Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Menurut Dua Studi Ini, Virus SARS-CoV-2 Belum Tentu dari Cina

Dua makalah yang sedang ditinjau oleh jurnal Nature dan diterbitkan sebagai pracetak meragukan asumsi asal usul SARS-CoV-2 dari Cina.

5 Oktober 2021 | 22.31 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gambar mikroskop elektron pemindaian ini menunjukkan SARS-CoV-2 (obyek bulat biru), juga dikenal sebagai novel coronavirus, virus yang menyebabkan Covid-19, muncul dari permukaan sel yang dikultur di laboratorium yang diisolasi dari pasien di AS. [NIAID-RML / Handout melalui REUTERS]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejak SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19, pertama kali terdeteksi di Wuhan, Cina, pada Desember 2019, ada upaya global untuk menemukan asal-usul pasti virus itu. Kebanyakan fokus pencarian dilakukan di Cina, dengan asumsi bahwa, ketika virus pertama kali terdeteksi di sana, virus itu mungkin dimulai dari sana pula.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekarang, dua makalah yang sedang ditinjau oleh jurnal Nature dan diterbitkan sebagai pracetak meragukan asumsi itu. Keduanya menunjukkan bahwa untuk menemukan asal-usul virus, para peneliti mungkin harus melihat lebih jauh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satunya studi yang dilakukan tim peneliti dari Institut Pasteur di Paris, Prancis, dan dari Laos. Mereka menemukan virus dengan domain pengikatan reseptor yang sangat mirip SARS-CoV-2 pada kelelawar gua di Laos Utara, yang dekat perbatasan dengan Cina.

Para peneliti itu mengambil sampel darah, air liur, feses dubur, dan urine dari 645 kelelawar dari 46 spesies berbeda yang ditemukan di gua-gua batu kapur di sana. Mereka menemukan tiga jenis virus terpisah dalam tiga spesies kelelawar Rhinolophus yang berbeda, umumnya dikenal sebagai kelelawar tapal kuda. 

“Sekuensing RNA mengungkapkan bahwa virus-virus ini lebih dari 95 persen identik dengan SARS-CoV-2, dan satu virus terdekat dengan SARS-CoV-2 yang ditemukan sejauh ini adalah 96,8 persen serupa,” tertulis dalam laporan hasil studi mereka.

Eksperimen lebih lanjut menunjukkan bahwa domain pengikatan reseptor dari virus-virus itu memiliki afinitas atau ketertarikan tinggi untuk reseptor ACE2 manusia. Ini sebanding dengan afinitas galur SARS-CoV-2 yang ditemukan para ilmuwan pada awal pandemi, sehingga menunjukkan bahwa virus dari kelelawar di Laos ini pun dapat menginfeksi manusia secara langsung.

Tahun lalu, para ilmuwan mendeteksi virus serupa di Yunnan, di Cina Barat Daya. Itu 96,1 persen mirip dengan SARS-CoV-2, yang berarti makalah ini menggambarkan virus terdekat yang terdeteksi. 

Profesor dari University of Sydney, Australia, Edward Holmes, yang telah mempelajari kemunculan dan penyebaran SARS-CoV-2, tapi tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan kepada MEDICAL NEWS TODAY bahwa makalah itu, “sangat signifikan.”

Seekor kelelawar yang tertangkap jaring yang dipasang oleh para ilmuwan di depan sebuah bangunan di Universitas Filipina Los Banos (UPLB), di Los Banos, provinsi Laguna, Filipina, 19 Februari 2021 . Sebagian besar dari mereka yang tertangkap adalah kelelawar tapal kuda yang diketahui mengandung virus corona. REUTERS/Eloisa Lopez

Menurutnya, virus ini tidak hanya ditemukan pada kelelawar dan trenggiling. “Ekologi tidak seperti itu. Saya menduga mereka juga akan ditemukan pada spesies mamalia lain, tapi belum diambil sampelnya,” tutur dia.

Holmes menerangkan, beberapa virus dari kelelawar di Laos sangat dekat dengan SARS-CoV-2 dalam domain pengikatan reseptor utama (bagian dari protein paku) virus. “Ini berarti inti fungsional virus ada di alam, jadi tidak perlu berpikir bahwa virus entah bagaimana diciptakan atau diadaptasi di laboratorium.”

Keraguan virus dari Wuhan juga datang dari studi pracetak lain yang diserahkan ke Nature. Studi dilakukan tim dari Chinese Academy of Medical Sciences dan Peking Union Medical College di Beijing yang menduga virus terkait SARS-CoV-2  malah sangat langka pada kelelawar di Cina.

Laporan itu berdasarkan hasil uji swab hidung dan dubur lebih dari 13 ribu kelelawar antara 2016 dan 2021 di 703 lokasi di seluruh negeri. Studi menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 tidak terdeteksi dalam sampel yang diambil dari Pasar Huanan Wuhan, 40 hari setelah penutupan pasar, yang selama ini dianggap sumber infeksi awal.

“Penelitian lebih lanjut harus dilakukan di selatan dan barat daya Cina untuk menentukan apakah virus SARS-CoV-2 berasal dari sana,” demikian studi itu menyimpulkan.

Salah satu alasan sulitnya menentukan dari mana virus corona berasal adalah genom virus yang berubah melalui proses yang disebut rekombinasi, bukan hanya melalui mutasi. Rekombinasi virus terjadi ketika dua strain atau galur yang berbeda menginfeksi sel inang yang sama. 

Saat mereka bereplikasi dalam sel yang sama, mereka dapat berinteraksi, dan keturunan yang mereka hasilkan dapat memiliki beberapa gen dari kedua orang tua virus. Ini dapat membuat sulit untuk mengetahui garis keturunan virus itu. 

“Rekombinasi tampaknya penting untuk bagaimana virus ini berevolusi secara keseluruhan,” tutur Spyros Lytras, ahli virologi evolusi dari University of Glasgow di Inggris.

Jadi, Lytras berujar, pada dasarnya para peneliti mengatakan virus-virus ini mengubah bagian genom mereka sepanjang waktu, dan virus baru dari Laos benar-benar menyoroti hal itu. “Meskipun (virus-virus ini) ditemukan di tempat yang sama, gua yang sama, pada dasarnya mereka semua memiliki bagian genom yang berbeda yang memiliki kombinasi bagian rekombinan yang berbeda,” katanya lagi.

MEDICAL NEWS TODAY, NATURE

Zacharias Wuragil

Zacharias Wuragil

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus