Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Raja media dunia, Rupert Murdoch, bakal kebanjiran petisi yang ditandatangani satu juta orang. Sampai kemarin, hampir 600 ribu orang menandatangani petisi yang diselenggarakan Avaaz.org bertajuk "Climate: Report the Truth". Petisi itu dibuat untuk mengiringi ringkasan laporan terbaru dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang diluncurkan di Stockholm, Swedia, Jumat pekan lalu.
Laporan lengkap IPCC yang tersusun dalam 14 bab akan diluncurkan hari ini. Penyelenggara petisi menuntut ratusan media yang dimiliki Rupert Murdoch untuk tidak memutarbalikkan informasi dari kajian lembaga ilmiah IPCC yang dibentuk PBB. Di AS, 80 persen berita tentang iklim oleh media milik Murdoch menyesatkan pembaca tentang pemanasan global. Mereka lebih condong menyebut fenomena itu karena alam, bukan perbuatan manusia.
Di Negeri Abang Sam, dia memang menguasai media konservatif, seperti Fox News dan Wall Street Journal. Di Australia, media milik Murdoch menyerang program pajak karbon Perdana Menteri Kevin Rudd. Avaaz menuduh Murdoch menggunakan medianya untuk membantu teman-temannya, pemilik perusahaan minyak, menghentikan kebijakan pemerintah yang mengekang ekspansi bisnis usaha bahan bakar fosil.
Jumat lalu, ilmuwan IPCC menegaskan bahwa mereka semakin yakin (95 persen) bahwa manusia adalah "penyebab utama" pemanasan global. Konsentrasi karbondioksida di atmosfer naik sebesar 20 persen sejak 1950. Dengan temuan ini, artinya tingkat konsentrasi karbondioksida di atmosfer meningkat 40 persen sejak era pra-industri.
Pemodelan yang dilakukan para ahli menyatakan, dengan kondisi tersebut, temperatur atau suhu bumi juga diprediksi naik 2 derajat Celsius, dan permukaan air laut akan meningkat 1 meter pada akhir abad ini. Kasus terburuk bahkan menyebutkan permukaan air laut di bumi lebih tinggi, yakni naik lebih dari 1 meter.
Bagi kota pelabuhan besar, bukan hanya kenaikan air laut yang perlu dipantau. Pertumbuhan dan penurunan tanah secara signifikan bisa meningkatkan risiko banjir. Para penulis laporan melihat kerugian banjir bisa dialami oleh 136 kota-kota pesisir terbesar di dunia.
Tim ahli IPCC menyebutkan suhu bumi meningkat sejak 1950-an yang tidak pernah terjadi sebelumnya selama berabad-abad. "Kajian ilmiah kami menunjukkan bahwa atmosfer dan laut semakin panas, jumlah salju dan es berkurang," kata Qin Dahe, salah satu anggota IPCC yang menyusun laporan.
Penyusun lain laporan IPCC, Profesor Thomas Stocker, mengatakan perubahan iklim mengancam dua sumber daya utama bagi manusia dan ekosistem: tanah serta air. "Singkat kata, perubahan iklim mengancam planet kita, satu-satunya rumah kita," kata Stocker.
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan laporan terbaru ini sangat penting untuk menyelesaikan kesepakatan perubahan iklim dunia. Dia berencana menyelenggarakan pertemuan puncak pada September 2014 untuk membahas tindakan-tindakan yang perlu diambil. Pertemuan itu bakal dihadiri kepala pemerintahan, kalangan bisnis, keuangan, masyarakat madani, dan akademisi.
Kepala Iklim PBB Christiana Figueres mengatakan keluarnya laporan itu adalah sebuah momentum peringatan bagi dunia untuk mengarahkan manusia keluar dari zona bahaya tinggi. "Pemerintahan di dunia harus segera maju untuk mengambil langkah penyelamatan iklim dan membuat kesepakatan pada 2015 untuk meningkatkan skala usaha mengekang efek gas rumah kaca," kata dia.
Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry juga menyerukan aksi yang lebih kuat dan menyebut laporan IPCC sebagai peringatan untuk menyadarkan. "Mereka yang menyangkal ilmu pengetahuan atau mencari alasan untuk tidak melaksanakan langkah-langkah itu sesungguhnya sedang bermain api," kata dia. Ucapan Kerry tampaknya tertuju kepada Rupert Murdoch dan tokoh-tokoh pengkritik atau yang skeptis akan perubahan iklim. UNTUNG WIDYANTO | BERBAGAI SUMBER
Poin-poin penting laporan IPCC 2013:
1. Konsentrasi karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida di atmosfer saat ini berada pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, dalam 800 ribu tahun terakhir.
2. Sejak 1950-an "sangat mungkin" bahwa aktivitas manusia menjadi penyebab dominan kenaikan suhu.
3. Konsentrasi gas rumah kaca dan CO2 di atmosfer telah meningkat ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, setidaknya dalam 800 ribu tahun terakhir. Pembakaran bahan bakar fosil adalah alasan utama di balik peningkatan 40 persen konsentrasi CO2 sejak Revolusi Industri.
4. Suhu global cenderung meningkat 0,3-4,8 derajat Celsius pada akhir abad ini, tergantung seberapa banyak pemerintah mengontrol emisi karbon.
5. Permukaan air laut diperkirakan naik lagi 26-82 sentimeter pada akhir abad ini.
6. Lautan menjadi asam karena telah menyerap sekitar sepertiga karbon dioksida yang dipancarkan.
Terjebak Bisnis Karbon
Majelis Umum PBB mengukuhkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada 1988. Sekitar 500 ilmuwan top dunia berkumpul di sini dan mereka telah menerbitkan lima kajian ilmiah. Laporan itu didasarkan pada lebih dari 50 ribu kontribusi di seluruh dunia dan proses review yang mendalam dan hati-hati.
Seharusnya kajian ilmiah itu membimbing para pemimpin dunia mengambil keputusan membuat program mitigasi dan (pengurangan) serta adaptasi (penyesuaian) perubahan iklim. Harapan ini berkelebihan, karena mereka lebih mementingkan urusan dalam negeri dan tidak mau mengurangi laju pertumbuhan ekonominya.
Tengok saja hasil-hasil konferensi PBB tentang perubahan iklim di mana tidak ada keputusan berani untuk mengurangi emisi secara signifikan. Dalam Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim ke-18 di Doha, Qatar, Desember 2012, banyak peserta, termasuk dari Indonesia, terjebak "bisnis" carbon trading dan menjauh dari program mitigasi.
Padahal, berdasarkan Protokol Kyoto Jilid 1, negara-negara industri maju terikat pada kesanggupan untuk mentransfer dana kepada negara-negara berkembang. Hal ini berbeda dengan skema perdagangan karbon, di mana negara-negara berkembang baru mendapatkan uang setelah memperdagangkan kontribusi penurunan karbon atau gas rumah kaca entah pada sebidang besar hutan dan laut, yang dikenal dengan sistem offset.
Lebih dari itu, perdagangan karbon adalah bentuk kompromi yang didiktekan negara-negara maju: "Silakan menciptakan polusi, asalkan bayar." Mereka dan korporasi global bebas menggenjot pertumbuhan ekonomi serta akumulasi kapital. Padahal negara berkembang adalah korban perubahan iklim. Terlebih lagi, petani, nelayan, dan kaum miskin kota yang tidak memiliki akses cukup pada pendidikan dan kesehatan.
Mengingat ketimpangan global ini, sosiolog John Bellamy Foster menyatakan bahwa problem bumi bukan berakar pada alam, melainkan struktur relasi masyarakat. Khususnya bagaimana masyarakat diorganisasi dalam hubungannya dengan alam. Dia mengkritik keras kapitalisme dan mengatakan krisis ekologi adalah buah dari penghambaan terhadap akumulasi kapital. Ahli geografi Jasson W. Moore menyatakan neoliberalisme mempercepat perusakan lingkungan dengan dampak multi-skala, dari lokal ke global. UNTUNG WIDYANTO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo