Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Mencegah ilmu menjadi usang

Tanpa penelitian dasar yang memadai, bisa jadi kuliah sepuluh tahun yang lalu terus diulang-ulang hingga sekarang.

16 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APAKAH ekor kadal yang tumbuh baru dengan ekor lamanya yang putus sama? Lewat satu penelitian ilmiah, Nyoman Puniawati, dosen Fakultas Biologi UGM pada 1983 menyimpulkan bahwa dua ekor itu berbeda. Struktur sisik berbeda. dan ekor baru lebih muda warnanya. Penelitian dasar macam itulah, meski tak langsung diketahui manfaat praktisnya, yang dianggap lebih menunjang perkembangan ilmu dibandingkan penelitian terapan. "Agar kuliah sepuluh tahun lalu tak diulang-ulang begitu saja sekarang," kata Dr. Sofian Effendi, 40, kepala Pusat Penelitian Kependudukan UGM. Ihwal penelitian di perguruan tinggi itu diseminarkan di Bandung, dua pekan lalu. Tujuan utama seminar: meningkatkan daya guna ilmu dan teknologi, serta menyuburkan penelitian dasar. "Soalnya, kita belum membedakan secara tajam kedua jenis penelitian itu," kata Prof. Dr. Yuhara Sukra, direktur Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Ditjen Pendidikan Tinggi. "Penelitian di perguruan tinggi kita masih dalam tahap harus dibina." Itu sebabnya peningkatan kemampuan dan minat peneliti di perguruan tinggi diprioritaskan. Baru kemudian peneliian yang menghasilkan manfaat praktis, lalu penelitian untuk mengembangkan ilmu. Maka, bisa dipahami bila sebagian besar penelitian di universitas sifatnya terapan. Di Unair, Surabaya, misalnya, 85%-90% penelitian terapan. Di UGM, 60%. "Hasil penelitian terapan langsung kelihatan dan bisa dipakai," kata Soeharto Setokoesoemo, ketua Lembaga Penelitian Unair. Conoh penelitian jenis ini, misalnya, yang dilakukan oleh Ida Bagus Agra, ketua Lembaga Penelitian UGM. Tahun lalu, ia mencari tahu apakah gips, yang biasanya hanya bisa dlmanfaatkan menghasilkan pupuk ZA, bisa pula menghasilkan pupuk jenis lain. Ternyata, dengan mencampurkan ekstrak abu pada gips diperoleh pupuk kalium sulfat. Yang kemudian perlu diperhitungkan, yakni, pada akhirnya, kualitas penelitian terapan akan bergantung pula pada penelitian dasar. Ilmu, tulis Jujun Suriasumantri dalam bukunya Filsafat llmu, berkembang dengan cepat, dan sebuah teori yang efektif di suatu saat akan ditinggalkan, diganti teori baru yang lebih efektif. Maka, betapapun kuatnya argumentasi sebuah hipotesa, apabila didasarkan pada teori usang, akan terasa tak meyakinkan. "Itu sebabnya pertumbuhan ilmu di negeri maju sangat dinamis," kata Sofian Effendi dari UGM. Dan salah satu indikator baik buruknya sebuah universitas, menurut Yuhara Sukra, adalah jumlah dan kualitas penelitiannya. Hal itu sebenarnya sudah lama disadari. Ketika Doddy Tisnaamidjaja masih menjadi direktur jenderal pendidikan tinggi, ia sudah menyarankan agar perbandingan penelitian terapan dan dasar diperhatikan. Saran Doddy: perguruan tinggi sebaiknya lebih condong ke penelltian dasar, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi lebih ke penelitian terapan, dan LIPI berada di tengah-tengah. Kini, ke arah perbandingan itulah kebijaksanaan penelitian diletakkan. April nanti, misalnya, akan diadakan negoisasi antara Ditjen Pendidikan Tinggi dan Bank Dunia. Yang dibicarakan, soal pendirian pusat penelitian pada 19 perguruan tinggi. Bantuan ini penting, mengingat "Hanya 5% anggaran untuk penelitian dari seluruh anggaran pendidikan tinggi," kata Yuhara pula. Tapi tak berarti bahwa penelitian-penelitian terapan kini tak punya dampak di perguruan tinggi. "Dosen yang melakukan penelitian, terlepas dari mereka meneliti apa, pasti punya tambahan pengalaman," kata Mubyarto, kepala Pusat Penelitian Pembangunan Pedesaan dan Kawasan UGM. Ia kemudian menambahkan, dengan pengalaman itu, "Seorang dosen lalu bisa memberi contoh kongkret masalah lapangan dan penerapan teori." Dengan kata lain, kuliah bertambah menarik dan terasa lebih hangat, tidak semata berdasarkan buku teks, apalagi diktat. Perhatian kita terhadap penelitian memang agak terlambat. Baru lewat PP No. 5 Tahun 1980 perguruan tinggi diwajibkan memiliki lembaga penelitian. Tapi, hingga tahun ini, dari 43 perguruan tinggi, baru 11 yang punya lembaga itu. Yang lain, bila tidak berbentuk pusat penelitian, ya sekadar balai penelitian - yang frekuensi dan mutu penelitiannya masih di bawah kegiatan lembaga penelitian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus