Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Kenapa Listrik Sering Padam

Peresmian pusat pengaturan distribusi PLN dengan fasilitas komputer, gangguan aliran listrik dapat teratasi.(ilt)

9 Oktober 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUK menyalurkan listrik kepada - konsumen, PLN, dulu mengandalkan organisasi Piket Distribusi. Cara kerja dan fasilitas orginisasi itu hampir tak berubah sepanjang masa. Jarinan distribusi dikontrol oleh petugas lapangan: Membuka atau menutup sakelar penghubung di gardu-gardu dilakukan dengan tangan. Tentu saja lapangan dan ulat berkomunikasi melalui telepon tau belakangan ini via radio. Tapi kondisi jaringan setiap waktu tidak bisa diketahui, jika petugas setempat terlambat atau alpa melaporkannya. Data yang, terkumpul di pusat sudah sering ketinggalan beberapa jam dari kenyataan di lapangan. Sementara itu jaringan distribusi PLN semakin meluas dan, memadat misalnya, di Jakarta Raya tahun 1970-an pelanggan PLN anya berjumlah sekitar 110 ribu. Tahun ini jumlahnya mencapai 630 ribu. Gardu distribusi di DKI dari tahun 1970 berlipar lebih 6 kali jumlahnya menjadi 3.442 tahun ini. Semua itu mampu menyediakan lebih 1,65 juta KVA (kilo-volt-ampere) listrik yang disalurkan melalui hampir 9.500 km kabel tegangan menengah dan rendah. Jaringan seluas itu tak lagi layak ditangani melalui sistem kuno seperti Pikt Distribusi. Buktinya iistrik semakin sering padam, dan lama kemudian baru ia menyala kembali. Wilayah yang menderita pemadaman itu seperti tak terbatas luasnya. Bahkan tahun 1980, tepat pada malam perayaan HUT DKI Jaya, seluruh wilayah ibukota RI ini terkena pemadaman listrik. Peristiwa itu mungkin teringat oleh Tjokropranolo ketika ia menghadiri acara peresmian Pusat Pengatutan Distribusi PLN. Dengan fasilitas baru PLN itu katanya, semoga berkurang orang yang suka menggerutu akibat mati listrik. "Saya sebagai gubernur tak bisa menggerutu."Dua pekan kemudian Tjokropranolo sesudah 29 September, tak lagi jadi gubernur. "Jadi perkenankanlah saya nanti juga menggerutu kalau listrik mati," ujarnya. PLN kini memasuki zaman komputerisasi dan otomatisasi, yang "lebih menjamin kelangsungan penyaluran aliran listrik," ujar Ir. Prajitno. Kepala PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang itu menjelaskan bahwa, walaupun ada fasilitas baru, soal mati listrik sewaktu-waktu di suatu wilayah masih sulit di hindari. Di Jakarta dan sekitarnya. masih banyak bagian jaringan yang belum Sempat direhabilitasi. Tapi PLN akan biSil kini secepatnva melokalisasi sumber gangguan serta inenghidupkan kembali listrik di wilayah yang tak perlu terganggu. Mulai tahun 1979 LN bekerjasama dengan pihak Prancis untuk melaksanakan gagasan komputerisasi dan otomatisasi itu. Kini di Jl. Medan Merdeka Utara, dalam gedung baru bertingkat empat Pusat Pengaturan Distribusi PLN menempati seluruh lantai II. Pada dinding, panjang dalam ruang pengatur terpasang papan peragaan berukuran 10 x 2,5 m. Seluruh jaringan distribusi tegangan menengah di Jakarta Raya dan Tangerang tergambar di situ secara skematis. Lebih 3.500 lampu indikator setiap saat menunjukkan keadaan kondisi jaringan. Warna merah tampil bila sakelar penghubung di suatu gardu terbuka, sedang warna hijau jika terhubungkan. Pengaturan sebenarnya dilakukan dari balik dua meja penuh tombol. Di atas meja masing-masing itu tergantung layar televisi. Satu layar menyajikan diagram sebagian jaringan yang dikehendaki operator, dan satu lagi memberikan informasi dalam besaran angka tentang keadaan dan perubahan yang terjadi pada bagian jaringan itu. Pada layar pertama itu juga terdapat sebuah titik cahaya (cursor) yang bisa dikendalikan oleh operator dan tombol berbentuk bola. Jika operator hendak membuka sakelar penghubung di salah satu gardu induk, misalnya ia menggerakkan titik cahaya itu menuju lokasi sakelar di layar televisi. Kemudian ia menekan tombol pelaksanaan dan sakelar di gardu--yang terletak sekian kilometer jauhnya - segera terbuka. Seketika juga lampu indikaror gardu itu di papan peragaan berubah dari hijau menjadi merah. Sementara pelaksanaan proses itu. Langsung direkam oleh alat terletak secara kronologis lengkap dengan jam, menit dan detek terjadinya setiap langkah proses itu. Inti peralatan yang memungkinkan ini semua tentunya sejumlah komputer dan hampir 300 km kabel telepon yang menghubungkan puluhan gardu induk, gardu hubung dan gardu distribusi berfungsi khusus (gardu tengah). Di gardu masing-masing itu terpasang sebuah mikrokomputer EPC 3200 yang berhubungan dengan komputer sejenis di Pusat Pengaturan Distribusi. Jaringan mikrokomputer itu --saat ini ada 64 buah -- menunjang 2 mini komputer MTS 30-60. Satu sebagai standby -- berkapasitas 65.536 kata @ 18 bit (bit=unit isyarat dasar komputer). Selain itu masih banyak lagi berbagai jenis peralatan penunjang. Antara lain sistem komunikasi dengan puluhan pesawat telepon dan radio-telepon yang bisa menunjang dialog operator di pusat dengan petugas di lapangan. Secara otomatis kondisi jaringan distribusi dilaporkan oleh unit komputer di lapangan kepada komputer di Pusat Pengatuan Distribusi. Juga perintah rutin sesuai dengan program komputer induk dikirimkan kepada terminal komputer itu. Setiap saat para operator bisa memonitor dan jika perlu memodifikasi sesuai dengan perkembangan kondisi di lapangan. Tapi Pusat Pengaturan yang modern itu tak mungkin berfungsi jika tak ditopang oleh sistem jaringan distribusi yang disebut spindle, atau unit jaringan kabel suplai berganda. Dulu kabel distribusi di Jakarta dari gardu induk menyebar ke berbagai gardu hubung, selanjutnya ke gardu distribusi dan konsumen. Jika terjadi gangguan, wilayah yang luas terpaksa padam karena suplainya tergantung pada satu saluram Dengan sistem spindle gardu induk dan gardu hubung dihubungi oleh minimal dua kabel. Dalam sistem yang bebannya besar, bahkan ada beberapa kabel. Satu kabel selalu bertindak sebagai cadangan. Ir. Abi Sanroso, Kepala Urusan Operasi Pengatur Distribusi kepada TEMPO menjelaskan bahwa PLN menggunakan "metoda fifty-fifty" untuk cepat menemukan sumber gangguan dan menghidupkan kembali listrik di wilayah pemadaman. Jika terjadi gangguan di suatu wilayah, petugas lapangan tak perlu menyusuri satu demi satu gardu di wilayah itu. Ia langsung menuju ke gardu tengah, tempat ia mengukur kondisii saluran ke arah kiri maupun ke arah kanan gardu itu. Itu asalnya nama "metoda 50%" itu. "Waktu yang dibutuhkan sekarang dalam orde menit dan detik," ujar Ir. Abi. "Dulu dihitung dalam orde jam-jaman." Bagi konsumen yang terpenting ialah listrik di rumahnya tidak byarpet, dan ini juga harapan PLN. Biaya pembangunan Pusat Pengaturan Distribusi itu sekitar Rp 7 milyar. Pemerintah Prancis memberi bantuan sebesar Rp. 62,4 juta (Rp 5,8 milyar) sedang Indonesia menyediakan Rp 1,2 milyar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus