Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti di Pusat Riset Agroindustri, Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN, Indra Budi Susetyo, mengatakan bahwa Minyak Makan Merah bukan produk olahan minyak sawit yang baru. Minyak yang namanya disingkat dengan M3 ini disebutnya sudah diteliti dan diproduksi sejak 20 tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bahkan, Indra mengungkap, di negara tetangga seperti Malaysia, produk M3 sudah dikenal luas dan menjadi komoditi pokok. Dia membandingkan dengan pabrik Minyak Makan Merah yang baru diresmikan oleh Presiden Joko Widodo di Regional 1 PT Perkebunan Nusantara I di Desa Pagar Merbau II, Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Kamis sepekan lalu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Riset M3 di Indonesia sudah dipopulerkan oleh pakar dari IPB beberapa dekade yang lalu," kata Indra kepada TEMPO, Rabu 20 Maret 2024.
Informasi yang dihimpun, industri M3 telah populer di negara tetangga sejak lama. Beberapa merek terkenal yang memproduksi minyak goreng tanpa penyulingan ini adalah Carotino, Harvist, Dr Normal, Nutrolein, Sunno Unrefined, dan Elaiese.
Seperti penamaannya, M3 yang diproduksi itu mempunyai corak warna merah yang cerah bila dibandingkan minyak goreng biasa dikenal yang jernih. Khusus di Indonesia, kata Indra, perbedaan warna pada produk ini bisa menjadi masalah dalam pemasarannya karena masyarakat cenderung asing.
Presiden Jokowi melihat kemasan minyak makan merah setelah meresmikan pabriknya di Deli erdang, Sumut, 14 Maret 2024. Foto: BPMI Setpres/Kris
Indra menjelaskan, warna merah cerah kibat proses pengolahan minyak yang tidak melalui penyulingan atau bleaching seperti minyak goreng biasa. Perbedaan pengolahan ini membuat warna terang dan aroma dari biji sawit masih terasa kuat dan terjaga hingga akhir produksi.
Kendati tidak melalui bleaching, Indra berpendapat bahwa nutrisi dalam minyak makan merah lebih tinggi dibandingkan produk konvensional. Bahkan minyak ini masih mempertahankan senyawa fitonutrien sebagai sumber vitamin A, tokoferol dan tokotrienol sebagai vitamin E, serta squalene.
"Ini menjadi pembeda dari minyak goreng biasa. Soalnya minyak yang kita konsumsi sekarang sudah kehilangan sumber vitamin A karena proses pengolahan. Lalu pada tahap akhir baru ditambahkan lagi," kata Indra.
Pilihan Editor: Tim Peneliti Gunung Padang Pertanyakan Major Error Penyebab Publikasi di Jurnal Dicabut