Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Pemimpin Redaksi atau Pemred Tempo.co dan Majalah Tempo Wahyu Dhyatmika berbagi kiat wawancara untuk mengumpulkan informasi berita. Kiat itu ia sampaikan saat mengisi Pelatihan Jurnalistik secara daring pada Jumat, 3 Juni 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelatihan ini merupakan rangkaian dari pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di 34 kota atau provinsi di Indonesia atas fasilitas Dewan Pers yang didukung Pemerintah melalui Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) dan ditaja oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) berkolaborasi dengan Tempo Media Group. Pelatihan diikuti sebanyak 59 wartawan dari berbagai media online dan surat kabar di wilayah Provinsi Bangka Belitung serta koresponden media nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kesempatannya Wahyu menyampaikan tentang Teknik Wawancara dan Penulisan Berita. Menurutnya, wartawan harus mampu mengklasifikasi narasumber saat hendak mewawancara. Dengan demikian, wartawan secara tak langsung harus mengetahui persoalan informasi yang akan ditanyakan. Ada 3 macam klasifikasi narasumber, yaitu primer, sekunder, dan tersier.
Narasumber primer merupakan sumber informasi utama. Mereka biasanya langsung dalam suatu peristiwa atau kejadian. Bisa merupakan orang pertama yang melihat kejadian atau orang yang memiliki otoritas dan wewenang memberi keterangan atas suatu peristiwa. Sedangkan narasumber sekunder merupakan bukan sumber informasi utama tapi memiliki pengetahuan atas suatu peristiwa. Sementara narasumber tersier adalah seseorang yang tidak ada hubungan secara pribadi atas peristiwa, tapi memiliki pengetahuan atau memahami konteks masalah, misalnya pengamat.
“Narasumber tersebut memiliki peran dan posisi masing-masing. Mana yang paling penting dalam pemberitaan, tentu saja narasumber primer,” kata pria yang akrab disapa Komang ini.
Wahyu mengatakan, wartawan harus pula mengetahui dan menguasai teknis wawancara. Misalnya, wawancara yang bertujuan menggali sebuah kasus, tentu berbeda dengan wawancara yang bersifat konfirmasi. Begitu juga wawancara jenis konfirmasi tidak sama dengan wawancara kategori verifikasi. Pun wawancara bertujuan mendapatkan pengakuan, berbeda dengan menggali informasi. “Masing-masing membutuhkan persiapan,” kata dia.
Wahyu lantas memberikan kiat wawancara kepada peserta pelatihan. Salah satunya adalah membuat narasumber merasa nyaman ketika menjelaskan. Kenyamanan biasanya dipengaruhi oleh dua hal. Pertama persepsi narasumber terhadap pewawancara. Jika persepsi itu positif atau baik, maka narasumber akan merasa nyaman memberi penjelasan. Sebaliknya, jika persepsi narasumber buruk terhadap wartawan atau medianya, kemungkinan kurang nyaman menjelaskan hal penting kepada pewawancara.
Menurut Wahyu, biasanya narasumber bersedia diwawancara karena faktor pewawancara atau performa wartawan. Misalnya, narasumber kurang yakin wartawan yang hendak dilayani bisa dipercaya atau tidak. Wartawan yang hendak menemui narasumber mampu tidak menjelaskan kompleksitas informasi secara faktual dan berimbang. “Narasumber juga biasanya mempertimbangkan wartawan yang hendak mewawancarainya, sejauh mana integritasnya, termasuk medianya”.
Wahyu Dhyatmika berpesan, wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik harus independen sebagaimana tercantum dalam Kode Etik Jurnalistik. Maksudnya, wartawan tidak mudah diatur oleh siapa pun, tapi tetap mampu membangun hubungan dengan siapa saja. Hubungan baik tidak sampai menimbulkan wartawan menjadi terikat atau tersandera oleh narasumber. “Kepentingan pribadi harus dijauhkan meski narasumber itu teman dekat. Yang diutamakan hanyalah hubungan untuk kepentingan publik,” kata dia.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.