Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta- Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Inayah Rohmaniyah, meraih gelar profesor bidang ilmu sosiologi agama karena mengkaji teori queer yang selalu mempertanyakan dominasi norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Inayah membacakan pidato kajian berjudul Trans-Queers Sebagai Basis Epistem Pemahaman dan Praktik Keagamaan Inklusif-Berkeadilan (Belajar dari Studi Gender Kontemporer) di hadapan sidang senat terbuka di gedung Convention Hall UIN Sunan Kalijaga, Kamis, 2 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alumni Pondok Pesantren Madrasah Wathoniyah Islamiyah, Kebarongan, Banyumas, Jawa Tengah itu menulis konsep queer sebagai basis pengetahuan dari kajian gender dan praktek berkeadilan.
Queer di media massa dikaitkan dengan identitas seksual, termasuk gender di luar heteroseksual. Dalam kajiannya, Inayah menempatkan teori queer sebagai metode untuk membongkar norma-norma tradisional yang bias gender, seks maupun seksual yang lekat dengan patriarki sehingga diskriminatif terhadap jenis kelamin, identitas gender atau seksualitas tertentu.
Dia mengutip profesor yang menulis tentang feminisme adalah queer. "Teori queer merupakan pendekatan kritis dengan bangunan dasar anti-normativitas," kata dia pada Kamis, 2 Februari 2023.
Teori itu juga mempertanyakan ras, kelas, afiliasi agama, dan asumsi apapun tentang yang diyakini sebagai alamiyah atau benar. Pengkaji mempertanyakan kembali tatanan normatif yakni mengapa dijadikan norma, apakah ada yang hilang, ditutupi,dipinggirkan,dan dibuang ketika sesuatu dijadikan norma. Teori ini mempertanyakan ulang sesuatu untuk mewujudkan dunia yang lebih adil.
Dalam perspektif teori queer misalnya menjelaskan akar penindasan perempuan saat ini dan di masa lalu disebabkan pemikiran biner yang memberikan prioritas pada pihak yang istimewa. Teori itu relevan untuk menjelaskan tatanan normatif dan doktrin keagamaan yang dalam banyak tradisi diwakili pemikiran biner dan diterima sebagai kebenaran final. "Termasuk gender,seks, dan seksualitas," kata pengkaji gender dan radikalisme itu.
Kajian Penting untuk Dukung Inklusivitas dan Kesetaraan
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Al Makin menyebutkan kajian Inayah penting untuk mendukung keragaman, prinsip inklusivitas, dan kesetaraan. Dia mencontohkan kajian Inayah pada halaman 22. Queer selalu mempertanyakan kemapanan untuk perubahan.
Bangunan perubahan itu memberikan ruang kepada perempuan, semua identitas gender, termasuk yang terpinggirkan. Istilah trans digunakan untuk menunjukkan bangunan teori yang melampaui wacana sampai pada praktek tentang keadilan dan inklusivitas. "Teori itu membongkar maskulinitas dan dominasi patriarki," kata Al Makin.
Dalam pengukuhan guru besar itu terlihat sejumlah feminis serta peneliti gender dan keberagaman. Satu di antara tokoh penting yang datang adalah filsuf Muslim asal Amerika Serikat, Amina Wadud. Amina merupakan imam perempuan yang memperjuangkan keadilan gender. "Kajian saya juga mengutip pemikiran Profesor Amina Wadud yang menolak eksploitasi terhadap manusia, termasuk perempuan," kata Inayah.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.