Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kapal Di Danau UI

Empat mahasiswa Universitas Indonesia menciptakan kapal pelat datar yang cocok untuk perairan Indonesia. Biaya produksi 30 persen lebih murah.

24 September 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UDAH setahun kapal sepanjang empat meter dari bahan ­tripleks menemani warga sekitar danau perpustakaan Universitas Indonesia di Depok berwisata. Bagi mereka, kapal itu tak ubahnya kapal rekreasi lain, dengan ukuran yang tak terlalu besar.

Di tengah lambung kapal tertera simbol kapal biru hitam bertulisan ”Juragan Kapal”. Di bagian depan terpampang makara UI berwarna kuning dan tulisan ”Teknik Perkapalan UI”. Di atas kapal, tak ada ornamen selain tempat duduk dari kayu. Sepintas tak ada yang istimewa.

Tapi, bila diamati lebih cermat, bentuk kapal itu tak lumrah. Bahannya terbuat dari potongan tripleks yang disatukan dengan perekat epoksi tahan air ke kerangka kayu. Terkesan kaku lantaran patah-patah, tanpa lengkungan pada lambungnya.

Meski sederhana, kapal buatan empat mahasiswa Program Studi Teknik Perkapalan Fakultas Teknik UI, Muhammad Faishal, Primadya Putra, Sanlaruska Fathernas, dan Adi Lingson, itu merupakan cikal-bakal lahirnya kapal pelat datar di Indonesia.

Konsep dasar pembuatan kapal ini adalah menghindari bentuk kurva atau lengkung pada lambung kapal saat proses fabrikasi. Dengan begitu, proses konstruksi jauh lebih sederhana dan cepat. Keuntungan lain, tak diperlukan proses melengkungkan pelat sehingga biaya pembuatan lebih murah.

Karya inovatif ini dinobatkan sebagai juara pertama dalam Technopreneurship 2012, yakni lomba bagi pengusaha muda berbasis teknologi yang digelar Kementerian Riset dan Teknologi. Kapal pelat datar ini juga menjadi daya tarik di RITech Expo di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, dalam peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional 2012 pada Agustus lalu.

Ide pembuatan kapal pelat datar datang dari Hadi Tresno Wibowo, dosen pembimbing skripsi Faishal. Hadi mendapat ilmu tersebut dari dosennya, Profesor Gallin, di Delft University of Technology (TU Delft), Belanda. Namun ia kesulitan membuatnya. Hadi lantas menantang mahasiswanya untuk membuat kapal itu. ”Saya katakan membuat kapal tidak susah, bisa disederhanakan,” ujarnya.

Tantangan itu diterima. ”Setelah dimulai, ternyata bisa dibuat perahu sepanjang empat meter. Kami buat untuk danau kampus,” ujar Faishal, yang bersama ketiga rekannya tergabung dalam Juragan Kapal, unit wirausaha mahasiswa UI. Kapal tanpa lengkungan itu lantas dinamai kapal patah-patah oleh Hadi.

Menurut Faishal, penggunaan pelat datar membuat pengerjaan kapal lebih cepat. Harga produksi pun bisa ditekan hingga 30 persen karena tidak menggunakan alat untuk melengkungkan pelat. Alat potong juga manual. ”Bisa dirakit di mana saja, sehingga bisa dikirim ke pelosok.”

Saat ini Juragan Kapal telah membangun kapal pelat datar berukuran 4, 7, dan 12 meter. Pelat baja yang digunakan memiliki ketebalan 3 milimeter. ”Kapal kami lebih ke low speed, kapal nelayan, dan kapal wisata. Untuk ke depan, mungkin kami bikin tugboat atau tongkang,” ujar Faishal.

Untuk ukuran 4 meter, telah dibangun dua kapal. Satu kapal terbuat dari tripleks bermodal Rp 9 juta dan satu lagi terbuat dari pelat baja, yang dibeli perusahaan jasa kebersihan UI seharga Rp 15 juta untuk membersihkan danau.

Kapal 7 meter (5 GT/gross ton) itu dikerjakan sebagai proyek corporate social responsibility (CSR) UI bekerja sama dengan koperasi nelayan di Balongan, Jawa Barat. Dalam kerja sama ini Juragan Kapal membuat lambung kapal, sedangkan bagian atas dibuat nelayan. Hal ini mempertimbangkan permintaan mereka yang ingin mempertahankan kearifan bahari.

Kelebihan kapal di Balongan sudah memakai gear box, bisa maju-mundur, tidak seperti kapal nelayan biasa. Untuk itu, mereka mendesain ulang sistem mesin. Baling-baling juga ada di tengah, sedangkan kapal nelayan umumnya di samping.

Adapun kapal ukuran 12 meter (10 GT) masih dalam proses pembuatan dan bekerja sama dengan Balai Besar Penangkapan Ikan di Semarang. Kapal itu rencananya akan menjadi kapal prototipe. ”Jika oke, bakal diproduksi massal,” ucap Faishal.

Saat ini Juragan Kapal juga bekerja sama dengan bengkel di Cikarang, Jawa Barat. Untuk kapal sepanjang 7 meter, harganya bisa dipangkas sekitar Rp 40 juta. Sementara kapal biasa berharga Rp 120 juta, kapal pelat datar hanya Rp 80 juta.

Proses pembuatan kapal pelat datar tidak memerlukan galangan khusus serta mudah diperbaiki sendiri jika bocor. Umumnya bengkel bubut mempunyai lempengan baja. ”Cukup pakai pelat itu saja,” kata Faishal.

Dengan kesederhanaan itu, Juragan Kapal mengklaim mampu memenuhi pesanan di mana saja. ”Kalau ada yang pesan di Papua, bisa kami kirim pelat baja dalam bentuk potongan. Nanti dirakit di Papua dengan alat las biasa dan kami kirim teknisi,” ujar Faishal.

Kapal pelat datar juga lebih stabil. Biasanya, nelayan yang menghadapi ombak akan mengikuti ombak itu. Dengan kapal pelat datar, ombak akan diterjang karena kapal ini lebih berat dan lebih kuat dibanding kapal kayu atau fiber. ”Nelayan tidak takut menghadapi ombak. Kalau dengan kapal fiber, mereka tidak berani, karena bisa pecah,” ujar Primadya.

Kestabilan itu diakui Nasdiyah, Ketua Koperasi Nelayan Mina Sejati, Desa Limbangan, Kecamatan Balongan, Indramayu, mitra proyek CSR UI. Menurut dia, dalam uji coba pelayaran beberapa bulan terakhir, para nelayan mengakui kapal pelat datar lebih baik dibanding kapal biasa. Kapal terasa tidak terlalu goyang. ”Dibawanya sudah enak,” ujarnya.

Rencananya, nelayan akan melengkapi­ kapal itu dengan alat penangkap udang dan cumi. Sampai saat ini mereka masih melakukan percobaan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan kapal itu. Mereka juga belum menemukan baling-baling yang lebih besar untuk mempercepat laju kapal.

Kapal kayu, kata Nasdiyah, bisa bertahan 7-10 tahun. Untuk perawatan, dilakukan pengecatan dua kali setahun senilai Rp 2 juta. Nelayan juga masih mempertanyakan ketahanan pelat terhadap pengeroposan air laut. Sebab, pada kapal kayu, terdapat masalah pengeroposan akibat cacing laut yang ganas.

Nasdiyah mengatakan kapal 5 GT itu mampu mengangkut tangkapan tiga kuintal per hari dan enak dipakai untuk gelombang besar. ”Larinya tidak limbung. Tiga orang berdiri di tepi juga tidak limbung,” ujarnya.

Menurut Hadi, kapal yang diserahkan pada Agustus lalu itu sudah disesuaikan dengan permintaan nelayan Balongan. Lambungnya dari pelat baja dan ornamennya dari kayu. Para nelayan juga meminta lambung tidak berbentuk V. ”Kalau masuk muara yang sedang surut akan kandas. Kalau bentuk lambung rata, bisa didorong,” ujarnya.

Juragan Kapal saat ini juga sedang mencoba mengembangkan kapal dari pelat aluminium datar, lebih mahal tapi lebih ringan. Aluminium juga lebih awet karena tahan karat. Proses pembuatannya sama saja.

Proyek lain Juragan Kapal adalah mengembangkan kapal dengan dasar kaca untuk digunakan di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu. Dengan bagian bawah kapal yang transparan, turis bisa dengan mudah melihat terumbu karang tanpa harus menyelam. ”Itu rancang bangunnya sama, tinggal dimodifikasi,” ujar Sanlaruska.

Juragan Kapal bermimpi semua nelayan bisa mengganti kapalnya dengan pelat baja yang lebih kuat. Selain meningkatkan kemampuan nelayan, kapal jenis ini sangat penting untuk keamanan wilayah perairan karena dapat menjadi bagian dari pengawasan regional.

Erwin Zachri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus