Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kapal Selam Buaya Made in Surabaya

Dosen ITS menciptakan kapal selam yang mampu beroperasi di dua alam. Bisa dipakai untuk menyusup dan menyergap.

12 Mei 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RAUNGAN mesin las terdengar menusuk gendang telinga, disusul percik bunga api dan aroma logam terbakar. Suara gaduh bertambah riuh dengan beradunya dua benda logam yang bersahutan. Itulah kondisi sehari-hari yang kini bisa dilihat di bengkel Jurusan Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Di ruang seukuran lapangan basket itu mimpi Wisnu Wardhana dibangun. Dibantu tiga teknisi yang bertugas menyatukan lempengan aluminium berukuran sedang untuk membentuk lembaran lebih luas, Kepala Laboratorium Hidrodinamika Jurusan Teknik Kelautan itu sedang mewujudkan ambisinya membuat kapal selam yang bisa dioperasikan di dua alam. "Kami berharap pada akhir tahun nanti prototipe ini sudah bisa diuji coba di Selat Madura," kata Wisnu dua pekan lalu.

"Galangan kapal" di tengah kampus tersebut menjadi tempat kelahiran kapal selam yang diberi nama Crocodile Hydrofoil. Kapal selam rancangan Wisnu ini berbeda dengan kapal selam pada umumnya. Ketika beroperasi nanti, kapal ini bisa melayang setinggi satu meter di atas permukaan air, berselancar di permukaan air, dan menyelam hingga kedalaman lima meter. Keluwesan dalam bermanuver itu, kata Wisnu, membuat kapal sulit dideteksi radar.

Kapal selam ini bisa menampung lima orang, tak terlalu berdesakan dan masih banyak ruang untuk mengamati keadaan di sekitar sebagai bagian dari misi spionase. Kapal bisa bermanuver kilat, menguntit lawan, lalu muncul mendadak di samping kapal musuh.

Penyergapan kilat dan sunyi, kata Wisnu, merupakan misi utama kapal ini. Nama crocodile alias buaya diambil lantaran kapal selam made in Surabaya ini memiliki karakter seperti binatang melata tersebut. Mengintai lalu menyergap musuh dengan tiba-tiba. "Itu karakter khas buaya," ujar Wisnu.

Gagasan Wisnu untuk menciptakan kapal selam berawal saat ia meneliti hidrofoil alias kapal melayang pada pertengahan 1990-an. Selama penelitian, ia menemukan bahan aluminium tipe 5083 yang disebut marine aluminium. Bahan ini membuat kapal bisa bergerak di dua alam: udara dan air. Kendaraan laut yang memakai bahan ini bisa melayang dan menyelam. Keunggulan lainnya tahan karat dan elastis.

Wisnu menjabarkan, kerumitan dalam mendesain kapal adalah menyeimbangkan berat-ringannya struktur. Bila struktur terlalu berat, kapal tidak bisa melayang. Sebaliknya, jika terlalu ringan, obyek itu tidak dapat menyelam. "Kami berada di antara itu. Toleransi berat-ringannya luar biasa tipis," ucap Wisnu.

Kemampuan melayang didapat dari empat hidrofoil yang dipasang di bawah perut kapal. Komponen ini berbentuk seperti peluru kendali yang memberikan daya apung ketika kapal dipacu pada kecepatan tinggi. Prinsip kerja hidrofoil bisa dianalogikan dengan papan seluncur yang membuat atlet ski air tetap berada di atas air ketika ditarik pada kecepatan tinggi. Hidrofoil disambung ke badan kapal menggunakan tiang penyangga dan otomatis melipat ke depan dan belakang ketika kapal menyelam.

Kapal selam digerakkan dua mesin diesel yang masing-masing berkekuatan 350 tenaga kuda. Berbeda dengan kapal selam biasa yang menggunakan tenaga baterai, kapal selam buaya ini tetap memakai tenaga diesel. "Untuk menyesuaikan dengan ketersediaan dana," kata dia. Mesin-mesin ini memungkinkan kapal melayang di udara pada kecepatan 40 knot atau setara dengan 75 kilometer per jam.

Ketika sebagian tubuhnya menyentuh air, kapal sanggup melaju hingga 30 knot atau 55 kilometer per jam. Adapun ketika menyelam, kecepatannya menjadi 20 knot atau sekitar 40 kilometer per jam. Kapal melambat ketika menyelam karena partikel air lebih rapat ketimbang udara, sehingga bersifat sebagai penghambat laju kendaraan. Meski kecepatannya melambat, Wisnu memaksimalkan laju kapal dengan merancang bodi lebih lancip. Uji hidrodinamika memastikan hambatan air berkurang drastis dengan bentuk runcing ini.

Dibandingkan dengan kapal selam militer, ukuran kapal selam Crocodile boleh dibilang supermini. Kapal selam militer umumnya mampu menyelam di kedalaman 200-300 meter, dengan panjang sekitar 70 meter. Ini jauh bila dibandingkan dengan Crocodile, yang hanya memiliki panjang 12 meter, lebar 2,8 meter, dan tinggi 2,2 meter.

Agar oksigen tetap terjaga selama penyelaman, Crocodile dilengkapi empat cerobong. Keempat cerobong tersebut diatur supaya menjalankan fungsi berbeda, yaitu sebagai penyedot udara untuk ruang akomodasi dan ruang mesin, penyalur gas buang, dan alat bantu navigasi. Ketika kapal ini menyelam di kedalaman lima meter, cerobong masih tersisa satu meter di atas permukaan air.

Teknologi lain yang dipakai berupa indikator yang terdapat dalam panel kemudi. Fitur itu meliputi indikator mesin untuk memantau kinerja mesin, pembaca temperatur, tekanan oli, dan tekanan udara. Semua indikator itu dimunculkan sebagai pemandu nakhoda. Ketika ada sesuatu yang tak berfungsi dengan baik, pengemudi kapal bisa tahu dengan cepat.

Dosen Teknik Perkapalan Universitas Indonesia, Sunaryo, menyebutkan ketiadaan baterai membuat Crocodile tak sepenuhnya menyandang status sebagai kapal selam. Sebab, kapal selam tak lagi mengeluarkan gas buang. Namun, ia mengakui jika kapal selam buaya merupakan kreasi baru. "Belum pernah ada yang seperti ini," ujarnya pada Rabu pekan lalu.

Dikerjakan bersama ITS, TNI Angkatan Laut, serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, proyek kapal selam buaya ini menelan biaya Rp 3 miliar. Semula pembuatan digarap oleh 15 teknisi. Namun setelah beberapa bagian selesai, jumlah teknisi disusutkan tinggal menjadi enam. Mereka merupakan gabungan dari tenaga profesional serta mahasiswa jurusan semester akhir.

Seperti proyek rintisan lainnya, faktor dana memang menjadi salah satu kendala penyelesaian proyek. Padahal dana tersebut dibutuhkan dengan cepat, salah satunya untuk belanja aluminium, yang harus dibeli dari luar negeri. "Mencairkan dana terkadang butuh waktu lama," kata Wisnu.

Rektor ITS Triyogi Yuwono berharap proyek ini bisa berjalan lancar sehingga dapat menghasilkan suatu produk yang berfungsi sesuai dengan rencana. "Harapan kami, kapal selam bikinan ITS dapat dimanfaatkan TNI Angkatan Laut sebagai kendaraan amfibi. Ini secara berangsur-angsur mengurangi ketergantungan negara terhadap produksi asing," kata Triyogi.

Anton William, Kukuh Setyo Wibowo (Surabaya)


Bagian Kapal Selam Buaya

  • Kabin. Sanggup menampung 5 awak.
  • Panel kendali. Kelengkapan untuk mengendalikan seluruh perlengkapan kapal.
  • Tangki air. Mengatur daya apung kapal ketika menyelam.
  • Hidrofoil. Memberikan daya angkat kapal supaya melayang di udara.
  • Pilar hidrofoil. Menyangga badan kapal ketika melayang di udara.
  • Tangki bahan bakar. Menggunakan solar sebagai sumber energi.
  • Motor. Memberikan daya dorong, dilengkapi hidraulik untuk turun-naik pilar hidrofoil.
  • Cerobong udara. Mengatur sirkulasi oksigen, penyaluran gas buang, dan alat navigasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus