Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Pengawal yang dikawal

Kapal perang as yang mengawal kapal-kapal tanker kuwait di teluk persia tak mampu memantau ranjau biasa. sebuah tanker menabrak ranjau. as hanya memiliki 3 kapal penyapu ranjau sedang soviet 375 buah.

1 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUBUH merayap masuk di Teluk Persia. Lima kapal berbendera AS, yang berformasi meruncing bagal intan, melaju pada kecepatan 29 km/jam. Pagi, Jumat pekan lalu itu, tak ada warna perang di Teluk, meski sudah tujuh tahun pertempuran membara di kawasan ini. Tiba-tiba sebuah dentuman memecah deru mesin konvoi. Awak kapal tanker Bridgestone pun terlonjak. Sebuah lubang tiba-tiba menganga di lambung kiri tanker ini. Kapten Seitz segera menyambar mikrofon radio dan berseru berulang-ulang, "Kami terkena hantaman!" Pesan radio tersebut segera menyentakkan Kapten Daniel Murphy Jr., di atas kapal perusak USS Kidd. Ia segera nemperlambat kapal perangnya. Tapi radar pemantau di kapal canggih itu tak menangkap kehadiran benda yang mencurigakan. Perangkat yang sama di dua kapal perang AS lain pada konvoi itu -- USS Fox dan USS Crommelin -- juga memberi isyarat serupa. Ada apa? Ternyata, tanker berbobot 401.382 ton itu -- satu dari 11 tanker Kuwait yang berlindung di bawah bendera AS -- menabrak sebuah ranjau laut. Ini sebuah kejutan bagi awak ketiga kapal perang AS yang mengawalnya. Maklum, perangkat pemantau elektronik mereka lebih diarahkan untuk mendeteksi kehadiran rudal, pesawat terbang serta kapal selam milik musuh canggih seperti Uni Soviet. Kini ternyata mereka tak mampu menghadapi "musuh" yang sepele. Sebagai contoh, peralatan sonar di kapal USS Kidd dapat mendeteksi kehadiran kapal selam modern Soviet. Tetapi ketika sebuah drum logam dihanyutkan 900 m di depannya, peralatan ini tak dapat mendeteksi kehadiran drum yang mirip ranjau laut kuno milik Dunia Ketiga itu. Sekarang terbukti menghadapi musuh "kuno" ini armada AS justru kewalahan. "Kami tak dipersiapkan untuk menghadapi ranjau," kata Kapten David Yonkers, komandan konvoi. Uniknya, saat ini AS ternyata hanya memiliki tiga kapal penyapu ranjau laut dalam yang siap pakai. Padahal, menurut buku rujukan militer Jane, angkatan laut Indonesia saja memiliki dua buah. Arab Saudi memiliki empat buah untuk jenis lepas pantai, yang sempat dimanfaatkan untuk operasi pembersihan ranjau di sekitar pelabuhan minyak Kuwait, Al-Hamadi, sekitar 160 km dari tempat ranjau sial itu tertumbuk, sepekan sebelumnya. Operasi ini dilakukan bersama oleh ahli dari AS, Saudidan Kuwait. "Kami tak menyapu jalur pelayaran di luar pelabuhan karena sebelumnya tak pernah ditemukan ranjau di jalur itu," kata Yonkers. Ini jelas pembelaan diri yang mengada-ada. Pasalnya, sebuah kapal dagang Soviet sempat menemui nasib serupa Bridgetown. Mei lalu. Akibatnya, sesudah kejadian itu, semua kapal niaga Soviet yang melewati Teluk Persia dikawal oleh kapal penyapu ranjau. Soviet dikabarkan memiliki 375 buah kapal jenis ini, alias terbanyak di dunia. AS sebetulnya merencanakan juga untuk membangun lebih banyak penyapu ranjau dalam pembangunan "Armada 600 kapal"nya. Hanya saja prioritas pengadaannya sangat terbelakang. Selain itu, angkatan laut AS mengandalkan armada helikopter khusus dalam upaya menyapu ranjau. Helikopter ini digunakan untuk menyeret perlengkapan sonar yang dicemplungkan ke laut yang akan disapu. Cuma saja pengoperasian helikopter ini tak mungkin dilakukan dari landasan di buritan ketiga kapal perusak tadi -- yang hanya bisa didarati sebuah helikopter itu. Sedangkan pengisian bahan bakar di udara dianggap terlalu berbahaya. Alhasil, para awak kapal tempur AS ini terpaksa melakukan tindakan pengamanan yang paling primitif. Beberapa kelasi penembak jitu ditempatkan di haluan kapal bersenjatakan senapan mesin M-14. Tugas mereka: menembaki setiap benda di laut yang dicurigai sebagai ranjau, dengan maksud meledakkannya. Persis seperti yang dilakukan para pelaut di masa Perang Dunia Pertama. Tindakan pengamanan lain yang dilakukan adalah dengan menempatkan supertanker yang dikawalnya di depan. Sedangkan kapal perang AS di belakang tanker itu. Dengan demikian, bila ada ranjau, tanker tersebut yang akan kena. "Soalnya, tanker lebih tahan ranjau daripada kapal tempur kami," kata Yonkers. B.H.M.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus