Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
INTERNET merupakan berkah sekaligus kutukan. Selain manfaatnya berjibun, jaringan global ini menjadi lahan subur kriminalitas dengan modus yang selalu berkembang. Yang terbaru? Aksi pencurian identitas. Kini sedang marak pencurian nama, alamat, nomor telepon, nomor kartu jaminan sosial, dan bahkan nomor kartu kredit orang lain untuk disalahgunakan.
Korban yang pertama kali mengungkap kasusnya adalah Jonathan (bukan nama sebenarnya). Kepada situs Tech Live, warga California, Amerika Serikat, ini mengaku identitasnya disalahgunakan seseorang selama dua tahun terakhir. Bukan cuma nama dan alamatnya yang dicuri, tapi juga nomor telepon rumah, nomor kartu jaminan sosial, alamat e-mail, dan nomor kartu kreditnya.
Dia baru sadar ketika suatu hari dikontak oleh Verizon, sebuah perusahaan telekomunikasi di Amerika Serikat. Perusahaan ini hendak melakukan verifikasi data pribadi Jonathan karena ada permintaan berlangganan atas namanya. Padahal Jonathan merasa tak pernah sekali pun mengirimkan formulir pendaftaran. Menyadari identitasnya dicatut, buru-buru Jonathan membatalkan registrasi.Untuk sementara, penyalahgunaan identitas bisa dicegah.
Hanya, enam bulan kemudian, Jonathan benar-benar kelimpungan. Seseorang kembali menyalahgunakan identitas dirinya. Kali ini ongkosnya cukup mahal. Ia menerima tagihan Rp 12 juta untuk pembicaraan lewat telepon seluler yang belum dibayar selama enam bulan.
Jonathan bukan korban satu-satunya. Dua pekan silam, Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat dan lembaga analis pasar Aberdeen Group mengungkapkan, ada hampir 100 ribu kasus pencurian identitas tahun lalu. Total kerugiannya ditaksir lebih dari Rp 772 triliun. Kedua lembaga itu meramalkan, aksi kriminal lewat internet ini melonjak drastis tahun ini di seluruh dunia.
Bagaimana identitas seseorang bisa dicuri? Dibeberkan oleh situs internetnews.com, biang keroknya adalah para spammer. Mereka rajin mengirimkan e-mail berisi, umumnya, penawaran suatu barang atau jasa. Salah satu contohnya adalah e-mail dari seorang spammer yang beralamat "[email protected]", yang menjajakan satu paket peranti lunak Norton SystemWorks 2003 Software Suite-Professional Edition.
Paket berisi lima program itu?yakni Norton AntiVirus 2003, Norton Ghost 2003, GoBack 3 Personal Edition, Norton Utilities 2003, dan Norton CleanSweep 2003?cuma dijajakan US$ 39,9 atau sekitar Rp 350 ribu. Padahal harga normalnya sekitar Rp 620 ribu. Sekilas, tawaran ini cukup menggoda. Tapi, begitu orang tertarik dan mengisi formulir pembelian lewat internet, itu sama saja dengan menyodorkan semua identitas dirinya kepada para pencoleng di jagat maya. Tak jarang pula spammer akan mengumbar identitas pembeli ke mana-mana, termasuk memajangnya di internet, sehingga siapa pun bisa melihatnya.
Salah satu gerai di internet yang dioperasikan oleh para spammer itu adalah salesscape.com. Alamat ini punya pranala terhubung dengan situs yang memamerkan daftar ratusan pesanan pelanggannya dalam format dokumen ".txt". Di situ tercantum nama pembeli, jenis barang yang dibeli, alamat, nomor telepon, dan bahkan alamat surat elektronik pembeli. Dari sinilah para spammer dan carder (pembobol kartu kredit) memperoleh pintu masuk dan memulai kejahatan baru.
Bagaimana menangkalnya? Para pemakai internet sebaiknya harus selalu waspada bila membeli barang yang ditawarkan melalui e-mail. Pastikan identitas Anda tidak akan jatuh ke para pencoleng di dunia maya.
Wicaksono
Langkah Pencegahan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 1 Januari 2001 PODCAST REKOMENDASI TEMPO sains teknologi-dan-inovasi Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |