Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aulia Rachmi Kurnia merupakan mahasiswa penyandang tunanetra yang berhasil diterima di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadja Mada UGM. Meski memiliki keterbatasan fisik, kondisi tersebut tak menghambat Aulia dalam menggapai cita-cita dan pendidikan setinggi mungkin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aulia merupakan salah satu dari mahasiswa baru UGM tahun ajaran 2022/2023. Perjuangannya menjalani pendidikan dari tingkat dasar hingga UGM bukan hal yang mudah. Terlebih dengan kondisi fisiknya yang berbeda dengan remaja lain pada umumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aulia merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Muhammad Syukur (53) dan Mira Susanti (45) asal Jakarta. Putri buruh pabrik kayu ini sebelumnya masih bisa melihat, namun sejak kelas 2 SD dia mulai kehilangan indra penglihatannya.
“Saya mulai tidak bisa melihat itu sejak kelas 2 SD,” ungkapnya usai mengikuti upacara penerimaan mahasiswa baru UGM pada Senin, 1 Agustus 2022.
Ia menceritakan kebutaan yang dideritanya bermula saat usia 5 tahun. Kala itu ia mengalami demam yang cukup tinggi dan ada kesalahan dalam pemberian obat yang mengakibatkan kehilangan kesadaran selama 3 minggu. Begitu tersadar, pengelihatannya sudah tidak bisa berfungsi optimal, semuanya terlihat kabur.
Terpaksa Berhenti Sekolah
Kondisi tersebut terus berlangsung hingga Aulia duduk di bangku kelas 1 sekolah dasar. Kala itu, dia mulai kehilangan pengelihatan pada salah satu matanya. Kondisi tak kunjung membaik dan hingga akhirnya ia kehilangan pengelihatannya secara total setahun kemudian.
“Saat tidak bisa melihat saya tidak merasa gimana-gimana. Seperti anak kecil pada umumnya, tetap bermain. Bahkan, naik sepeda karena gak bisa gowes ya pakai kaki aja,” kata gadis kelahiran Jakarta 17 Desember 1998 ini.
Karena kondisinya yang sudah tidak bisa melihat lagi, Aulia terpaksa berhenti sekolah. Sejak 2006, Aulia tidak lagi melanjutkan sekolah karena fokus menjalani pengobatan. Beragam upaya telah ditempuh oleh keluarga untuk kesembuhan Aulia, namun belum bisa mendapatkan hasil yang positif. Akhirnya, keluarga Aulia berusaha untuk ikhlas.
Beruntung, Aulia adalah gadis yang kuat dan tak kenal putus asa. Ia tidak merasa sedih atas kondisi dirinya yang kekuarangan. Semangat Aulia untuk menjalani hidup dan bersekolah layaknya anak-anak lain sangat besar. Ia pun mulai melanjutkan sekolah pada 2014.
Merantau Sejak Kecil
Di tengah keterbatasannya, ia tak ragu untuk sekolah jauh dari ibu kota. Kemauan kuatnya untuk mandiri dan dorongan dari keluarga besarnya akhirnya memantapkan niatnya untuk mencari ilmu hingga ke Yogyakarta.
“Mulai 2014 saya lanjut ke salah satu SLB di Yogyakarta yakni SLB Yaketunis dari bangku SD hingga SMP. Itu awalnya Ayah Ibu kurang setuju karena kan jauh dari rumah, namun om dan tante menyakinkan kami dan buktinya saya berhasil mandiri,” tuturnya.
Lepas bangku SMP, Aulia pun melanjutkan pendidikan ke SMP negeri. Ia masuk melalui jalur afirmasi bagi penyandang disabilitas dan diterima di SMA N 1 Sewon Bantul. Selama menjalani masa SMA dia tidak merasa kesulitan untuk berbaur dengan pelajar lainnya. Ia merasa diterima dengan baik dan tidak sedikit teman yang membantunya selama belajar hingga lulus SMA.
Hobi Olahraga dan Menulis Puisi
Aulia memang anak yang tidak bisa hanya diam berpangku tangan. Selain sekolah ia juga aktif dalam cabang olahraga Goalball atau bola gawang yang dikhususkan bagi tunanetra. Lewat Goalball ini sukses menghantarkannya bersama tim meraih sejumlah prestasi. Beberapa di antaranya adalah juara 1 cabang olahraga Goalball dalam Pekan Olah Raga Daerah (PORDA) DIY tahun 2019 dan juara 3 di Kejuaraan Goalball Tingkat Nasional 2018.
Keinginan untuk mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya tetap membara di hati Aulia. Selepas SMA ia memantapkan hati untuk ikut ujian masuk perguruan tinggi melalui jalur UTBK dengan pilihan pertama di UGM, namun gagal. Tak patah arang, ia kembali mencoba mengikuti ujian lewat jalur CBT UGM. Rupanya hasil tidak mengkhianati usaha, ia diterima di prodi impiannya yakni Sastra Indonesia UGM.
“Saya itu hobi menulis, membuat puisi jadi senang sekali akhirnya bisa diterima di Sastra Indonesia karena disitu saya bisa semakin tertempa,”ucapnya.
Aulia berharap kelak ia dapat menjalani kuliah di UGM dengan lancar. Ia yakin bisa menyelesaikan kuliah dengan baik terlebih dahulu di UGM yang merupakan kampus inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas. Sejak awal mengikuti tes, ia menerima fasilitasi dari UGM seperti pendampingan saat di lokasi dan penyediaan perangkat khusus saat ujian.
“Harapannya dengan kuliah di UGM bisa sukses dan lebih baik ke depannya. Meski dengan kondisi terbatas, yang penting tetap semangat. Jangan pernah menganggap diri kita tidak bisa, kita bisa melakukan apa yang orang umumnya lakukan walau dengan keterbatasan,” katanya.
Baca juga: 7 Bangunan UGM Jadi Cagar Budaya, Mana Saja?