Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Bank Dunia Bank Dunia Dikemplang Mahkamah

MA mengalahkan anak perusahaan Bank Dunia yang memburu utang Rp 130 miliar di Grup Panin. Padahal, debitor telah merekayasa kreditor fiktif dengan tagihan Rp 1,6 triliun.

11 Maret 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEBERANGAN dunia internasional terhadap peradilan Indonesia tampaknya kian kental. Bank Dunia, misalnya, baru-baru ini dikabarkan uring-uringan karena Mahkamah Agung (MA) mengalahkan anak perusahaannya, International Finance Corporation (IFC). Melalui vonis kasasi, MA menutup jalan IFC untuk memperoleh kembali piutangnya sebesar US$ 13 juta atau sekitar Rp 130 miliar pada PT Panca Overseas Finance, perusahaan di bidang pembiayaan dan anak perusahaan Grup Panin. Janggalnya, putusan itu lebih dulu diketahui oleh kuasa hukum Panca, Lucas, yang kemudian menerima salinan vonisnya pada Jumat pekan lalu, ketimbang kuasa hukum IFC, Luhut M.P. Pangaribuan. Namun, buat Luhut, yang lebih mengecewakannya jelas isi putusan yang mengalahkan IFC. "Kekecewaan IFC bisa berdampak besar bagi Indonesia," kata Luhut. Di Indonesia, sampai tahun lalu saja IFC telah mengucurkan dana lebih dari US$ 1 miliar, baik sebagai pemegang saham maupun kreditor, kepada lebih dari tiga lusin perusahaan. Vonis kasasi yang diputus majelis hakim agung pimpinan Suharto itu mengukuhkan putusan pengadilan niaga sebelumnya. Pada 10 Januari 2001, pengadilan niaga memang telah memutuskan bahwa sindikasi 14 kreditor Panca yang dikomandani Harvest Hero International Limited di Hong Kong adalah kreditor sah Panca. Putusan ini yang dikasasi IFC. Rupanya, Luhut menganggap pengakuan hakim niaga terhadap sindikasi Harvest sebagai kreditor sah amat berlebihan. Soalnya, berdasarkan hasil penyelidikan detektif swasta Kroll, Harvest dan segenap anggota sindikatnya itu fiktif belaka. Bahkan alamat dua direkturnya, Lay Ie Leng dan Oen Robin Ilmuwan, di Jalan Raya Boulevard FV I Nomor 25, Kelapagading, Jakarta Utara, ternyata cuma ditempati oleh rumah toko dua lantai yang digunakan oleh pedagang mi ayam Garam 21. Tak cuma itu keanehannya. Transfer pinjaman dari Harvest ke Panca dalam mata uang rupiah berjumlah tak tanggung-tanggung, sebesar Rp 1,6 triliun, ternyata ditransfer lagi oleh Panca ke Gloria Dragon Securities di Singapura. Hebatnya, alamat Gloria Dragon Securities?nama perusahaan ini pun ditengarai fiktif?di Jakarta persis di alamat kantor Lucas. Lagi pula, uang pinjaman sebesar itu anehnya tak digunakan Panca untuk melunasi utang IFC dan 15 kreditor lainnya senilai US$ 58,9 juta. Toh, keberatan IFC tak digubris oleh pengadilan niaga. Meski cuma menelaah aspek formalitas, hakim niaga akhirnya menetapkan sindikasi Harvest sebagai kreditor sah Panca. Dengan diakuinya Harvest, otomatis sindikasi itu menguasai suara mayoritas di forum kreditor. Sebab, nilai total tagihannya jauh melebihi jumlah piutang IFC dan 15 kreditor lainnya. Walhasil, forum kreditor yang didominasi Harvest pun menyetujui usul perdamaian yang diajukan Panca. Dalam usulnya, Panca meminta program restrukturisasi utang dengan cara melunasi utang sebesar Rp 352,8 miliar dari total tagihan sebesar Rp 2,159 triliun selama tiga tahun. Berarti, Panca bukan hanya lolos dari kepailitan (kebangkrutan), melainkan juga cuma membayar sekitar 16 persen dari total utangnya. Hebatnya lagi, majelis hakim niaga yang diketuai Syamsuddin Manan Sinaga, pada 30 Januari 2001, mengesahkan perdamaian tersebut. Menurut Hakim Syamsuddin, dugaan pemalsuan sindikasi kreditor Havest harus dibuktikan dengan putusan pengadilan pidana. Hingga sekarang, kasus pemalsuan yang dilaporkan IFC ke Markas Besar Kepolisian Indonesia itu baru sampai tahap penyidikan. Persoalannya, bila dugaan manipulasi harus menunggu putusan pidana, tidakkah jurus merekayasa kreditor fiktif itu bisa ditiru oleh debitor lainnya? Kalau itu terjadi, berarti Undang-Undang Kepailitan (Nomor 4 Tahun 1998), yang kelahirannya dibidani Dana Moneter Internasional (IMF) dan dimaksudkan untuk melindungi kreditor asing dari taktik debitor lokal yang mengemplang utang, berlubang serius. Yang jelas, pengakuan sindikasi Harvest sebagai kreditor sah Panca sudah diketuk MA. Itu berarti, kemenangan Panca di tahap kasasi IFC terhadap vonis tanggal 30 Januari 2001 yang mengesahkan rencana pemotongan besar-besaran utang Panca tinggal selangkah lagi. Kendati proses kasasi yang juga ditangani majelis hakim agung pimpinan Suharto itu belum diputus, Lucas merasa optimistis bahwa kliennya akan menang. "Tak ada alasan MA untuk mengalahkan Panca," ujarnya. Buat IFC agaknya tak ada pilihan lain kecuali mengajukan peninjauan kembali. Happy S., Rommy Fibri, dan Tomi Lebang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus