Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kayu habis serbuk pun jadi

Pt unilever dan lembaga penelitian hasil hutan (lphh) telah melakukan riset dan uji coba memproses serbuk gergaji menjadi briket arang sebagai energi baru non minyak. (ilt)

1 Oktober 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERNYATA tidak selamanya limbah industri harus dituding sebagai biang polusi. Setelah dua tahun melakukan riset dan uji coba, PT Unilever dan Lembaga Penelitian Hasil Hutan (LPHH), Bogor, menyampaikan laporan kepada Menteri KLH Emil Salim, Kamis pekan lalu. Mereka berhasil memproses serbuk gergaji menjadi briket arang yang menjanjikan sumber energi baru nonminyak. Selama ini, "hampir 65% rakyat Indonesia menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi," kata Ir. Kunia Sudarma, koordinator penelitian Unilever. Pada 1964, misalnya, pemakaian kayu bakar mencapai 17,7 juta ton per tahun. Sepuluh tahun kemudian meningkat menjadi 33 juta ton per tahun. Untuk mencukupi kebutuhan itu, di Pulau Jawa terutama, terjadi berbagai penebangan liar. Sementara itu, limbah industri kayu, terutama serbuk gergaji, terbuang percuma. Berdasarkan penelitian yang difokuskan pada industri penggergajian dan kayu lapis, serbuk gergaji meliputi 0,74% sampai 10,60% limbah produksi. Menurut angka proyeksi produksi kayu Indonesia, pada 1984/1985 akan terdapat 9,2 juta m3 limbah penggergajian, yang selama ini terbuang percuma. Padahal, "limbah penggergajian merupakan sumber energi yang 100% belum dimanfaatkan," ujar Drs. Hartoyo, koordinator LPHH. Maka, di kawasan Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat, tempat penelitian dilakukan, serbuk gergaji diubah menjadi briket arang yang siap menggantikan bahan bakar konvensional. Peralatan utamanya berupa tungku berbentuk silinder atau persegi, dengan kapasitas antara 1 dan 2 ton. Bentuk persegi bisa berukuran 3,6 m panjang x 1,8 m lebar x 1 m tinggi. Bentuk silinder berdiameter 2,3 m dengan tinggi 1 sampai 2 m. Hasil pembakaran adalah serbuk arang, yang kemudian ditambahi dengan perekat sekitar 2,5% sampai 5%. Untuk mendapatkan bentuk padat (briket), digunakan alat pres hidraulik bertekanan 5 ton. "Alat pres batu bata juga bisa," ujar Hartoyo. Sebagai additive lainnya juga dipergunakan Na Nitrat dan Dentonit. "Supaya briket arang lebih cepat terbakar, tapi tidak cepat habis." Formulanya sekitar 10 gram Na Nitrat + 3 gram Dentonit untuk 87 gram serbuk arang. Setelah serbuk arang diletakkan di atas alat pres, bahan tambahan dioleskan, lalu dicetak. Dibandingkan dengan kayu, briket arang lebih dinamis karena mudah dibentuk melalui cetakan. Juga mudah dikemas, tidak kotor, dan praktis. Perbandingan jumlah kalorinya tidak mengecewakan. Bila minyak tanah menghasilkan 10.500 kkal per liter, arang kayu menghasilkan 6.000 sampai 7.000 kkal per kg, briket arang menghasilkan 6.000-7.000 kkal per kg (kayu ringan), dan 6.000-7.500 kkal per kg (kayu berat). Setelah disempurnakan, hasil penelitian akan disebarkan ke pusat-pusat industri kayu. Serbuk gergaji, yang selama ini menjadi sampah, pun akan mendapat harga tersendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus