Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Habitat Makin Kritis, Gajah di Riau Terancam Kepunahan Lokal

WWF menyatakan delapan habitat asli gajah sumatera kini kritis dan kian memprihatinkan.

14 Juni 2019 | 16.03 WIB

Sejumlah gajah Sumatera di Pusat Konservasi Gajah Riau, 11 Maret 2018. Pada 2001 PLG Riau mulai menempati lokasi sekarang yang berada di kawasan Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim II, Siak. Saat ini ada 16 ekor gajah Sumatera yang ada di tempat itu, 11 di antaranya merupakan gajah jantan. ANTARA FOTO/FB Anggoro
Perbesar
Sejumlah gajah Sumatera di Pusat Konservasi Gajah Riau, 11 Maret 2018. Pada 2001 PLG Riau mulai menempati lokasi sekarang yang berada di kawasan Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim II, Siak. Saat ini ada 16 ekor gajah Sumatera yang ada di tempat itu, 11 di antaranya merupakan gajah jantan. ANTARA FOTO/FB Anggoro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi perlindungan satwa WWF menyatakan delapan habitat asli gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) kini kritis dan kian memprihatinkan, sehingga berpeluang terjadi kepunahan lokal. Kondisi kritis itu disebabkan perubahan bentang alam, yang membuat konflik gajah dengan manusia makin sering terjadi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Kantong gajah sudah banyak beralih fungsi, yang berbentuk hutan makin sedikit, karena menjadi perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri. Hal inilah yang membuat konflik gajah dengan manusia tidak bisa dihindari dan makin sering terjadi,” kata Humas WWF Program Riau, Syamsidar kepada ANTARA di Pekanbaru, Jumat, 14 Juni 2019.

Ia menyatakan alih fungsi hutan di kantong gajah juga kian mengancam kelestarian satwa dilindungi itu. Berdasarkan survey WWF, populasi gajah di sejumlah kantong tinggal segelintir dan berpeluang terjadi kepunahan lokal (local extinction).

Seperti di kantong gajah Rokan Hilir, kata dia,  berdasarkan survey tinggal satu individu tersisa, begitu juga di kantong Batang Ulak. Kemudian di kantong Mahato-Barumun tinggal tiga individu dan kantong gajah Balai Raja hanya lima individu.

“Seperti di Mahato itu tiga individu yang tersisa semuanya betina, tidak ada peluang reproduksi lagi dan bisa terjadi apa yang disebut local extinction,” katanya.

Namun, katanya, populasi gajah sumatera masih cukup banyak di kantong gajah Giam Siak Kecil yang mencapai 50-60 individu. Kemudian di kantong Tesso Nilo Utara 30-38 ekor dan Tesso Nilo Tenggara 50-60 ekor.

Hanya saja, kata dia, kondisi kantong Tesso Nilo juga memprihatinkan sehingga rawan terjadi konflik dengan manusia, seperti yang kini terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu. Enam ekor gajah berkeliaran di kebun warga selama dua pekan terakhir dan meresahkan masyarakat setempat.

Ia mengatakan perlu ada upaya bersama agar menghindari atau minimal menekan konflik gajah dengan manusia. Pemegang izin konsesi perkebunan dan kehutanan yang berada di area kantong gajah perlu menerapkan manajemen perlindungan terhadap satwa bongsor itu.

“Konflik gajah dengan manusia akan terus terjadi karena kantong gajah makin sempit,” kata  Syamsidar.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus