Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Jambore para astronom

Program tahunan astronom muda (sekolah astronomi) berlangsung di lembang. diikuti oleh 21 murid (9 diantaranya sudah bergelar doktor) dari beberapa negara.

28 Mei 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG astronom, jebolan badan ruang angkasa AS, NASA, bilang begini: "Setiap kali arah medan magnet pada matahari berubah sekian derajat, rumah saya di Washington kena badai musim dingin, sementara di Kanada terjadi gangguan pada lapisan udara bagian atas." Astronom ini, Prof. Dr. D.G. Wentzel dari Universitas Maryland, hendak mengungkapkan lagi misteri matahari terkupas -- teori sebelumnya menyatakan bahwa gangguan iklim diduga sebagai pengaruh gravitasi matahari. Memang, kata Wentzel, 48 tahun, "baru lima tahun belakangan ini saja diketahui bentuk aktivitas fisik matahari." Yaitu setelah melalui penyelidikan intensif dengan menggunakan Skylab. Kemajuan itulah yang mendesak International School for Young Astronomers, program IAU (International Astronomical Union) tahun ini memilih fisika matahari sebagai tema -- di samping struktur galaksi. Program tahunan yang ke-13 astronom muda, 16 Mei sampai 2 Mei, kini berlangsung di Lembang (Jawa Barat). Kalau disebut astronom muda, di sini sama sekali tak ada kaitannya dengan usia. Karena yang jadi murid, paling sedikit menyandang gelar M.Sc. Malah, dari 21 murid yang berdatangan dari berbagai negara, sembilan orang di antaranya sudah bergelar doktor (PhD). "Tapi mereka doktor yang masih baru," uja Prof. Dr. Bambang Hidayat, direktur Peneropong Bintang Bosscha, Lembang, salah seorang pengajar di sekolah ini. Pengajar lainnya, juga para profesor, atau paling tidak doktor, datang dari Amerika (4 orang), Inggris, Cekoslowakia, dan Jepang, masing-masing satu orang. Kegiatan di sana memang mirip sekolah. Ada dosen, ada murid, berkumpul di satu ruangan di Balai Pengembangan Kegiatan Belajar, Jayagiri, Lembang, milik Departemen P & K. Departemen ini memang salah satu sponsornya, selain Unesco dan IAU. Jadwal pelajarannya pun cukup ketat: sejak pukul 08.30 pagi sampai pukul 17.00. Tapi, menurut Bambang Hidayat, "sekolah ini tak diakhiri dengan ujian dan para peserta tak wajib menghasilkan suatu kesimpulan." Memang yang diajarkan di sana pun rasanya seperti "khayalan" saja. Misalnya, untuk topik Struktur Galaksi, para dosen bercerita tentang "Awan Magellan" (Magellan Cloud Galaxy), sebuah galaksi yang relatif lebih kecil dan dekat dengan Bima Sakti, galaksi tempat bumi kita ini bercokol. Dengan mempelajari Awan Magellan, diharapkan diperoleh bahan pembanding, untuk mengenal Bima Sakti. "Untuk mengenal suatu sistem, kita harus melihat dari luar sistem tersebut," ujar Bambang Hidayat. Bima Sakti, yang berbentuk spiral itu, terbentang selebar 100.000 tahun cahaya (1 detik cahaya = sekitar 300.000 km). Tata surya kita -- matahari beserta planetnya, salah satu di antaranya bumi -- terletak 30.000 tahun cahaya dari pusar Bima Sakti. Sehingga matahari, bumi, atau planet lain tak ubahnya cuma titik-titik di tengah sebuah piring Bima Sakti. Lantas yang dibahas di Lembang, galaksi lain lagi di luar Bima Sakti. Indonesia sudah dua kali menjadi tuan rumah (yang pertama tahun 1973) sekolah tersebut. Ini membuat bangga Bambang Hidayat, yang memimpin panitia kesibukan ini. Karena syarat jadi tuan rumah, katanya, harus mampu menyediakan pengajar tingkat internasional, selain punya sumbangan hasil riset ilmiah di bidang astronomi. Apalagi, kebetulan Juni nanti kan ada gerhana matahari di sini, sehingga para pengajar bisa ke Lembang meneliti gerhana. Dr. Moris L. Aizenman, astronom dari semacam LIPI di AS, dan Prof. Dr. Eijiro Hiei, dari peneropong bintang Tokyo, misalnya, termasuk di antara para dosen yang bakal meneliti gerhana di sini. Keduanya memang ketua tim gerhana matahari dari negerinya. Tapi Eijiro agaknya sial. Sebuah lensa 22 cm berikut 3 kameranya, yang khusus untuk memotret gerhana, disikat maling ketika dia menginjakkan kaki di Bandar Udara Halim Perdanakusumah, 9 Mei lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus