SUASANA di Balai Pertemuan Universitas Gajah Mada di Yogyakarta
menyentuh semangat perjuangan. Sekitar 190 ahli geologi dan
mahasiswa ilmu itu menghadiri Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT
1980) Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI). Yang merangsang
suasana cerah dan optimistis itu ialah sebuah peta geologi yang
dipamerkan di sana, Desember lalu. Dengan jelas tergambar
lokasi, penyebaran dan volume sumber daya yang tersimpan di bumi
Indonesia.
"Peta ini tidak kenal adanya tahun kiamat," ujar Ir. GAS Nayoan,
menyanggah akan adanya Skenario Hari Kiamat. Ia baru saja
menyerahkan jabatan Ketua Umum IAGI kepada Ir. Adjat Sudradjat,
Direktur Direktorat Vulkanologi di Bandung. "Peta itu punya
pesan 'singsingkan lengan baju'," tandas Nayoan lagi yang
sehari-hari memimpin Dinas Eksplorasi Pertamina. Tambah
Sudradjat: "Saya optimistis tentang keadaan sumber daya kita di
masa mendatang walaupun jumlah penduduk berlipat ganda."
Mengubah Asumsi
Tentang apa yang akan terjadi pada akhir abad ke-20, para ahli
menyusun berbagai skenario atau rangkaian kenyataan. Ini mereka
simpulkan dari suatu asumsi, berdasarkan data yang tersedia,
serta interaksi data itu dengan kondisi sosial, ekonomi dan
budaya masyarakat. Bertambah lengkap data dan informasi yang
tersedia, bertambah tepat pula asumsinya dan semakin realistis
skenarionya. Perkembangan data itu juga bisa mengubah asumsi,
dan dengan sendirinya skenarionya.
Itu suatu proses ilmiah, seperti yang dialami Ir. Wiyarso,
Dirjen Migas. Tahun 1976, ia pernah mengemukakan soal
perkembangan sektor minyak bumi di Indonesia menjelang tahun
2000. Analisanya, yang bernada pesimistis, kemudian tersohor
sebagai Skenario Hari Kiamat. Wiyarso pada pokoknya menyimpulkan
bahwa seluruh produksi minyak Indonesia, 10-15 tahun mendatang,
mungkin cukup untuk melayani konsumsi dalam negeri saja. Bahkan
seluruh cadangan minyak bakal tamat sekitar tahun 2000. Semua
itu dengan asumsi pola konsumsi tidak berubah dan tidak ada
penemuan baru.
Tapi ladang minyak baru kemudian ditemukan, eksploitasi dan
eksplorasi digalakkan. Data tentang keadaan berbagai sumber daya
dalam bumi bahkan semakin banyak dan lengkap. Ini membuat
Wiyarso meninjau kembali skenarionya. Oktober lalu, di Kampus
UGM, Yogyakarta, ia menyatakan skenario itu tidak berlaku lagi.
Peta geologi yang dipamerkan tadi suatu perwujudan dari
perkembangan data itu. Proses pembuatannya bermula di Bandung,
tempat Seminar Sumber Daya Energi di Indonesia diselenggarakan
IAGI, Juni lalu. Seminar itu menyimpulkan bahwa apresiasi dan
evaluasi kegunaan sumber daya energi lebih dapat dihayati jika
diekspresikan pada sebuah peta. Maka dikerjakanlah peta itu
seperti yang disajikan Desember lalu di Yogya.
Untuk mewujudkan gagasan itu dibentuk suatu Panitia Pengarah.
Anggotanya G.A.S. Nayoan dari Pertamina, R.P. Koesoemadinata
dari ITB, H.M.S. E lartono dari Puslitbang Geologi, Vincent T.
Raja dari PLN dan Effentrip Agoes dari Batan. Panitia itu
kemudian menunjuk beberapa anggota IAGI sebagai pengarang peta
itu.
Unsur sumber daya minyak dan gas bumi dalam peta itu digarap
Suyitno Patmokusumo dari Pertamina bersama Atik Suardy. Sumber
daya batubara oleh Hardjono dari Direktorat Sumber Daya Mineral
bersama Theopilus Matasak dari ITB. Sumber daya nuklir oleh
Konradin Siahaan dan Djodjo dari Batan. Sumber daya panas bumi
oleh W. Subroto Modjo dan N. Akbar dari Direktorat Vulkanologi.
Sumber daya tenaga air oleh Didi Sulasdi sedang unsur
geotektonik oleh Prof. Dr. J.A. Katili, Dirjen Pertambangan
Umum.
"Peta itu karya ratusan geolog Indonesia yang bertahun-tahun
naik-turun gunung dan menjelajah lautan," ungkap Koesoemadinata
dalam pertemuan itu. Dan Prof. Bintarto, Guru besar dalam
Geografi-sosial di UGM menilai peta itu dibuat dengan semangat
Sepi ing pamrih, rame ing gawe (Sedikit bicara, banyak bekerja).
Menurut Bintarto, tahun 2000 sering digambarkan sebagai tahun
gawat. Berkurangnya persediaan air dan pangan, meluasnya tanah
tandus, bertambahnya penduduk bumi dan timbulnya krisis energi
akibat langkanya sumber daya alam. Hingga "masyarakat sekarang
ini secara diam-diam mengalami ketegangan psikologi," tutur
Bintarto.
Kehadiran peta itu bukan hanya penting dari segi geologi,
geografi, ekonomi atau politik. Bintarto mengatakan ia juga ikut
membantu melenyapkan "ketegangan psikologis tersembunyi" itu.
"Mudah-mudahan dugaan tahun 2000 sebagai tahun malapetaka tidak
pernah terjadi."
Peta itu masih mengalami koreksi. Dalam pertemuan para geolog
tadi ia dinilai dan dibahas. Ternyata "ada kritik dan usul
perubahan," ujar Nayoan gembira. Namun Ir. Sudradjat yakin bahwa
peta itu bakal selesai dicetak dalam 6 bulan mendatang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini