Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ikan Nenek Moyang Kita?
Bahwa monyet adalah nenek moyang manusia, itu teori yang sudah lama kita dengar. Tapi sekarang ada teori baru: Manusia adalah keturunan ikan! Setidaknya, para peneliti dari Inggris percaya manusia masih memiliki insang yang tersembunyi se-telah nenek moyang kita ke-luar dari laut.
Sebuah tim dari King's College, London, yakin kelenjar parathyroid pada manusia, yang mengatur level kalsium pada darah, ada kemungkinan berasal dari insang. Insang pada leluhur makhluk laut juga berfungsi mengatur level kalsium, tulis mereka dalam laporan di Proceedings of the National Academy of Sciences.
Berdasarkan fakta itu, mereka menduga kita masih memiliki insang yang tersembunyi di tenggorokan, disamarkan oleh kelenjar parathyroid. Ikan sendiri tidak memiliki kelenjar parathyroid karena kaum ikan mengembangkan sistem sendiri dengan menyaring kalsium pada air lewat insang mereka.
"Hal ini menjelaskan mengapa posisi kelenjar parathyroid manusia berada di leher," kata Profesor Anthony Graham, pemimpin penelitian.
Sinar Ponsel untuk Sayur
Bulan ini senyum tak pernah lepas dari bibir Yugo Nomura. Di saat topan dahsyat melanda Jepang, yang membuat harga sayuran melambung tinggi, Nomura justru mereguk keuntungan lantaran pasokan seladanya tetap laris. Rahasianya, pertanian dalam ruangan milik Nomura tidak menggunakan sinar matahari. Ia memanfaatkan teknologi baru sinar merah dioda (LEDs) yang biasanya digunakan menerangi layar pada telepon genggam.
Dengan teknologi itu, perawatan sayuran lebih mudah dan aman dari perubahan cuaca. Selain itu, sinar LEDs membuat selada tumbuh tiga sampai empat kali lebih cepat dibanding cara konvensional dengan sinar matahari. "Harga sayuran sedang tinggi. Masalahnya, dalam bisnis pertanian Anda sangat tergantung pada alam," kata Noamura yang memiliki pertanian di Hiaki, sekitar 50 kilometer sebelah timur ibu kota Jepang, Tokyo.
Uji coba teknologi ini sebenarnya diawali Cosmo Plant Co. Ltd., yang mengembangkan pertanian dalam ruangan menggunakan lampu neon. Tapi Hisakazu Uchiyama, Presiden Cosmo Plant, mengakui penggunaan neon membutuhkan biaya lebih mahal karena energi yang dibutuhkan lebih banyak. Dengan LEDs, biaya yang dibutuhkan lebih murah 60 persen.
Pil Kamera
Pembedahan kelak tak bakal lagi dipakai di dunia medis. Perusahaan raksasa Jepang, Olympus, memperkenalkan kamera digital berbentuk pil yang bisa ditelan untuk menyalurkan obat dan menganalisis penyakit pada sumbernya.
Sekilas, teknologi ini sama dengan Wireless M2A capsule atau dikenal dengan nama PillCam, yang diluncurkan pada Mei lalu. Pil dengan panjang 26 milimeter dan diameter 11 milimeter ini menggunakan lensa ganda yang terpasang di masing-masing ujung pil. Meski mini, kamera mampu menangkap gambar 2 jepretan per detik selama 8 jam jika menggunakan baterai built-in, atau 5 jepretan per detik dengan baterai eksternal. Selanjutnya, gambar-gambar dikirim ke monitor tanpa melalui kabel. Masing-masing kapsul menggunakan mekanisme kontrol magnet eksternal sehingga bisa bergerak maju, mundur, atau vertikal. Menurut rencana, Olympus akan melakukan uji coba di beberapa rumah sakit Amerika Serikat, Eropa dan Jepang sebelum produk ini dilepas ke pasar pada 2006.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo