Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mata jeli sang pustakawati

Kitab suci berjudul chikchi singyong dengan huruf kanji ditemukan pak pyong-sen, pustakawati, di perpustakaan nasional prancis.buku tsb dicetak dengan teknik letter zet logam terbit tahun 1377.

22 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MATA jeli Pak Pyong-sen, seorang wanita Korea yang bekerja sebagai pustakawati pada Perpustakaan Nasional Perancis, mungkin harus merubah catatan tentang sejarah buku dan teknik percetakan yang selama ini ditulis. Pyong-sen yang bertugas sejak 1967, ketika sedang membereskan buku-buku klasik Korea yang telah tertumpuk selama puluhan tahun, menemukan suatu buku kuno. Itu sebuah kitab suci berjudul Chikchi Simgyong, alias Tripitaka versi Korea, ditulis dengan huruf Tionghoa (Kanji) dan diterbitkan tahun 1377. Masa itu merupakan zaman pemerintahan Raja Woo dari Dinasti Koryo (918-1392). Si pustakawati kemudian mempertunjukkan buku itu pada Pameran Sejarah Buku yang sedang diadakan oleh perpustakaan. Ditemukannya Chikchi Simgyong telah mendorong diadakannya penelitian di Korea tentang teknik percetakan masa kuno dan bibliografi. Diketahui bahwa ilmu cetak-mencetak adalah hal yang paling dasar sebagai pendorong perkembangan kebudayaan. Pada tahun 1891, Maurice Courant, yang pernah bekerja sebagai sekretaris pada Kedutaan Perancis di Korea pada masa dinasti terakhir Yi, menulis sebuah bibliografi tentang Korea. Dalam karyanya Courant memperkenalkan buku suci tersebut. Dikatakannya bahwa kitab itu dicetak dengan teknik pencetakan letter zet dan dikerjakan pada tahun 1377 di kuil Hungdoksa, di Chongju, 74 mil sebelah Selatan Seoul. Menurut para sejarawan Korea, kitab itu adalah salah satu dari sekian banyak benda-benda kuno yang dirampok oleh serdadu-serdadu Perancis ketika mereka menyerbu Pulau Kangwa yang terletak di pantai barat, pada akhir abad ke-19. Kemungkinan lain adalah bahwa seorang diplomat yang pernah bertugas di Seoul, telah membawanya ke Perancis. Tetapi karena di pantai Pulau Kangwa ada ruangan di bawah air tempat penyimpanan naskah-naskah kuno, besar kemungkinan buku itu memang terbawa ke Eropa sebagai hasil rampokan. Berikut ini adalah riwayat sekitar dicetaknya buku tersebut. Dinasti Koryo selalu mendapat gang guan dari suku-suku pengembara dari luar perbatasan, terutama orang Tartar dan Mongol. Tahun 1213, raja mengungsi ke Pulau Kangwa karena serangan bangsa Mongol. Ia meminta pertolongan dari para pendeta Bud untuk mengusir musuh. Karena suatu hasil karya yang baik diperlukan sebagai penopang bujukan itu, maka raja memerintahkan untuk membuat papan-papan yang diukir, sebagai alat cetak buku-buku suci Buda. Teknik mengukir tulisan pada papan dengan demikian berkembang pesat pada masa itu. Akhirnya, pada masa pemerintahan Raja Kojong (1214- 1260), sebanyak 81.258 papan cetakan dapat dibuat. Semuanya ada di Pulau Kangwa. Papan-papan cetak itu dipelihara sebagai harta berharga di sebuah kuil yang bernama Haein-sa, sebelah Tenggara Seoul. Sayang ada di antaranya yang dirusak oleh tentara Hideyoshi dari Jepang yang datang menyerang Korea pada abad ke 16. Menurut seorang sarjana ahli agama Buda di Korea, Chikchi Simgyong, yang sekaligus membuktikan bahwa Dinasti Koryo sangat dipengaruhi para pendeta Buda yang bermain di belakang layar, adalah sebuah kitab yang berisi peraturan tentang disiplin Budisme Zen. Sekte itu paling berpengaruh dalam agama Buda. Di Tiongkok namanya Chan, di Korea Son dan di Jepang Zen. Narna Zen lah yang paling dikenal di dunia Barat. Kata itu sendiri sebenarnya berarti 'meditasi' dan sekte ini sangat menekankan praktek meditasi seperti yang diajarkan pe,ndeta sucinya Popchong. Sekte Son mulai dikenal di Korea pada masa Dinasti Silla (57-953), salah satu dari tiga dinasti yang memerintah pada masa kuno. Ini dimulai dengan kembalinya pendeta Pobnang dari Tiongkok di pertengahan abad ke-7. Pada masa itu pendeta-pendeta Buda harus pergi belajar ke Tiongkok dan tinggal di sana sampai puluhan tahun. Perlu Dirobah Syahdan, Johannes Gutenberg (1398-1468) sampai saat ini dikenal sebagai orang pertama di dunia yang menemukan cara mencetak dengan logam. Tapi kenyataan bahwa Chikchi Simgyong dicetak dengan cara letter zet logam membuktikan bahwa orang-orang Korea sebenarnya telah menggunakan teknik ini 75 tahun lebih pagi dari Cutenberg. Tambahan lagi Sipchilsachan Kogumtongyo, sebuah kitab yang berasal dari Korea mengenai sejarah Tiongkok, dicetak dengan cara pencetakan logam pula pada 1403. Ini berarti lebih dari 53 tahun mendahului Kitab Injil Mazarin atau Injil Gutenberg yang terkenal itu. Toh masih ada lagi. Tercatat dalam sejarah Korea adalah Sangjong Yemun, sebuah buku mengenai tata cara, juga dicetak dengan letter zet logam, terbit tahun 1232. Sayangnya buku ini sudah tidak bisa didapatkan lagi. Buku-buku sejarah baku pada saat ini mengatakan: "Gutenberg adalah orang pertama yang menemukan teknik mencetak letter zet dengan logam. Ini berarti bahwa teknik cetak jadi praktis". Sekarang kalimat itu perlu dirubah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus