Celsius. Untuk memenuhi semua persyaratan itu, ada saja jalan yang ditempuh pemuda lajang ini. Karung goni, misalnya, dipakai untuk melapisi dinding bedeng, agar suhu di dalamnya terjaga. Kalau matahari menyengat, gampang saja pemecahannya. Siram saja dinding rumbia itu dengan air, yang bisa menurunkan suhu 2-3 derajat Celsius. Dengan memenuhi semua persyaratan itu, akar-akar kecil akan terlihat di pangkal daun dalam waktu 1-2 minggu. Tapi baru pada usia sebulan bibit boleh meninggalkan boksnya dan dipindah ke polybag (kantung plastik hitam). Kantung itu berisi media tanam berupa campuran pasir, tanah, dan pupuk kandang. Setelah umur setahun, barulah bibit siap ditanam di kebun. Cara yang sama bisa digunakan untuk setek ruas. Bahkan, dengan setek ruas ini, hanya dibutuhkan waktu 9-10 bulan untuk membuat bibit siap tanam. Bibit-bibit hasil setek daun maupun ruas batang ini ternyata tak kalah laju pertumbuhan, produktivitas, serta ketahanan pada penyakit, dibanding bibit hasil cangkok atau dengan biji. Hanya dibutuhkan waktu lebih lama ketika tanaman mulai berbuah. Namun, ada juga kelebihannya karena sifat buah hasil bibit ini pasti sama persis dengan induknya. Pembiakan dengan biji kadang menghasilkan tanaman yang sifat buahnya lain dengan asalnya. Dari rumahnya yang sederhana dan alat-alat pertanian ala kadarnya, kini Suhud bisa menambah pendapatan keluarga dengan menjual bibit jeruk nipis. Oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Blora, ia juga secara resmi ditugasi mengembangkan pembibitan jeruk nipis dengan bawang merah. Dalam pentas Nasional Pertanian, Koperasi, Hutan, dan Keluarga Berencana, minggu ini di Magelang, petani yang kerap berkreasi mengokulasi pelbagai jenis tanaman ini juga akan memperagakan temuannya. Menurut ahli kultur jaringan Fakultas Pertanian UGM Moeso Suryowinoto, bawang merah memang dapat digunakan sebagai perangsang pertumbuhan untuk pembibitan. Karena umbi bawang terdiri dari lapisan berisi cadangan makanan, sehingga dapat memacu tumbuhnya tunas dan akar. Bawang juga mengandung asam alil dalam umbi lapisnya, yang dalam teknik pembibitan dengan kultur jaringan dipakai untuk menghilangkan oksigen yang berlebihan. Teknik pembiakan dengan setek daun dan ruas ini, kata Prof. Moeso, bukan hal baru. Mahasiswa pertanian sudah melakukannya sejak masuk kuliah. Tapi, untuk memacu pertumbuhan, dipakai bahan kimia naphtil asetic acid atau indol asetic acid. "Memang, mahasiswa tidak pernah memakai air bawang merah," katanya pada Sri Wahyuni dari TEMPO. Penggunaan bawang merah sebagai pemacu pertumbuhan jelas lebih mudah dijangkau oleh para petani. Hasil percobaan Suhud ternyata tidak berbeda dengan bibit yang memakai pemacu pertumbuhan bahan kimia itu. Bahkan risiko kegagalan dengan bawang pun lebih kecil, karena penggunaan bahan kimia memerlukan ukuran yang tepat. Lain dengan bawang. Teknik ini ternyata bisa juga diterapkan pada tanaman lain. Suhud sudah membuktikannya dengan membuat bibit beringin. Diah Purnomowati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini