Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Menggertak si dara kambing

Profesor soenarjo membuat terobosan untuk mengatrol populasi kambing, dengan cara membuat si kambing betina hamil dini. berbahayakah itu? sang profesor punya teknik ''gertak birahi''.

14 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HAMIL dini memang bisa bikin pusing rumah tangga. Tapi jika yang hamil muda itu kambing, ini akan menguntungkan peternak. Adalah Prof. Soenarjo, guru besar ilmu reproduksi ternak dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto, Jawa Tengah, yang kini getol mengampanyekan kehamilan dini kambing betina. ''Ini terobosan untuk mengatrol populasi,'' ujar Soenarjo. Makin muda mereka bunting, menurut dia, berarti masyarakat kambing lebih produktif dilihat dari sudut penyediaan dagingnya Secara alamiah, kambing betina umur 7-8 bulan masih malu-malu melakukan kencan dengan lawan jenis. Mereka baru berani memadu cinta setelah cukup dewasa, 1,5 2 tahun. Soenarjo punya teknik baru mendewasakan betina belia itu, dengan cara yang dikembangkannya sendiri, dan disebutnya ''gertak berahi''. Dua pekan lalu, misalnya, di muka sekitar 200 peternak kambing di Balai Desa Paketing, Sampang, Cilacap, Soenarjo memamerkan teknik gertak berahinya. Seekor betina muda dipeluknya. Lalu dia mencelupkan potongan karet busa ukuran 1 x 1 x 1 cm3 ke dalam larutan khusus: campuran minyak kelapa dan bahan kimia estradio bensoat. Kemudian karet busa, yang diberi tali benang, dimasukkan ke liang vagina sedalam 5 cm., dan benang dibiarkan berjuntai di luarnya. ''Apa kambing itu tidak kegelian?'' tanya seorang petani. ''Ya, memang dibikin geli. Biar terangsang berahi,'' jawab ahli reproduksi ternak yang meraih gelar doktor dari Institut Pertanian Bogor. Setelah 20 menit karet busa itu ditarik keluar. Kemudian sperma beku kambing jantan disemprotkan dengan alat inseminasi ke vagina betina itu. ''Mudah-mudahan kambing ini bunting,'' ujarnya, dan disambut keplok riuh peternak. Soenarjo mulai memikirkan cara baru itu setelah melihat bahwa populasi kambing di sekitar Purwokerto menyusut perlahan. Sebabnya laju kelahiran cempe di bawah laju permintaan daging kambing. Ini ditambah dengan kenyataan bahwa perkawinan alamiah sulit terjadi karena jumlah betinanya 20 kali dari jantan. Yang jantan sering mati muda, disembelih. Konsumsi daging kambing tentu tak bisa dicegah. Maka, yang bisa dilakukan, menurut Soenarjo, ialah meningkatkan kelahiran, mengatrol frekuensi kebuntingan. Bunting dini menjadi satu alternatifnya mengingat pada umur 8 bulan organ reproduksi kambing betina telah siap bekerja, siap menerima janin dan beranak. Memang ada problem kecil. Kambing yang mulai bunting pada umur 8 bulan, dan beranak 5 bulan kemudian, belum banyak punya stok susu untuk anaknya. Jalan keluarnya: anak kambing itu diberi makanan ekstra, yaitu tajin, air rebusan beras. ''Itu memang kebiasaan para peternak kita,'' ujar Soenarjo. ''Itu cukup menjamin pertumbuhan si jabang kambing.'' Teknik gertak berahi itu tak harus diikuti dengan inseminasi buatan. Bisa saja kambing muda langsung dicampurkan dengan jantan dewasa, kalau memang ada. Dengan rangsangan lewat ''gertak berahi'' betina kencur ini tidak malu-malu menjalin cinta kendati ia sama sekali belum berpengalaman. Pokoknya, rekayasa ala Prof. Soenarjo bisa membuat betina-betina hijau itu menjadi berani, agresif. Ramuan Soenarjo itu bukannya tidak dilandasi alasan ilmiah. Estradio bensoat yang dimasukkan ke vagina kambing bekerja sebagai hormon sistetis yang berfungsi seperti estrogen. Hasilnya, kambing yang diolesi hormon sintetis mengalami ovulasi, sel telurnya matang, dan siap dibuahi, setelah beberapa puluh menit, kalau tidak beberapa jam. Pada kondisi ini, dorongan seksual si dara menggebu. Minyak kelapa dipilih oleh Soenarjo karena bisa menjadi pelarut yang baik bagi estradio bensoat, selain bisa membantu melicinkan penetrasi karet busa ke dalam vagina. Karet busanya sendiri bermanfaat memberikan rangsangan fisik untuk si dara kambing. Sebetulnya, hormon sintetis bisa disuntikkan ke tubuh kambing betina. Namun, dikhawatirkan itu bisa mendatangkan efek residu, bila sewaktu-waktu hewan itu dipotong. Sebab, estradio bensoat, kendati masa aktifnya dua hari, umurnya bisa panjang di dalam tubuh kambing. Ia tak mudah diurai. Gara-gara suntikan itu, bahan kimia itu bisa berpindah ke tubuh manusia. ''Olesan langsung ke vagina bisa meniadakan dampak buruk itu, tanpa mengurangi kemujarabannya,'' kata Soenarjo. Jurus gertak berahi itu, kata Soenarjo, tak hanya berguna untuk misi hamil dini. Betina dewasa pun bisa memanfaatkannya. Dengan olesan minyak itu, betina yang biasanya baru bisa bunting setelah anaknya berumur 1 tahun bisa 7-8 bulan lebih cepat. ''Jadi, dalam 13 bulan kambing bisa melahirkan dua kali,'' katanya. Teknik gertak berahi ala Sunarjo, dikombinasikan dengan inseminasi buatan, telah dicoba di Kabupaten Banyumas setahun terakhir. Hasilnya 110 bayi kambing lahir selamat. Tingkat keberhasilannya, menurut Purwati, Kepala Bina Program Dinas Peternakan Banyumas, amat tinggi. ''Keturunannya pun bagus, besar dan sehat,'' katanya. Maklum, dalam inseminasi itu Soenarjo menggunakan benih sperma kambing unggul, berukuran besar, jenis Jawa Randu atau Etawa. Satu ampul estradio bensoat harganya hanya Rp 350, dan bisa dipakai untuk 10 ekor betina. Dinas Peternakan Banyumas pun telah melatih sejumlah penyuluh lapangnya dengan teknik baru itu. Putut Trihusodo dan Heddy Lugito

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus