Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

PVMBG: Posisi Kawah Gunung Anak Krakatau di Permukaan Laut

PVMBG sebelumnya mengumumkan hasil analisa visual dari Pos Pengamatan di Pasuruan, Banten, didapati puncak Gunung Anak Krakatau hilang.

31 Desember 2018 | 16.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Prajurit KRI Torani 860 mengamati aktivitas Gunung Anak Krakatau saat erupsi di Perairan Selat Sunda, Jumat, 28 Desember 2018. Dari pengamatan Gunung Anak Krakatau letusannya menurun dibanding hari sebelumnya yang terjadi letusan14 kali per menit. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Bandung - Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api, Pusat Vulknanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG),  Wawan Irawan, mengatakan posisi kawah Gunung Anak Krakatau terkonfirmasi dari foto udara yang diambil. “Posisi kawahnya hampir sama dengan permukaan (laut), ada air masuk ke kawahnya kalau dilihat di foto,” kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 31 Desember 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca: Gunung Anak Krakatau Alami 4 Kegempaan Letusan Tanpa Dentuman

PVMBG sebelumnya mengumumkan hasil analisa visual dari Pos Pengamatan di Pasuruan, Banten, didapati puncak Gunung Anak Krakatau hilang. Tinggi gunung tersebut diperkirakan hanya tinggal 110 meter di atas permukaan laut, dari tinggi semula 338 meter. “Itu baru dari analisa visual, belum dilakukan pengukuran,” kata Wawan.

Wawan mengatakan, tubuh Gunung Anak Krakatau yang ambrol bersamaan dengan hilangnya puncak tersebut, ikut memapas saluran magma menuju puncak gunung tersebut. Bukaan kawah gunung tersebut kini berada di bawah. Tubuh gunung sendiri tersisa berupa bukit dengan ketinggian 110 meter. “Kawah ada di bagian bawahnya,” kata dia.

Wawan mengatakan, sejak tubuh gunung terpapas, suara dentuman letusan Gunung Anak Krakatau sudah tidak lagi terdengar. “Sekarang sudah tidak ada dentuman lagi,” kata dia.

Belum diketahui penyebab pastinya. “Mungkin energinya melemah, karena (gempa) tremornya  juga agak berkurang,” kata Wawan.

Letusan Surtseyan juga terpantau muncul sejak tubuh gunung tersebut terpapas. Letusan Surtseyan itu akibat aliran lava atau magma bertemu dengan air. Wawan belum tahu apakah letusan Surtseyan itu masih terjadi atau tidak. “Belum kelihatan karena tertutup kabut,” kata Wawan.

Wawan mengatakan, peralatan seismograf PVMBG masih menangkap gempa letusan yang terjadi, tapi jenis letusannya belum bisa dipastikan. Dia beralasan, letusan tipe Surtseyan baru bisa terkonfirmasi lewat visual.

Wawan mengatakan, jumlah letusan juga mulai menurun. Kendati demikian, status aktivitas Gunung Anak Krakatau masih dipatok Siaga atau Level III, dengan areal yang harus dihindari dalam radius 5 kilometer dari puncak gunung tersebut.  Wawan mengatakan, lembaganya masih belum mengevaluasi status gunung tersebut. “Perlu waktu dulu. Kita harus evaluasi dengan range waktu agak panjang,” kata dia.

PVMBG memperkirakan volume tubuh Gunung Anak Krakatau yang hilang diperkirakan sekitar 150-180 juta meter kubik. Volume tubuh gunung yang tersisa diperkirakan sekitar 40-70 juta meter kubik. Tubuh Gunung Anak Krakatau diperkirakan berkurang akibat proses rayapan tubuh gunung api disertai laju erupsi yang tinggi pada 24-27 Desember 2018.

Pengamatan Gunung Anak Krakatau pada 30 Desember 2018 teramati asap kawah dengan tinggi sekitar 300 mter dari puncak, berwarna putih dengan intensitas tebal. Rekaman seismograf saat itu mendapati terjadinya 18 kali gempa letusan, 50 kali gempa hembusan, 1 kali gempa vulkanik dangkal, serta 1 kali tremor dengan amplitudo 2 milimeter selama 2.202 detik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus