Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tangerang - Jalan desa yang retak akibat tanah bergerak di Tangerang ditutup dengan aspal. Menurut Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Kabupaten Tangerang, Slamet Budi, hal tersebut merupakan tindakan preventif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Agar rekahan tak meluas," ujar Slamet, Selasa, 16 Oktober 2018. Sebelumnya, tanah bergerak di RT 04/RW 01, Kampung Kadu Sirung, Desa Kadu Sirung, Pagedangan, Kabupaten Tangerang telah merusak jalan dan rumah penduduk.
Pengamatan Tempo di lokasi, Selasa siang, 16 Oktober 2018, retakan besar dan panjang terjadi di jalan lingkungan desa itu. Retakan sepanjang 50 meter itu memiliki lebar dan kedalaman bervariasi dari 0,5 meter hingga 1 meter.
Retakan akibat tanah bergerak di Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang. FOTO Dinas Bina Marga Kabupaten Tangerang
Pengaspalan ini dilakukan oleh petugas Bina Marga dan petugas kecamatan serta desa. Pengamatan Tempo di lokasi, Selasa, 16 Oktober 2018, sejumlah petugas juga terlihat melakukan pengaspalan jalan yang retak. Alat berat dikerahkan untuk menghotmix jalan.
Kepala Desa Kadu Sirung Samsu Guna Miharja bingung dengan tujuan penambalan jalan itu. "Kami sendiri belum tahu penyebab retakan apa? Nah penambalan jalan ini juga apakah untuk meredam ketakutan warga atau apa?," kata Samsu.
Meski begitu, Samsu mengapresiasi respon cepat yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Tangerang setelah menerima laporan warga soal tanah bergerak ini. "Cepat sekali responnya, kami hanya berharap semoga dengan pengaspalan ini tidak ada lagi terjadi retakan di kampung ini," kata Samsu.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Kasbani, mengatakan langkah pemda setempat untuk menutup tanah yang retak dengan melakukan pengaspalan boleh saja. Asalkan seluruh retakan yang terbentuk bisa tertutup.
"Asal rata dan yang penting air dijaga tidak masuk ke rekahan," kata dia. Menurut dia, air yang merembes salah satu penyebab tanah bergerak. "Kemungkinan di situ tanah timbun atau daerahnya melereng (miring)."
Saat ini PVMBG masih mempelajari kasus tanah bergerak di Tangerang itu. Secepatnya Kasbani dan tim akan mengirimkan rekomendasi teknis penangan fenomena tanah bergerak tersebut. "Tanggapannya sedang kami siapkan," ujar dia.
Saat ditanya apakah ini disebabkan likuifaksi, dia menepis anggapan tersebut. "Enggaklah. Likuifaksi itu harus ada getaran. Tanahnya juga harus berpasir dan jenuh air. Kayaknya di situ (Pagedangan) enggak begitu," kata Kasbani.
Tanah bergerak juga menyebabkan rumah seorang penduduk retak pada bagian dinding dan lantai. Retakan cukup parah terjadi di rumah Saeni, 40 tahun. "Dapur rumah saya rusak, saya takut nempatin rumah," kata Saeni, Selasa, 16 Oktober 2018. Menurut Saeni, sejak Senin malam, dia dan empat anggota keluarganya yang terdiri dari anak dan cucu mengungsi ke rumah sanak saudaranya, tak jauh dari rumahnya.
Ketua RT 04, Maryadi mengatakan sampai saat ini baru satu rumah penduduk yang terdata mengalami kerusakan akibat tanah bergerak ini. "Baru satu dan sudah kami laporkan ke pemerintah daerah," katanya. Tanah bergerak di desa Kabupaten Tangerang ini terjadi Senin petang sekitar pukul 16.30. Retakan pertama diketahui warga setelah hujan deras mendera kawasan itu.
Simak kabar terbaru seputar fenomena tanah bergerak di Tangerang hanya di kanal Tekno Tempo.co.
JONIANSYAH HARDJONO | AHMAD FIKRI