Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LIMA mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, merancang alat mesin pertanian untuk membantu petani memanen pucuk daun teh dengan lebih cepat dan praktis. Alat yang dinamai Radio Control Tea Harvester atau disingkat Roaster itu dibuat untuk menggantikan alat pemetik teh berukuran besar yang membutuhkan duaempat orang untuk mengoperasikannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Maulidya Rahmania Atikah, yang mengepalai perancangan Roaster, alat ini dapat mempercepat petani memanen daun teh dengan lebih mudah."Jika memetik secara manual, 1 kilogram daun teh didapat dalam waktu 15 menit. Dengan menggunakan Roaster, hanya butuh 5 menit," ujar mahasiswa Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian UGM itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lidyasapaan akrab Maulidyamerancang Roaster bersama empat temannya, yakni Ario Praditya Putra dari Fakultas Pertanian; Muslimin Septianto dari Teknik Pengelolaan dan Perawatan Alat Berat, Departemen Teknik Mesin, Sekolah Vokasi; serta Ahmad Novan Khoerul Mizan dan Rany Ayu Lestari dari program studi Elektronika dan Instrumentasi, Departemen Teknik Elektro dan Informatika, Sekolah Vokasi."Pengembangan Roaster berawal dari keprihatinan kami atas kian berkurangnya jumlah pemetik teh secara manual," katanya.
Latar belakang lain mereka merancang Roaster, menurut Lidya, adalah operator mengeluhkan mesin pemetik teh yang sudah ada, karena berukuran besar dan butuh lebih dari satu orang untuk mengoperasikannya."Dimensinya besar, jadi kurang praktis dibawa ke manamana. Terlebih untuk kondisi perkebunan teh yang berbukitbukit," tutur Lidya.
Roaster mulai dikembangkan selama enam bulan setelah mereka pulang dari studi lapangan di PT Pagilaran, perusahaan perkebunan di Kotabaru, Yogyakarta, yang telah menerapkan alat mesin pertanian pemetik teh. Dengan bimbingan dosen Rani Agustina Wulandari, mereka merancang alat pemetik teh portabel itu menggunakan sejumlah komponen, seperti mesin gergaji (chainsaw), plastik fiber, dan pisau pemotong. Purwarupa alat dibangun dengan bantuan dana penelitian dan pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melalui Program Kreativitas Mahasiswa 2018.
Muslimin mengatakan Roaster dibuat dengan mempertimbangkan berat dan dimensi agar dapat memenuhi fungsi portabel dan nilai ergonomis."Untuk memberikan kenyamanan dan keselamatan dalam pemakaiannya, bentuk Roaster disesuaikan dengan posisi ideal pemetik dan bentuk kebun teh. Pengoperasiannya cukup dilakukan satu orang," kata Muslimin. Roaster telah diuji coba di perkebunan teh PT Pagilaran di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Roaster juga dilengkapi dengan pelacak global positioning system. Ketika alat dinyalakan, GPS akan menandai lokasi alat. Data lokasi, juga data dari sensor suhu, dan sensor waktu akan dikirimkan ke komputer menggunakan modul Xbee, teknologi komunikasi nirkabel yang menggunakan frekuensi radio 2,4 gigahertz."Jika memiliki beberapa unit Roaster, perusahaan dapat mengetahui pekerjanya yang menggunakan alat itu dan di bagian kebun mana dioperasikan," ujar Muslimin.
Roaster, kata Lidya, menggunakan solar. Satu liter solar dapat menjalankan Roaster selama satu setengah jam. Perangkat elektronik dalam Roaster bergantung pada pasokan listrik dari baterai berkapasitas 1.000 miliamperejam. Jika alat ini sudah diproduksi massal, menurut Lidya, harganya akan berkisar Rp 35 juta."Lebih murah dari mesin pemetik teh yang sudah ada di pasar, yang harganya berkisar Rp 78 juta," tutur Lidya.
1. Operator menyalakan Roaster.
2. Pelacak GPS menandai lokasi Roaster yang menyala.
3. Data lokasi, data suhu, dan data waktu operasi Roaster dikirim oleh modul Xbee ke komputer.
4. Pengawas perkebunan dapat mengetahui lokasi dan jumlah Roaster yang aktif dari layar komputer.
5. Operator memanen daun teh dengan mengarahkan Roaster (pisau pemotong) ke pucuk teh. Dalam lima menit dapat diperoleh satu kilogram daun teh.
6. Dengan satu liter solar, Roaster dapat bekerja selama satu setengah jam.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo