Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BATIK sudah menjadi ikon Nusantara dan bisnisnya terus berkembang. Sentra pembuatan batik tumbuh di berbagai daerah. Pembuatan, pewarnaan, dan pengecatan batik ternyata berdampak besar pada pencemaran lingkungan lantaran jumlah sistem instalasi pengolahan limbah komunal yang baik terbatas.
Masalah lingkungan ini mendorong tim mahasiswa Universitas Indonesia merancang alat pengolah limbah batik portabel yang disingkat Plato. Tim yang dibimbing dosen Fakultas Teknik UI, Slamet, ini beranggotakan Nur Sharfan, Fadhila Ahmad Anidria, dan Rickson Mauricio dari Teknik Kimia; Ahmad Shobri dari Teknik Elektro; serta M. Akbar Buana dari Teknologi Bioproses.
Sharfan mengatakan air limbah yang sudah diproses di dalam Plato akan keluar menjadi cairan yang lebih bersih. "Bisa dipakai lagi untuk pencucian batik atau langsung dibuang ke saluran air," kata ketua tim itu kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Sharfan dan koleganya memulai studi dengan mempelajari industri batik di Pekalongan. Ternyata industri batik di sana baru memiliki tiga instalasi pengolah air limbah komunal. "Kapasitasnya tak mampu menampung seluruh limbah produksi," ujarnya.
Plato dilengkapi dua teknologi pembersih: elektrokoagulasi dan fotokatalis sehingga bisa mengolah limbah jamak, seperti pewarna, senyawa organik, dan logam berat, secara simultan. Teknik elektrokoagulasi menggunakan arus listrik untuk mengurangi zat pencemar. Adapun fotokatalis menggunakan cahaya ultraviolet dan katalis untuk mendegradasi polutan cair.
Alat ini bekerja dengan memompa air limbah ke penampungan. Sistem elektrokoagulasi dan fotokatalis kemudian diaktifkan. Partikel pengotor yang tersisa disaring kembali sebelum air dikeluarkan.
Plato bisa menampung hingga tujuh liter limbah dalam sekali pengolahan. Durasi pencucian limbah bergantung pada kadar keasaman (pH) limbah. Dengan kadar pH 7-8, Plato bisa membersihkan limbah dalam durasi sekitar empat jam. Jika pH diturunkan menjadi 5, proses pencucian bisa selesai dalam satu jam.
Mesin yang diproduksi dengan biaya Rp 3 juta ini mengandalkan listrik untuk bekerja. Sharfan mengatakan daya yang dikonsumsi Plato bahkan lebih rendah daripada setrika listrik. "Masih terjangkaulah untuk pelaku usaha industri batik rumahan."
Sharfan mengatakan Plato sudah didaftarkan untuk mendapatkan hak cipta. Tim berencana menaikkan kapasitas Plato agar hasilnya lebih maksimal. "Ada yang meminta mesinnya bisa menampung puluhan liter," kata Sharfan, yang baru lulus kuliah bulan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo