Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Para peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) sudah mengkaji gua yang ditemukan di Planjan, Kecamatan Saptosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Hasilnya, gua itu dikategorikan gua freatik, jenis gua yang setempat-setempat dan harus dilindungi. Sehingga pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) bisa dilanjutkan asalkan harus ada jarak atau buffer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hasil dari kajian kami, di sepanjang bawah lintasannya (proyek JJLS) itu tidak ketemu ada rongga yang besar. Tipe guanya, gua freatik yang hanya setempat-setempat," kata peneliti Laboratorium Geofisika Eksplorasi UGM Saptono Budi Samodra saat dihubungi wartawan, Kamis, 14 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saptono menyatakan, gua di lokasi pembangunan JJLS tidak membahayakan proyek tersebut. "Untuk pembangunan JJLS di kawasan itu masih aman," kata dia.
Menurut Saptono, kesimpulan itu didasarkan dari hasil penelitian menggunakan metode georadar dan geolistrik selama hampir sepekan. Geolistrik hanya dua, satunya di atas gua persis, kemudian yang satu ada di badan jalan di sebelah gua. “Untuk georadar kami lakukan di sembilan lintasan," kata dia.
Berdasarkan hasil pemetaan, Saptono menyatakan, gua yang ditemukan pada 15 Oktober 2024 itu memiliki dimensi luas 497,57 meter persegi, panjang 35,55 meter, dan lebar 22,86 meter. Gua dengan ornamen aktif tersebut termasuk dalam kategori fitur karst yang wajib dilindungi.
Karena termasuk jenis gua freatik, kata Saptono, gua tersebut dipastikan tidak memiliki terusan rongga ke wilayah lain, termasuk di area bawah proyek JJLS. Dari hasil penelitian ini, pembangunan JJLS di sekitar gua bisa dilanjutkan.
Namun antara gua dan proyek JJLS perlu diberikan jarak aman lantaran ada bagian kecil lorong gua yang mengarah ke luar tebing, menuju rencana bahu JJLS dengan dimensi lebar 5 meter, tinggi 0,4 meter, dan panjang 6 meter ke arah tenggara pada sudut kemiringan 45 derajat. "Jarak aman atau buffer minimal dua meter dari dinding terluar gua," kata Saptono.
Guru Besar Bidang Ilmu Geomorfologi Fakultas Geografi UGM Eko Haryono menyatakan gua karst tersebut memiliki ornamen gua terbaik di Kabupaten Gunung Kidul. Gua tersebut termasuk gua tipe freatik yang memiliki ornamen stalaktit dan stalagmit lengkap dan masih aktif. Sehingga potensial untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata yang bersifat terbatas. “Meski begitu pembukaan gua untuk wisatawan masih harus didahului dengan penelitian lebih lanjut guna mengukur daya dukung gua,” kata dia.