Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pulau-pulau di Indonesia memiliki potensi menghasilkan energi panas bumi. Karena secara tektonik tatanannya merupakan lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia. Sehingga temperatur suhunya tinggi dan mengandung air panas serta uap air.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Suhunya itu mencapai 250 derajat celcius atau lebih. Sebetulnya, Indonesia itu punya potensi panas bumi,” kata peneliti sekaligus Dosen Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Pri Utami di kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, Senin, 14 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan munculnya gunung-gunung api di Indonesia, ucap dia, massa yang ada di sekitarnya juga dipastikan panas karena berasosiasi dengan gunung api. Bahkan, ia menyebutkan Indonesia memiliki potensi listrik dari energi panas bumi 24 giga watt atau 24 ribu megawatt se-Indonesia.
Pri mencontohkan di Sulawesi Utara, jelas ada prospek dengan gunung apinya, namun belum ekspor. Kemudian ke arah selatan, seperti Sulawesi Tengah, Tenggara, dan Barat, semuanya memiliki potensi menghasilkan energi panas bumi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya mata air hangat. “Air panas itu jadi tanda potensi, walaupun temperaturnya tidak setinggi di Sulut,” tutur dia.
Pri mengatakan kendala pemerintah tidak memanfatkan energi panas bumi lantaran masih terlena dengan sumber daya tak terbarukan yang menggunakan batu bara. Sebab, eksplorasinya gampang dan bahannya kelihatan di permukaan.
Menurut dia, panas bumi kandungan energinya bukan hanya di fluida, melainkan juga tersimpan di batuan. Jadi, ada dinamika perpindahan panas dan massa, yang massanya itu berupa air atau uap panas. Secara geologi penyebarannya kompleks. “Kalau minyak sama gas kan energinya di situ saja. Sudah diambil ya sudah selesai,” ucap Pri.
Meski begitu, untuk membuktikan panas bumi harus dilakukan pengeboran. Dan, risiko untuk mendapatkannya atau tidak lebih tinggi dibandingkan dengan memprediksi minyak di cekungan sedimen. Namun secara sains itu bisa dipelajari.
"Cuman siapa yang mau mengambil risiko memberikan modal awal? Selama ini kan dibebankan siapa yang memenangkan area konsesi atau wilayah kerja panas bumi," ujar dia.
Dosen UGM sebut tak ada ruginya mengebor panas bumi
Pri tak memungkiri jika ingin mengembangkan energi panas bumi, harus punya modal. Sebab harus dilakukan pengeboran dua-tiga sumur terlebih dahulu. Saat ini, pemerintah telah menggulirkan program government drilling. Jadi, pemerintah akan membayarkan sumur yang dibor, kalau tidak berhasil bukan berarti buang uang.
“Bukan buang duit. Permukaan itu kan sangat berharga, kalau gagal satu atau dua sumur tapi dampaknya pengetahuan kita tambah. Jadi, kalau ngebor, besok ke tempat lain enggak gagal,” kata dia. Sedangkan, jika pengeboran itu berhasil maka perusahaan yang memenangkan area itu bisa mengganti biaya pemerintah.
Oleh karena itu, ujar Pri, harus optimistis untuk mendapatkan ekstraksi batuan panas. Jadi, pengeboran yang di dalam ada fluidanya. Menurut dia, teknologi ekstraksi itu bukan hanya mengandalkan air hujan yang meresap saja. Melainkan harus mengembangkan teknologi ekstraksi dengan cara lain, misalnya menggunakan fluida yang dianggap temperatur suhunya rendah.
Kemudian, kata dia, fluida yang lain, nanti uapnya bisa menggerakkan turbin. “Itu sudah umum di mana-mana,” ujar dia. “Jadi menurut saya itu tinggal mau apa enggak sih. Apalagi energi tak terbarukan sudah kotor dan mau habis.”
Pri pun mendorong agar pemerintah berani beranjak dari zona nyaman dengan segala risiko. Misalnya, memperkuat riset, lalu bagaimana menarik investor, dan menambah pasar panas bumi.
Pilihan Editor: Terima 6.000-an Mahasiswa Baru di Kampus Jatinangor, Rektor ITB Singgung Soal Korupsi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.