TELEVISI bukan barang mewah lagi. Di pelosok desa dan di sudut kota, kotak bergambar dan bersuara itu sudah tak dianggap benda langka. Namun, jangkauan pelayanan stasiun TVRI, di pusat dan daerah, memang terbatas -- masih sekitar 64% wilayah Indonesia yang belum bisa menikmatinya. Gelombang TVRI belum mencapainya. Kawasan "bebas TVRI" itu sering disebut daerah black spot, tempat 32% penduduk Indonesia bermukim. Daerah-daerah inilah yang kini hendak dibikin terang oleh PT Inti, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Bandung, lewat produknya yang disebut Direct Service Program (DSP). "Tahap pertama TVRI memesan 20 DSP," kata Said Firman, 32 tahun. Satu unit DSP, menurut Manajer Prasarana Divisi Pengembangan PT Inti itu, terdiri dari sebuah antena parabola bergaris tengah 3,6 m yang dihadapkan ke satelit Palapa, satu kotak komponen elektronik, dan sebuah antena pemancar yang dipasang di puncak menara 40 m. Tiap DSP sanggup melayani daerah black spot beradius 10 km, atau hampir separuh luas DKI Jaya. Antena parabola dipasang di puncak batang kayu, 1,5 meter di atas tanah, dan di atas kotak 0,7 X 0,6 X 0,5 meter yang berisi pelbagai komponen elektronik. Tugasnya, menangkap gelombang sangat tinggi (VHF) serta ultra-tinggi (ULHF) TVRI, langsung dari satelit Palapa. Gelombang tadi diproses, lalu dipancarkan kembali lewat antena di menara setinggi 40 meter. Perangkat DSP itu memerlukan listrik 250 watt. Kalau tak ada jaringan listrik, bisa dipakai tenaga listrik dari solar sel, atau batere. Uji coba sedang dilakukan di black spot Kadupandak (Cianjur Selatan) dan Pesantren Suralaya (Tasikmalaya) -- keduanya di Jawa Barat. "Hasilnya tak mengecewakan," kata Firman. Sayang, ia ogah menyebut harganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini