Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Pengendali limbah nuklir

Indonesia punya ahli pengendali limbah nuklir. limbah itu bisa dijinakkan dengan kolom pulsa, bukan dengan sieve plate seperti yang selama ini dipakai.

13 November 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIGA tahun lamanya Suyitno mengaduk-aduk limbah nuklir di sebuah laboratorium milik JAERI, badan tenaga atom Jepang, di Tokyo. Peneliti dari Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) itu pun bereksperimen, membuat rancangan perkakas baru untuk mendaur ulang limbah nuklir. Kini ia telah dinyatakan sah menyandang gelar sebagai ahli pertama di Indonesia yang terampil mengendalikan dan memberikan nilai tambah bagi limbah berbahaya itu. Pengesahannya berlangsung pertengahan Oktober lalu. Ia diwisuda sebagai doktor di Institut Teknologi Bandung. Disertasinya apa lagi kalau bukan tentang pengolahan kembali limbah elemen bakar uranium itu. Uranium yang terbakar di reaktor nuklir, tutur Suyitno, rata-rata cuma 60%. ''Yang 40% lainnya menjadi limbah,'' ujarnya. Suyitno, 41 tahun, tertarik dengan teknologi pendaurulangan uranium itu lantaran yakin betul bahwa nuklir akan menjadi sumber pembangkit listrik di masa depan. ''Tak terkecuali Indonesia,'' ujarnya. Sejauh ini, dari belasan negara yang mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), hanya Jepang, Prancis, dan Jerman yang mampu membangun industri daur ulang uranium. Dari eksperimennya di Jepang itu, Suyitno mendapat bukti bahwa daur ulang uranium (U-235) dari limbah elemen bakar dapat mengungkit efisiensi penggunaan bahan nuklir itu dari 60% ke 80%. Bahkan, kalau plutonium yang terbentuk sebagai hasil samping bisa dipanen lalu dibakar lagi, itu akan menambah tenaga ekstra 35%. Jadi, teknik daur ulang itu menjanjikan bahwa setiap berat uranium yang sama bisa menyumbangkan energi listrik 55% lebih besar. ''Angka ini berarti karena uranium itu langka, mahal,'' ujarnya menambahkan. Metode untuk mengekstraksi uranium sisa dari bahan bakar nuklir itu banyak macamnya. Yang dianggap sebagai cara baku ialah melarutkan sisa U-235 itu dengan asam nitrat. Lantas, lewat metode pelarutan selektif, U-235 tadi diboyong ke larutan organik. Semua proses itu dilakukan dalam ruang tertutup yang tak tembus radiasi nuklir. Semua pekerjaan itu dijalankan oleh tangan-tangan robot mekanik yang bisa dikontrol dari balik kaca. Setelah uranium ini ada dalam bentuk larutan organik, ada tiga pilihan metode ekstraksi: sentrifugasi, cara pengaduk- pengendap, dan ekstraktor kolom pulsa. Dalam eksperimennya di Tokyo, Suyitno memilih teknik yang terakhir, kolom pulsa. Di situ, lelaki kelahiran Sragen, Jawa Tengah, ini membuat modifikasi atas kolom pulsa jenis sieve plate, yang selama ini dijadikan salah satu standar internasional. Kolom pulsa sieve plate itu berbentuk tabung panjang yang, untuk tujuan riset, tingginya 3 meter dan garis tengahnya 3,5 cm. Di dalamnya berderet-deret logam mirip saringan, berlubang- lubang, dan kerjanya turun-naik. Selama proses ekstraksi, larutan uranium ikut naik-turun. Suyitno mengubah rancangan saringan itu, dan berhasil. Ia mengklaim kolom pulsa bisa memproses uranium lebih aman. Tipe sieve plate, oleh para ahli, memang dianggap punya kelemahan. Kerjanya tidak stabil, sulit dikendalikan. ''Salah- salah bisa meledak,'' kata Suyitno. Ledakan itu belum pernah terjadi karena gejalanya bisa diendus. Tapi, kalau gejala itu datang, proses daur ulang harus direm, kalau perlu dihentikan, hingga mengganggu kelancaran prosesnya. Ancaman ''bom'' pada proses daur ulang itu gara-gara munculnya gelembung-gelembung larutan uranium organik, di sepanjang kolom pulsa model sieve plate, yang punya kecenderungan membangkitkan panas. Pada kolom pulsa buatan Suyitno, gelembung itu tak muncul. Dan bukan itu saja manfaatnya. Kolom pulsa buatan Suyitno itu tak perlu sejangkung model sieve plate, hingga irit dalam penggunaan ruang. Hanya saja, untuk mengoperasikan kolom ekstraksi rancangan Suyitno itu, diperlukan tenaga listrik yang lebih besar, yang berarti biayanya lebih tinggi. ''Tapi itu diimbangi dengan jaminan keselamatan yang lebih tinggi,'' ujar alumni Teknik Kimia UGM lulusan 16 tahun lalu itu. Direktur Jenderal Batan Djali Ahimsa tentu senang akan temuan anak buahnya itu. Namun, Djali mengakui bahwa keahlian Suyitno mendaur ulang uranium itu belum dapat dipraktekkan di Indonesia dalam waktu dekat. Mungkin nanti, 20 tahun yang akan datang, setelah Indonesia kalau tak ada aral melintang memiliki pusat listrik tenaga nuklir. ''Tapi bagus juga kalau kita bisa me- ngembangkan teknologinya mulai sekarang,'' ujarnya. Batan sendiri kini mempunyai dua reaktor nuklir mini, di Yogya dan Bandung, dan sebuah reaktor eksperimen ukuran sedang di kompleks Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) di Serpong, Tangerang, Jawa Barat. Limbahnya tentu ada. ''Tapi tak seberapa,'' ujar Djali Ahimsa. Limbah nuklir itu kini disimpan dalam tangki-tangki air yang diamankan di bungker bawah tanah berlapis beton tebal. Kata Djali, limbah itu dijamin aman di sana. Namun, Suyitno tak khawatir keahliannya bakal mubazir. Ia siap dilibatkan dalam pengujian elemen bakar uranium buatan Serpong sendiri. Bahan bakar itu setiap kali harus diuji, berapa uraniumnya yang tersisa setelah elemen bakar tadi ''bertugas'' di tungku reaktor. ''Pengalaman saya mengekstraksi uranium akan berguna di situ,'' kata Suyitno, ayah dari dua orang anak. Putut Trihusodo (Jakarta) dan Asikin (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus