Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggandeng Research Institute for Sustainable Humanosphere (Rish) Kyoto University dan University of Colorado untuk meneliti cuaca dengan Balon Radiosonde. Dalam penelitian di Bukit Kototabang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, para peneliti mengumpulkan data cuaca yang lebih akurat dan real-time.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Periset Ahli Madya Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Noersomadi, mengatakan balon yang diterbangkan bisa mengukur turbulensi di lapisan tropoposfir, seperti temperatur, tekanan udara, kelembapan udara, serta kecepatan angin. Pengukurannya dilakukan di ketinggian tropopause 16-19 kilometer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Penelitian ini dilengkapi dengan peralatan seperti antena penerima gelombang sinyal,” katanya melalui keterangan tertulis, dikutip pada Ahad, 26 Januari 2025.
Menurut Noersomadi, sensor radiosonde diikatkan ke balon yang berisi gas hidrogen. Gelombang radio nantinya akan menangkap sinyal yang terhubung ke komputer. Fungsi utama dari balon radiosonde, kata dia, adalah untuk mengukur suhu, kelembaban, tekanan udara, serta kecepatan dan arah angin. Alat ini juga menyokong prediksi cuaca dan perubahan iklim, juga mendukung penelitian ilmiah serta navigasi penerbangan.
Noersomadi menyebut Bukit Kototabang dipilih sebagai lokasi penelitian pada 6-17 Januari lalu lantaran memiliki radar equatorial (EAR) untuk mengukur profil angin dan turbulensi di ketinggian 150 meter. Peluncuran balon radiosonde dijadwalkan pada malam hari untuk menghindari paparan matahari.
“Pengukuran pengamatan dengan sensor balon radiosonde akan semakin merinci setiap 5 meter per detik,” kata dia.
Peneliti University of Colorado, Abhiram Doddi, mengatakan timnya juga mempelajari lapisan tropopause turbulen di daerah tropis. Para peneliti juga memakai balon cuaca vaisala, serta menggabungkan data dengan pengamatan radar dan instrumen penerbangan tinggi lain.
Menurut Doddi, Kototabang menjadi lokasi strategis untuk mehamai fenomena yang terjadi di dekat jalur khatulistiwa. Selama 10-12 hari, Doddi dan tim akan meluncurkan 10 balon cuaca dan 4 pengamatan partikel yang disebut CPS.
Para peneliti masih menghadapi tantangan, yaitu perilaku balon yang berbeda di daerah tropis. Ada juga risiko suhu yang lebih dingin, serta cuaca yang sulit diprediksi. “Kami harus siap menghadapi pecahnya balon lebih awal dari perkiraan. Namun, kami sangat senang dengan dukungan fasilitas dan staf yang lengkap dan kooperatif,” tutur Doddi.
Pilihan Editor: Melacak Macan Tutul Jawa di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru