Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRODUKSI garam sangat bergantung pada kondisi cuaca. Bila terjadi anomali cuaca, panen garam hampir dapat dipastikan terganggu dan tidak merata. Kondisi itulah yang belakangan terjadi di Indonesia. Akibatnya, produksi garam nasional menurun.
Melihat kondisi tersebut, mahasiswa Teknik Elektronika Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Mohammad Zainal Abidin, mencoba mengembangkan alat pengolah air laut langsung menjadi garam. Pengoperasiannya tak terlalu bergantung pada cuaca lantaran menggunakan panel surya dan baterai.
Zainal memberi nama alat itu Pelita, kependekan dari pengolah air laut tenaga surya. Selain memproduksi garam, alat ini dapat menghasilkan air tawar bersih siap minum. "Saya berpikir mengapa tak membuat alat pengolah air laut menjadi garam tanpa terganggu cuaca yang tak menentu, sehingga petani garam tetap bisa produksi," ujar Zainal saat ditemui di Surabaya, dua pekan lalu.
Ia membutuhkan waktu sekitar tiga bulan untuk merancang Pelita. Pembuatannya dilakukan sejak Mei 2017. Sebelum membuat alat itu, Zainal melakukan serangkaian riset melalui beberapa literatur. Kesimpulannya, agar tak terganggu cuaca, alat pembuat garam ini harus menggunakan panel surya. "Supaya tak menyulitkan masyarakat pesisir juga," tuturnya.
Pelita terdiri atas sejumlah komponen, yakni inverter untuk mengubah tegangan alternating current (AC) ke direct current (DC), papan panel surya, aki atau baterai, dan tangki penampung air. Air berfungsi sebagai pendingin. Komponen lain adalah tabung kaca penampung air tawar dan tempat penampung garam hasil proses.
Cara kerjanya sederhana. Sinar matahari ditangkap oleh panel surya dengan kapasitas 2 x 100 watt. Energi tersebut lalu disimpan untuk kemudian diubah menjadi listrik arus bolak-balik AC ke arus searah DC melalui inverter. "Pada siang hari, panel surya akan mengalirkan arus listrik sekaligus mengisi aki untuk disimpan. Dalam empat jam, energi yang ditangkap panel surya bisa terisi penuh sehingga alat bisa beroperasi," ujar Zainal. Aki yang digunakan dalam percobaan ini memiliki kapasitas 100 ampere-hour.
Selanjutnya, listrik yang tersimpan dalam aki dialirkan ke kompor listrik. Setelah panasnya cukup, lubang yang terdapat di atas tutup kompor listrik akan mengeluarkan uap. "Uap itu kemudian mengalir melalui slang yang didinginkan menggunakan air. Uap yang mencair akan mengalir ke tabung kaca penampung air tawar," ucapnya.
Air pendingin yang dibutuhkan kurang-lebih 5 liter dan dapat digunakan selama satu minggu. "Kalau airnya sudah mulai keruh, mesti diganti," kata Zainal. Adapun tangki penampungan terbuat dari bahan stainless supaya tahan korosi. Sedangkan garam akan mengendap di dalam tangki penampungan itu.
Karena masih dalam skala penelitian, Pelita belum dapat menghasilkan garam ataupun air tawar dalam jumlah besar. Dari 200 cc air laut yang dipanaskan selama satu jam, alat ini menghasilkan air tawar 180 cc dan 10 gram garam. "Tapi, kelebihannya, garam yang diproduksi sudah bersih dan halus meskipun belum mengandung yodium," katanya.
Garam masih memerlukan pengukuran kadar NaCl dan tambahan kandungan mineral lain agar bisa dikonsumsi. "Air tawarnya sudah sesuai dengan standar air bersih. Setelah dimasak, air tersebut layak diminum."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo