Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOTA Kopenhagen hampir identik dengan sepeda. Ibu kota Denmark ini bahkan sering disebut kota paling "ramah sepeda" di dunia. Kota ini menjadi mimpi bagi banyak orang yang menginginkan kenyamanan bersepeda. "Kami berpikir bisa menularkan budaya bersepeda itu di mana saja," kata Assaf Biderman, Associate Director untuk Laboratorium SENSEable City di Institut Teknologi Massachusetts (MIT).
Itulah yang menjadi ide dasar Biderman dan timnya untuk menciptakan Copenhagen Wheel atau Roda Kopenhagen. Alat ini pada dasarnya adalah roda belakang yang dilengkapi motor listrik hibrida, baterai, dan sensor. Roda Kopenhagen mampu menangkap energi yang hilang saat bersepeda dan pengereman, kemudian menyimpannya ketika pengendara membutuhkan sedikit dorongan. "Mengayuh sepeda seolah-olah tak pernah merasakan tanjakan," ujar Biderman.
Keindahan dari Copenhagen Wheel adalah kesederhanaannya. Bentuknya dirancang tanpa kabel eksternal atau komponen lain yang terlihat. Ia dapat digunakan di semua rangka sepeda, sepeda retro sekalipun. Teknologi ini menggunakan sistem pemulihan energi kinetik (KERS). Pengendara sepeda butuh mengayuh setidaknya empat jam perjalanan agar motor listrik itu berfungsi.
Saat sepeda dikayuh, roda akan melacak kecepatan laju sepeda, kemiringan tanjakan, dan kekuatan saat menggowes pedal. Selanjutnya roda akan menghitung titik yang tepat saat pengendara sepeda membutuhkan dorongan ekstra. "Ketika Anda mengayuh pedal, roda akan mempelajari pergerakan kaki Anda dan mengintegrasikannya dalam sistem listrik secara mulus," kata Biderman.
Dalam Copenhagen Wheel ada 12 sensor untuk mendeteksi segala sesuatu, dari kecepatan, polusi, Global Positioning System, sampai lokasi lubang di jalan. Data yang dihasilkan sangat luas dan beragam. Hal itu bisa sangat berharga, termasuk bagi perencana kota. Data itu dapat digunakan untuk memahami kebiasaan pengendara sekaligus mampu membantu perencana kota memetakan tingkat polusi, kebisingan, kemacetan lalu lintas, dan kondisi jalan.
Tim Biderman juga merilis "kit pengembang" versi roda. Hal ini memungkinkan orang lain menciptakan aplikasi baru dan mengubah profil perilaku perputaran roda. Siapa pun kemudian bisa mengunduh dan menggunakannya. Data bisa diakses melalui telepon seluler pintar dan digunakan untuk merencanakan rute sepeda sehat, rencana mencapai tujuan, atau janjian dengan teman-teman di mana saja. Pengguna juga dapat berbagi data dengan teman-temannya, bahkan beda kota sekalipun. "Ini mungkin ide setengah romantis," ujar Biderman.
Harga roda ini dibanderol US$ 799 atau hampir Rp 10 juta. Meski diakui termasuk mahal dibanding sepeda listrik yang banyak dijual di pasar, roda ini diharapkan meningkatkan jumlah pengendara sepeda di setiap kota di dunia.
1. Roda mampu menangkap energi saat bersepeda dan pengereman pada sebuah baterai.
2. Baterai di dalam roda menggunakan energi yang disimpan untuk memberi sedikit dorongan saat dibutuhkan. Misalnya saat tanjakan.
3. Pengguna dapat mengontrol roda melalui aplikasi telepon seluler pintar, termasuk mengatur mesin, mengunci sepeda, serta mendapatkan informasi seperti tenaga yang dikeluarkan dan kondisi jalan. Pengguna juga dapat berbagi data dengan teman-teman lainnya, bahkan beda kota sekalipun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo