Varietas baru kentang dikembangkan di Lembang. Bibitnya bisa ditanam di dataran rendah, selain ditumpangsarikan. KENTANG dari Lembang, sebentar lagi, ditanam di dataran rendah. Juga bisa ditumpangsarikan bersama padi di sawah. Aba-aba ini dicetuskan dalam Konperensi Asosiasi Kentang Asia III di Hotel Savoy Homann, Bandung. Konperensi yang dihadiri ahli kentang dari 21 negara itu, Senin hingga Kamis pekan silam, menyajikan 150 makalah. Topiknya, "Masalah Kentang Dalam Abad Ke-21". Ada empat aspek yang muncul dalam pertemuan itu. Yakni, usaha pembibitan kentang, industri makanan kentang di Asia, produksi yang berlanjut, dan penciptaan varietas baru. Buat Indonesia, kentang (Sonalum tuberosum) diharapkan menjadi tanaman utama pengganti padi. "Banyak keuntungan strategis dimiliki tanaman ini," kata Ir. Sudjoko Sahat, Presiden Asosiasi Kentang Asia. Tanaman suku terung-terungan yang berasal dari Amerika Latin (Cili, Peru, dan Meksiko) ini berkembang ke Asia sekitar abad ke-16. Ditanam di Cimahi, Bandung, baru pada 1794. Tumbuhnya pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut, walau biasanya ditanam pada ketinggian 300-700 meter. Sekarang ini areal kentang di Indonesia baru 35.000 ha. Pada 1990, total produksinya 270.000 ton. Dari jumlah itu, 14% atau 29 ribu ton diekspor ke Malaysia dan Singapura. Produksi seret, antara lain, karena kentang belum primadona di kalangan petani. "Akibatnya, ekspornya belum menembus pasaran mancanegara," kata Dirjen Tanaman Pangan Dr. Dudung Abdul Adjid. Kentang yang intim dengan petani adalah jenis table potato, dari varietas Granola asal Belanda. Granola beken karena akrab di meja makan- seperti untuk sop, perkedel, siomay, sayuran. "Granola, atau varietas lokal, yang banyak ditanam petani kita ini, tingkat kekeringannya 16,7 persen," kata Sudjoko Sahat, 46 tahun. Karena tingkat kekeringannya rendah, Granola tak kriyak-kriyak bila digoreng. Ketika restoran fast food berkembang di sini, akhir 1970-an, permintaan kentang kriyak-kriyak, yaitu jenis processing potato, mulai membesar. Sekarang kebutuhan kentang potongan yang dikemas khusus, yang tingkat kekeringannya 20-24 persen, mencapai 800 ton. Sayang, kebutuhan itu masih diimpor. Petani memang belum mampu menanam kentang french fries. Berangkat dari situ, kemudian Sudjoko, yang juga Koordinator Benih dan Plasma Nutfah di Balai Penelitian Hortikultura Lembang, Bandung, berupaya mendapatkan varietas baru yang bisa beradaptasi luas. "Ini bisa dicapai dengan penyilangan antara berbagai varietas, dari Eropa atau dari mana saja," katanya. Namun, menemukan varietas unggul yang cocok ditanam di sini tak segampang membuka Kotak Pandora. Untuk satu varietas saja diperlukan riset tiga tahun. Bila tahun pertama baik, kemudian dicoba lagi pada tahun kedua di 10 tempat berbeda. Jika hasil itu baik, baru pada tahun ketiga disebarkan untuk petani. Pada 1993, penyilangan dan adaptasi jenis Diamant, Morene, dan Mondial yang bisa kriyak-kriyak baru bisa meluas disebar. Dari tiga tempat percobaan penanamannya, di Bandung, Lembang, dan Wonosobo, per hektare mencapai 25-27 ton. Kentang jenis baru ini belum diberi nama, karena untuk itu belum dipikirkan. Sejak 1980-an, Balai Penelitian Hortikultura Lembang telah menelurkan tiga varietas baru, jenis table potato, yang dinamai Cipanas, Segunung, dan Kosima. Menanam kentang bisa dengan biji atau umbi. Solama ini, menanam dengan umbi (yang kecil) memang lebih populer. Penanaman dengan biji baru dua tahun terakhir ini. Tiap hektare membutuhkan bibit umbi 1,5 ton, dengan harga berkisar Rp 2.000 per kilogram. Sedangkan biji kentang impor dari Amerika dan Eropa, harganya sekitar Rp 700 ribu per ons, untuk ditanam pada lahan seluas satu hektare. "Sebabnya diimpor, karena kentang di sini jarang sampai berbunga. Ia hanya dapat berbunga di iklim subtropis, seperti di Amerika dan Eropa," kata Sudjoko. Belakangan, Filipina juga mengembangkan biji kentang dari bunga. Kelemahan menanam bijinya adalah masa panennya yang panjang, sekitar 132 hari. Jika dengan umbi, 120 hari. Tapi, ditilik dari jumlah produksi, lebih menguntungkan kalau menanam biji. Umbinya bisa seragam, dan besar. Upaya lain dari balai penelitian di Lembang itu menurunkan tingkat ketinggian penanaman kentang. Misalnya, menjadi sekitar 200 meter di atas permukaan laut. Selain itu, kentang juga bisa ditumpangsarikan bersama padi. Agaknya, kentang tidak mau kalah dengan bawang putih. Varietas baru bawang putih yang bisa ditanam di dataran rendah ditemukan, dan disebar kepada petani, seperti yang sudah ditanam di Bantul, Yogyakarta. Jika kentang segera dapat giliran ditanam di daratan rendah, sekitar 250 ribu hektare lahan siap ditanami. "Diharapkan pada 1993 berhasil," ujar Sudjoko. Harapannya ini didukung ahli kentang dari Belanda Daniel Coumou, 46 tahun. Direktur Lembaga Penelitian Kentang NIVAA (NederIands Voorlichtingsinstituut voor Aardappelen) ini menilai keinginan Sudjoko itu bukan im- pian. Tumpang sari dengan padi tidak musykil, "Asal diadaptasikan di daerah tujuan lebih dari setahun. Lembaga di Lembang siap untuk itu," ujarnya. Sebagai contoh, Coumou, yang punya pengalaman 23 tahun mengurus kentang, menyebut varietas Spunty di Madagaskar. "Iklim di sini tidak jauh berbeda, kenapa tak bisa," katanya. Spunty dan Diamant diunggulkan oleh NIVAA. Produknya melimpah, bisa 30 ton per hektare. Di samping tahan penyakit, adaptasi terhadap berbagai jenis tanah, juga maturitasnya (masa panen) cepat, yaitu tidak sampai 100 hari. Coumou beralasan bangga kepada dua jenis kentang dari Belanda itu. Negerinya kini pengekspor terbesar kentang (70%) di dunia. Tiap satu jam, satu truk penuh kentang melintas dari perbatasan Belanda. Selain itu, di NIVAA, kini ada 249 varietas yang siap diadaptasi ke mancanegara. NIVAA punya 80 stasiun penelitian di 80 negara, termasuk Indonesia. Selain balai penelitian kentang di Lembang, ada pula Haji Mohamad Adung di Pangalengan, Bandung. Petani ini juga sibuk meneliti. Ia bisa bereksperimen dengan varietas tertentu, dan mengadaptasi varietas luar negeri, seperti dari Amerika. "Saya sedang meneliti lima varietas unggul yang masih dirahasiakan," tuturnya. Belakangan ini, rumah Haji Adung, 46 tahun, seperti markas. Banyak penelitian calon sarjana dan calon doktor pertanian yang menimba ilmu di ladang Haji Adung. Pemilik PD Hikmah yang mempekerjakan 260 pegawai ini punya lahan 80 hektare. Mirip petani kentang di Belanda, Adung memanen 3 kali setahun. Satu hektare rata-rata produksinya 20 ton. Ia juga melayani penjualan bibit kentang, Rp 1.500 sekilogram. Widi Yarmanto dan Achmad Novian
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini