Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang panas yang akhir akhir ini melanda sejumlah negara di Eropa mulai membawa dampak merugikan. Kali ini dampak dirasakan oleh Électricité de France (EDF), perusahaan utilitas listrik Prancis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perusahaan yang sebagian besar dimiliki oleh negara Perancis itu dilansir dari telegraph.co.uk, terpaksa harus menghentikan operasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir mereka – penyumbang dua pertiga listrik Prancis untuk sementara waktu.
Alasannya adalah karena mereka mengalami kekurangan air untuk digunakan sebagai pendingin reaktor nuklir mereka, selain itu air yang ada terlalu tinggi suhunya sehingga membahayakan.
Salah satu korbannya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Civaux, yang kini ditutup sementara karena Sungai Vienne sebagai penyokong kebutuhan air untuk pendinginnya mengalami penurunan tinggi air hingga mencapai titik terendah sepanjang sejarah.
Tak hanya Sungai Vienne, namun juga sejumlah sungai di timur, tengah, dan selatan Prancis, menurut Journal du Dimanche, telah mengalami penurunan permukaan sungai.
Penutupan sementara ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, tahun lalu, cuaca panas memaksa EDF untuk sementara waktu mematikan tiga reaktor di Prancis Timur, yaitu pembangkit listrik Bugey dekat perbatasan Swiss, pembangkit listrik Saint-Alban di Rhône, dan pembangkit listrik Fessenheim dekat perbatasan Jerman.
EDF dalam mempertahankan ketinggian permukaan air, menggunakan dua bendungan untuk menambah air sungai. Namun otoritas setempat mengeluhkan bahwa perusahaan menggunakan sungai hampir secara eksklusif untuk pembangkit listriknya saja, sehingga membahayakan sektor pertanian, persediaan air minum, kegiatan rekreasi dan pariwisata yang ada disekitar aliran sungai yang dibendung itu. Warga daerah dekat Sungai Loire adalah salah satunya yang membuat kritik tersebut.
Sungai Loire memiliki empat pembangkit nuklir di tepiannya, tetapi otoritas setempat telah melaporkan ketinggian air mendekati level terendah sepanjang sejarah yang tercatat selama gelombang panas Prancis tahun 2003 yang mengerikan. Tak kurang dari 15.000 kematian terjadi dan sebagian besar menyasar kalangan lanjut usia yang terkena dehidrasi.
Gelombang panas telah menunjukkan bahwa Prancis tidak siap menghadapi ancaman suhu ekstrem, menurut para pemimpin Partai Hijau. Pemerintah saat ini akan mengungkap langkah-langkah baru untuk mengelola sumber daya air minggu ini.
THE TELEGRAPH | RIDWAN KUSUMA AL-AZIZ