Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angin dan matahari adalah anugerah tak terbatas. Dan di Desa Oeledo, anugerah itu berubah menjadi keajaiban. Berkat angin dan sang surya, desa terpencil di tepi Selat Timor, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur itu kini tak lagi sunyi, malam-malam tak lagi gelap. Di antara suara deburan ombak di pantai Oeledo, masih ada sayup-sayup suara radio yang mengalir dari celah-celah dinding kayu rumah penduduk. Dan di tengah desa yang senyap, acap terdengar suara printer dot matrix kuno berderik-derik dari bilik warung telepon.
Semua itu bisa terjadi berkat adanya listrik, meski kabel PLN tak pernah menjalar ke desa gersang dan miskin itu. Inilah listrik yang lahir dari perkawinan sang angin dan matahari. Listrik yang seketika mengubah irama hidup desa yang semula hanya mengenal satu jenis pekerjaan: bertani padi gogo-rancah, atau sesekali menderas gula aren.
Berkat listrik, warga Oeledo kini mulai mengenal industri rumahan. Ada yang mengadu untung membuka usaha bisnis kain tenun, ada pula yang menjadi pengusaha kerajinan mebel, hingga pabrik es batu untuk pengawetan ikan.
"Kehadiran listrik telah mengubah hidup saya," kata Meri, warga Oeledo. Sebelum ada listrik di rumahnya, perempuan 37 tahun itu hanya seorang petani. Kini dia telah menjelma jadi wanita pebisnis. Dialah yang memimpin kelompok ibu-ibu penenun setelah industri pembuatan kain bermunculan.
Di sela-sela waktunya, dia juga mengurusi permohonan simpan-pinjam para nasabah bank di desanya. Tentu bukan bank besar seperti yang ada di kota. Bank ini awalnya adalah kantor "PLN Oeledo" yang dibentuk secara swadaya oleh warga setempat untuk mengelola tagihan listrik. Belakangan, duit dari tagihan listrik melimpah, kantor "PLN" ini pun menjadi bank desa dengan dana simpanan mencapai Rp 200 juta.
Semua ladang rezeki baru itu adalah buah dari kehadiran pembangkit listrik tenaga hibrida?angin dan matahari?yang ada di bibir pantai desa mereka. Teknologi hibrida itu terbilang baru. Di Indonesia, Oeledo adalah desa pertama yang menggunakannya. Di dunia, negara yang menerapkan teknologi ini jumlahnya masih dalam hitungan jari tangan.
Dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga angin saja maupun tenaga matahari saja, teknologi hibrida ini jelas lebih unggul karena tak sepenuhnya bergantung pada matahari. Maka, bila langit mendung, atau malam tiba dan matahari lenyap, pembangkit listrik akan digerakkan oleh kincir angin. Listrik pun tetap mengalir.
Sebaliknya, ketika angin sedang loyo berembus, panel-panel sel surya penangkap sinar matahari bisa terus memasok listrik. "Pembangkit ini cocok untuk daerah yang cuacanya sering berubah," kata Guiseppe, doktor dari perusahaan listrik Italia, ENEL, yang menjadi konsultan proyek ini.
Karena keunggulan inilah, proyek listrik tenaga angin dan matahari ini pada 8 Juni lalu meraih gelar juara pertama lomba pembangkit energi baru yang ramah lingkungan di tingkat ASEAN. Penghargaan itu diberikan bertepatan dengan acara sidang menteri-menteri ASEAN bidang energi dan mineral yang berlangsung di Chiang Mai, Thailand. Bahkan teknologi ini kini telah dijadikan model bagi sedikitnya 32 negara di Asia dan Afrika.
Teknologi pembangkit listrik ini sebenarnya tak rumit. Ia terdiri dari tiga bagian utama: kincir angin, panel berisi sel surya, dan penyimpan listrik. Ketika angin bertiup, bilah-bilah kincir itu akan bergerak memutar dinamo yang membangkitkan arus listrik. Listrik ini kemudian disalurkan ke bagian penyimpanan yang berupa sejumlah aki mobil.
Pada saat yang sama, ketika matahari bersinar, panel sel surya menangkap sinar untuk diubah juga menjadi listrik. Panel ini berisi sel photovoltaic yang terbuat dari dua lapis silikon. Ketika terkena sinar matahari, dua lapisan silikon ini akan menghasilkan ion positif dan negatif, dan listrik pun tercipta.
Listrik dari panel surya dan kincir angin itu masih berupa arus searah (direct current, DC). Padahal alat rumah tangga seperti televisi, radio, setrika, gergaji, kulkas membutuhkan listrik berarus bolak-balik (alternating current, AC). Untuk itulah dibutuhkan inverter, pengubah arus DC menjadi AC 220 volt. Pembangkit listrik itu bisa menghasilkan daya 50 kilowatt?cukup untuk 600 rumah. Saat ini baru 127 kepala keluarga yang berlangganan listrik itu. Masing-masing mendapat jatah listrik 450 watt dan membayar Rp 5.000 per bulan.
Pembangkit listrik murah ini dibangun pada 1997 oleh E7 (konsorsium perusahaan listrik dari tujuh negara maju, yakni Kanada, Prancis, Jerman, Jepang, Italia, Inggris, dan Amerika Serikat). Desa Oeledo dipilih karena terisolasi, punya potensi angin dan matahari yang cukup, serta belum ada listrik dari PLN.
Yulius menuturkan, sebelum ada listrik, mayoritas penduduknya hidup nelangsa. Mereka cuma petani ladang dan sesekali mengambil gula dari pohon aren. "Pendapatan rata-rata keluarga di Oeledo itu per bulan cuma Rp 62.500," ujar Yulius Lopo, kepala desa setempat. Rumah penduduk pun hampir semuanya berdinding pelepah aren dan berlantai tanah.
Ketika listrik mulai menerangi desa, kehidupan warga Oeledo pun membaik. Mesin jahit, alat tenun, gergaji listrik mulai berderak. Industri rumahan pun tumbuh. "Pendapatan tiap keluarga di Oeledo sekarang meningkat menjadi Rp 650 ribu-Rp 1 juta per bulan," kata Susi M.D. Katipana, Direktur Women in Transitional Foundation, organisasi nirlaba yang ditunjuk menjadi pendamping proyek listrik itu.
Angin telah meniupkan perubahan di Oeledo. Desirnya beradu dengan alunan lagu grup Scorpion, Wind of Change, yang keluar dari radio penduduk. "... Take me to the magic of the moment on a glory night. Where the children of tomorrow dream away...."
Burhan Sholihin/Jems Fortuna (Kupang)
Berpacu Membikin Listrik Hijau
Di tengah krisis energi listrik yang mengancam dunia, listrik hibrida adalah alternatif yang menjanjikan. Di Belanda, sejak tahun 2001 perusahaan listrik setempat telah menjual listrik hijau?ini sebutan untuk listrik yang diproduksi secara ramah lingkungan dari sumber energi abadi seperti angin atau matahari. Harga listrik hijau ini memang lebih mahal ketimbang listrik biasa ("abu-abu"), tapi peminatnya terus meningkat. Pada 2010 nanti, Negeri Kincir Angin itu berharap pemakaian listrik hijau mencapai 10 persen dari keseluruhan pemakaian listrik.
Amerika Serikat lebih maju lagi. Mereka telah membangun pembangkit listrik tenaga angin terbesar di dunia. Di sini telah dibangun 460 kincir angin yang ditanam di kawasan 130 kilometer persegi, membentang dari Oregon hingga Washington.
India juga tak mau ketinggalan. India adalah satu-satunya negara di Asia yang memiliki kementerian energi nonkonvensional. Tugas sang menteri adalah mengurusi listrik dari angin dan matahari. Kini India telah menjadi produsen pembangkit listrik tenaga angin dan matahari nomor lima dunia. Mereka juga menduduki peringkat keempat dalam hal pemakaian generator listrik tenaga surya.
Di negara kita? Di sini, angin dan matahari lebih populer sebagai karunia alam untuk bermain layang-layang dan mengeringkan jemuran.
BS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo