Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Forum Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung dan Forum Orang tua Mahasiswa secara bergantian menemui Komisi X DR RI. Mereka diundang Rapat Dengar Pendapat Umum, Senin, 21 Maret 2022, untuk menyampaikan aspirasi soal masalah yang terjadi di SBM ITB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian memimpin rapat yang dihadiri 25 dari 53 anggota komisi. Sementara rombongan dari Forum Orang tua Mahasiswa SBM ITB berjumlah 15 orang. Mereka mewakili orang tua mahasiswa angkatan 2019, 2020, dan 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara Ali Nurdin mengungkapkan upaya orang tua untuk mencari tahu sebab kisruh di kampus tempat anak-anak mereka kuliah tersebut, yang mencuat sejak November 2021. “Ternyata berkaitan dengan penganggaran di SBM,” katanya dalam tayangan pertemuan yang disiarkan Komisi X DPR RI.
Dari informasi yang diperolehnya, anggaran pendidikan SBM ITB 2021 sebesar Rp 103 miliar dengan jumlah pendapatan dari mahasiswa sekitar Rp 120 miliar. Pada 2022 ada rencana pengurangan anggaran menjadi hanya Rp 94,5 miliar atau berkurang sekitar Rp 8 miliar dari tahun sebelumnya. Sementara pendapatan dari mahasiswa SBM sekitar Rp 157 miliar.
“Yang kami pentingkan adalah mutu pendidikan mahasiswa kami terjamin. Paling tidak sama, syukur-syukur meningkat,” kata Ali.
Adapun dari penjelasan SBM yang diterima forum orang tua mahasiswa, penurunan anggaran sebesar Rp 8,1 miliar itu akan mempengaruhi kualitas pendidikan dengan tidak terpenuhinya standar minimal. “Uangnya kan cukup kenapa harus dikurangi, padahal prinsip pendidikan adalah nirlaba,” ujarnya.
Orang tua lainnya, Pia Akbar Nasution mengatakan, mereka menuntut keadilan karena telah membayar sesuai program dan fasilitas pendidikan yang ditawarkan ketika mendaftar masuk pada 2021. Soal perubahan terintegarasi yang menurut Rektor ITB sudah berjalan selama dua tahun, informasi itu tidak pernah disampaikan ke orang tua ketika mendaftar.
“Sehingga, bagi kami, sangat tidak fair kalau sekarang kami harus menanggung akibatnya,” kata Pia. Jika ada perubahan yang harus dilakukan, menurutnya, sebaiknya tidak sekarang agar tidak merugikan mereka. “Kalau ITB mau menjadikan SBM sama seperti fakultas yang lain artinya biaya dan sebagainya turun, kembalikan uang kami, atau menjadikan fakultas lain sama seperti SBM ITB.”
Anggota Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengatakan berencana mengundang Rektor ITB. Dia menyinggung soal konsep Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi yaitu Kampus Merdeka yang membebaskan kampus untuk membentuk konsep-konsep kemandirian. “Sebetulnya itu sudah ada di SBM ITB, apalagi SBM ITB tidak mendapat APBN murni, semua dari pembiayaan swakelola,” ujarnya.
Dalam pertemuan dengan Komisi X DPR siang harinya, Koordinator Forum Dosen SBM ITB Jann Hidajat menjelaskan, Statuta ITB menyatakan bahwa yang berhak mengeluarkan peraturan di ITB adalah Majelis Wali Amanat, Senat Akademik dan Rektor. Sejak berdiri, SBM beroperasi berdasar Peraturan Dekan karena Peraturan Rektor sebagai payung hukum operasional SBM belum pernah dibuat.
Mereka berharap Rektor membuat payung hukum untuk operasional SBM. “Bukan untuk mencabut swakelola SBM ITB,” Kata Jann.
Rektor ITB Reini D. Wirahadikusumah mengeluarkan Peraturan Rektor Nomor 1165 Tahun 2021 tentang Standar Biaya, Peraturan Rektor Nomor 1162 Tahun 2021, dan Peraturan Rektor Nomor 25620 Tahun 2021 tentang Tata Kelola. Bagi Forum Dosen SBM ITB, peraturan itu mencabut hak otonomi dan swakelola yang melekat sejak SBM didirikan pada 2003. Mereka juga mengkhawatirkan turunnya standar internasional di kampus itu yang telah meraih akreditasi dari Association to Advance Collegiate Schools of Business (AACSB).
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.