Pembangunan dan Demokrasi MOHAMMAD ANSORI NAWAWI* MEMANG benar, demokrasi memerlukan lembaga-lembaga dan budaya demokrasi. Perkembangannya merupakan proses perkembangan perlembagaan dan kebudayaan demokrasi itu sendiri. Sayangnya, lembaga-lembaga dan budaya politik demokrasi bukanlah hasil pembinaan dan pemupukan yang disengaja. Ia timbul dan tumbuh tanpa asuhan, langsung dari kancah politik, ekonomi, dan sosial. Demokratisasi adalah gejala kongkret dinamika kehidupan masyarakat tertentu. Pada dasarnya, demokrasi adalah hasil pembatasan kekuasaan dan penjinakan wewenang (otoritas). Yang dipersoalkan bukanlah keampuhan wewenang. Padahal, semua lembaga, terutama negara, termasuk perusahaan dan keluarga, memerlukan wewenang yang ampuh. Tanpa itu, usaha-usahanya akan gagal, kehidupan akan kacau dan terancam. Yang menjadi persoalan pokok adalah sejauh mana wewenang negara dikuasai oleh suatu kelompok atau golongan tertentu. Suatu kelompok atau golongan disebut menguasai wewenang negara jika kelompok atau golongan itu punya cukup kuasa untuk menentukan garis-garis kebijaksanaan negara menurut pandangan dan kepentingannya sendiri. Pembatasan kekuasaan inilah yang menandai adanya demokratisasi. Dengan demikian, wewenang bisa menjadi jinak. Wewenang yang jinak memang wewenang yang terlembaga. Namun, pelembagaan itu sendiri hanya mencegah kesewenang-wenangan. Pelembagaan itu sendiri belum tentu merupakan pembatasan kekuasaan, dan lembaga-lembaga demokrasi hanya cermin pembatasan kekuasaan, bukan alat untuk membatasinya. Begitu pula dengan kebebasan yang biasanya dianggap sebagai petunjuk adanya budaya politik demokrasi. Kebebasan semacam itu hanya mungkin terjadi bila wewenang pemerintah telah jinak. Memang, kebebasan itu sendiri dapat membatasi penguasaan wewenang. Namun, perlu diingat bahwa kecil kemungkinan pembatasan kekuasaan tercapai hanya dengan menuntut kebebasan yang luas. Jarang sekali ada penguasa yang rela memenuhi anjuran atau desakan agar kekuasaannya dibatasi. Jadi, yang paling utama adalah pembatasan kekuasaan pemerintahan. Hal ini amat sulit dan rumit. Pengalaman sejarah yang telah menjadi hukum dasar ilmu politik menunjukkan bahwa kekuasaan hanya dapat dibatasi oleh kekuasaan. Artinya, pembatasan kekuasaan hanya akan terjadi jika timbul kelompok atau golongan dalam masyarakat yang mampu mengimbangi kekuatan kelompok atau golongan yang sedang berkuasa. Ini tentu saja menghadapkan kepada suatu dilema. Terjadinya pengimbangan kekuasaan mungkin tak mengakibatkan penjinakan wewenang. Yang terjadi, mungkin, sekadar penggantian pemegang kekuasaan. Kelompok yang sedang berkuasa digantikan oleh kelompok lain. Bisa terjadi, kekuasaannya lebih besar. Sebaliknya, bila penguasa baru lebih dari satu kelompok yang masing-masing tak mampu menguasai wewenang negara, ada kemungkinan timbul ketidakstabilan atau kelumpuhan politik. Namun, ada lagi yang lebih berbahaya bila tak ada satu kelompok atau golongan pun yang mampu berkuasa. Ini bisa mengancam kesatuan bangsa. Untuk mengatasi dilema itu, diperlukan tampilnya kelompok atau golongan yang bukan hanya mampu membatasi kekuasaan yang sedang berkuasa, tapi juga perlu kesediaan dan kemampuan kelompok itu untuk bekerja sama dengan kelompok yang sedang berkuasa untuk mempertahankan dan memperkukuh keampuhan wewenang pemerintahan. Pendeknya, syarat mutlak untuk demokratisasi adalah munculnya kelompok dalam masyarakat yang mampu ikut serta dalam kekuasaan, sekaligus membantunya untuk mempertahankan keampuhan wewenang pemerintahan. Keadaan demikian hanya dapat dicapai lewat proses pembangunan. Pembangunan yang sejati kiranya tak hanya meningkat- kan atau menggemukkan jumlah produksi atau pendapatan nasional, tetapi produksi dan pendapatan nasional tetap penting sebagai hasil langsung usaha, daya kerja, dan produktivitas masyarakat mayoritas. Pembangunan yang sejati, pertama-tama, akan menambah ketergantungan keuangan pemerintah kepada sebagian besar rakyat. Ini penting sekali karena keuangan pemerintah yang dikuasai suatu kelompok atau golongan tak bergantung langsung pada mayoritas rakyat. Justru rakyat mayoritaslah yang bergantung pada pemerintah yang mendapatkan uang dari sumber-sumber dalam negeri yang gampang dikuasai atau luar negeri. Proses pembangunan sejati memerlukan peningkatan inisiatif, kegiatan berusaha, dan disiplin rakyatnya. Ini akan mendorong lahirnya kelompok-kelompok di dalam masyarakat di seluruh negara untuk tampil sebagai kekuatan ekonomi yang memadai. Pada giliran selanjutnya, kekuatan ekonomi bisa menjelma menjadi kekuatan politik. Yang lebih penting, kekuatan ekonomi atau politik lazimnya bergantung pada keampuhan wewenang pemerintahan. Tanpa kestabilan pemerintahan, tak mungkin ada keselamatan dan kepastian berusaha. Sarana ekonomi yang diperlukan pun tak mungkin berkembang. Tambah lagi, partisipasi mayoritas rakyat dalam pembangunan akan memperkukuh kesadaran persatuan nasional. Rasa kebangsaan berlandaskan kepuasan atas manfaat bagi kehidupan sebangsanya. Pembangunan yang merata dan menyeluruh pun akan memperluas jaring komunikasi, kesadaran saling bergantung, dan keterbukaan struktur sosial. Semua itu akan mengurangi sentimen keunikan, keterpisahan, dan keterasingan. Kesimpulannya, dalam memperbincangkan demokratisasi, yang paling penting ialah pengamatan dan penilaian kebijaksanaan pembangunan. Hanya pembangunanlah yang dapat membina landasan demokratisasi yang kuat dan mantap. * Penulis adalah guru besar luar biasa Universitas Clark dan Northeastern, AS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini