Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Metode Jarwo dari Petani Kecil

Varietas padi IF8 ciptaan petani kecil diklaim menghasilkan 11 ton per hektare. Biaya produksi lebih rendah daripada tanaman varietas pasaran.

23 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua tangan Bambang Tri Purnomo memegang tanaman padi dari dua petak sawah yang berbeda. Sekilas ukuran dan bentuknya sama. Namun, jika dilihat pada bagian akarnya, tampak perbedaan yang mencolok. Akar padi di tangan kanan Bambang lebih ramping dan lurus ke bawah. Sebaliknya, yang di tangan kiri, akar padi terlihat gemuk dan bercabang ke mana-mana.

Padi yang di tangan kiri berasal dari benih padi jenis Indonesian Farmer (IF) 8, sementara yang di tangan kanan berasal dari benih yang dijual pemerintah. Selain akar, Bambang—yang menjadi aktivis Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah—menunjukkan perbedaan pada hasil panen.

"Saya berhasil memanen 5,72 ton padi jenis IF8 pada lahan seluas 4.800 meter persegi," katanya kepada Tempo, Jumat dua pekan lalu. Jika dihitung per hektare, berarti hasilnya bisa menembus 11 ton per hektare. Angka ini jauh di atas rata-rata produksi padi nasional, yaitu 5,7 ton per hektare dengan benih yang ada di pasar.

Keberhasilan Bambang, yang mulai menanam IF8 pada musim tanam April-Mei 2013, menyebar ke desa lain. Suparno Adin, petani di Dusun Grogol, Desa Suruh, Tasikmadu, Karanganyar, tertarik menanam di lahannya. Pada musim tanam lalu, pria 59 tahun ini berhasil mendapatkan 13,76 ton padi per hektare.

Biasanya Suparno hanya memanen 7-8 ton per hektare menggunakan benih yang dijual pemerintah. Dia juga terus-menerus memakai pupuk dan semprotan pestisida kimiawi. "Lama-kelamaan tanah saya jadi rusak, keras, dan tak subur lagi," ucapnya. Saat beralih ke IF8, Suparno meninggalkan hampir semua bahan kimia dan menggantinya dengan bahan organik. Sebelum musim tanah, dia memakai pupuk organik padat untuk memulihkan kesuburan tanah.

Suparno mengaku bisa menghemat biaya operasional saat memakai benih padi IF8. Untuk pemakaian pupuk, dia hemat 50 persen dan biaya perawatan hemat 20 persen. Tapi hasilnya, kata dia, meningkat 40 persen. Soal harga jual, Suparno tetap menjual dengan harga Rp 7.000-7.500 per kilogram.

Pengurus Gabungan Kelompok Tani Sumber Rejeki di Desa Kalijirak, Hartono, membuat hitungan ketika menanam IF8 pada lahan seluas 2.000 meter persegi. Dia butuh 4 kilogram benih dengan harga Rp 80 ribu. Lalu ia membeli pupuk NPK sebanyak 50 persen dari anjuran pemerintah. Tak ada lagi uang yang dikeluarkan karena untuk penyemprot hama digunakan bahan organik sesuai dengan anjuran Bambang. Walhasil, dia mengeluarkan biaya Rp 140 ribu.

Bandingkan dengan masa tanam sebelumnya yang menggunakan benih yang ada di pasar. Kemudian Hartono membeli pupuk NPK, Urea, ZA, dan TSP sesuai dengan anjuran pemerintah. Dana yang ia keluarkan untuk semua itu Rp 440 ribu. "Itu belum termasuk biaya penyemprotan dengan pestisida," ujarnya.

Nilai lebih IF8 kini jadi buah bibir di Karanganyar dan Kabupaten Wonogiri. Varietas ini dikembangkan oleh petani pemulia yang tergabung dalam AB2TI di Kabupaten Kulon Progo dan Karanganyar. Bambang menjelaskan, cara mendapatkan padi IF8 sederhana karena prinsipnya mengawinkan benih padi unggul.

Para pemulia menanam sampai tujuh kali panen hingga pada percobaan kedelapan berhasil menemukan varietas tersebut. Untuk menyempurnakannya, padi IF8 diuji di laboratorium milik Institut Pertanian Bogor. Bambang menerangkan, syarat khusus menggunakan IF8 adalah petani harus menerapkan pertanian berkelanjutan dan memperhatikan keseimbangan alam.

Selain menggunakan pupuk dan pengendali hama dari bahan organik, petani memperhatikan cara penanaman. Jarak antarbenih minimal 20 sentimeter. "Lantas tiap dua lubang ada seling sekitar 40 sentimeter, yang disebut jajar legowo atau jarwo," katanya. Dengan metode jarwo, akar dari tiap benih akan menjalar dengan leluasa, bercabang, dan tampak gemuk. Sinar matahari pun mudah menerobos ke sela-sela tanaman. Hal itu membuat lahan relatif kering dan tidak lembap. "Kondisi lahan yang lembap disukai hama, seperti keong," ucapnya.

Bambang mengakui padi jenis IF8 punya kelemahan, yaitu masa panennya lebih lama 10-15 hari dibanding padi jenis lain. Ini menjadi sasaran tunggal serangan burung karena yang lain sudah panen lebih dulu. Untuk mengantisipasinya, petani dianjurkan menanam lebih dulu dari padi jenis lain. Antisipasi lain justru datang dari tanaman padi IF8 itu sendiri. Dia menyebutkan karakteristik daun bendera atau daun yang tumbuh tegak dan menutupi bulir padi yang melindungi dari serangan burung.

Ketua Umum AB2TI Dwi Andreas Santosa menyebutkan proses mengawinkan atau menyilangkan tanaman sudah dilakukan para petani Mesir kuno sejak 4.000 tahun lalu. Tujuannya untuk mendapatkan galur yang unggul, yaitu yang produksinya tinggi, rasanya enak, baik bagi kesehatan, dan tahan terhadap penyakit atau cuaca ekstrem.

Menurut Dwi, asosiasinya ingin mengajak petani mencari benih yang cocok buat lingkungannya. Asumsinya benih dapat ditanam di lingkungan mana saja dan tak ada benih yang unggul di semua kondisi atau wilayah. "Kami ini gerakan dari bawah yang mendengar aspirasi mereka dan mendampinginya," katanya.

Gerakan agroekologi ini berbeda dengan pendekatan top-down yang dilakukan pemerintah Orde Baru, yang memaksa petani menanam varietas tertentu dengan pupuk dan pestisida yang hampir seragam. Melalui program Inmas dan Bimas, model pertanian monokultur dipaksakan sehingga mematikan para pemulia tanaman di kalangan petani di berbagai daerah. Akibatnya saat ini hanya ada 100 pemulia padi yang bekerja di Kementerian Pertanian dan perguruan tinggi.

Teknologi yang digunakan para petani untuk mengawinkan tanaman padi juga relatif sama dengan yang dilakukan para pemulia di lembaga penelitian Kementerian Pertanian dan perguruan tinggi (lihat grafis).

Dwi Andreas berharap pemerintah mendukung upaya yang dilakukan petani untuk memuliakan benih padi di daerahnya. "Karena untuk menghasilkan benih unggul butuh waktu lama dan tenaga, sementara jumlah pemulia sedikit," ujarnya. Memang butuh waktu sekitar sembilan generasi sehingga ditemukan galur idaman.

Bulan lalu Direktur Budi Daya Serealia Kementerian Pertanian Hasil Sembiring mengunjungi sawah petani di Karanganyar yang ditanami IF8. Dia tak melihat ada hal yang istimewa dari varietas ini. Mantan Kepala Balai Penelitian Padi itu hanya memberi penghargaan terhadap jerih payah petani untuk memuliakan padi. Apalagi jika mereka benar-benar serius menekuni pertanian organik. Pemerintah, kata dia, tak akan melarang para petani memuliakan benih padi sepanjang tidak dikomersialkan.

Memang, pada Juli 2013, Mahkamah Konstitusi mengabulkan judicial review yang diajukan Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman, yang dinilai sangat membatasi petani. Beberapa pasal dalam undang-undang tersebut mengebiri petani dalam menciptakan benih baru.

Dwi Andreas menjelaskan, di lembaganya kini tersimpan ratusan varietas karya petani kecil. Pemulia oleh petani kecil di IPPHTI Indramayu menghasilkan varietas Bonging dengan hasil panen 9-12 ton per hektare. Petani anggota AB2TI lain membuang bunga jantan (ibu) dan menghasilkan jagung hibrida galur IF1, IF2, dan IF3 dengan hasil panen 12 ton per hektare. Lalu petani pemulia kedelai menghasilkan varietas Grobogan dengan potensi panen 3,5-4 ton per hektare.

Ngadimin, petani di Desa Jungke, Kecamatan Karanganyar Kota, kini menunggu panen padi varietas IF8 yang baru pertama kali diuji coba. Saat ini usia tanamnya sudah 60 hari. Meski belum memetik hasil, dia telah merasakan keuntungan. Misalnya, untuk benih, di lahan 2.800 meter persegi, dia hanya butuh 5 kilogram benih. Sedangkan jika memakai benih yang dijual pemerintah paling tidak harus 15 kilogram.

Untuk pupuk, dia memakai pupuk NPK dengan kebutuhan hanya sepertiga dari biasanya, tanpa Urea, ZA, ataupun TSP. Begitu juga untuk semprotan hama, dia memakai bahan organik cair yang harganya hanya Rp 25 ribu per liter. Kalau pakai pestisida kimia, harganya Rp 50 ribu per 100 cc. "Kalau nanti ketahuan hasilnya lebih bagus, saya yakin banyak tetangga saya yang mencoba IF8," ujarnya Senin pekan lalu.

Untung Widyanto, Ukky Primartantyo (Karanganyar)


Menyilangkan Tanaman
Penyerbukan silang dengan sengaja.

  • Beberapa tanaman memiliki bunga jantan dan betina. Bunga betina memiliki calon buah atau buah kecil di bagian bawahnya.
  • Pada sore hari, pilih bunga jantan dan bunga betina yang baru saja akan membuka. Bungkus sehingga tidak dimasuki serangga.
  • Esok pagi saat bunga membuka, hati-hati petik bunga jantan, tarik dan lepaskan kelopak bunganya. Gesekkan serbuk sari ke dalam bunga betina, bungkus kembali, tandai.

Persiapan

  • Tanam dua jenis padi yang akan disilangkan di lahan atau pot.
  • Pilih dua indukan (betina dan jantan) yang akan disilangkan dari lahan.
  • Sebelum pecah batang (keluar malai), diangkat ke ember atau polybag.
  • Beri label pada rumpun tanaman yang akan dijadikan indukan, misalnya betina (galur A) dan jantan (galur B).
  • Sandi penyilangan AXB.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus