Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KONSORSIUM Radar Nasional tengah mengembangkan radar (radio detection and ranging) cuaca sendiri. Para peneliti saat ini telah membuat dua jenis purwarupa I-WARP (Indonesia Weather Radar-Polarimetric). Dengan harga lebih murah, inovasi ini bisa menggantikan produk radar cuaca yang selama ini diimpor.
Radar ini hasil kerja sama riset Institut Teknologi Bandung; Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG); PT Industri Telekomunikasi Indonesia; PT CMI Teknologi; dan PT Lembaga Afiliasi Penelitian Indonesia ITB. Tahun ini, tim peneliti berencana menguji radar di lingkungan BMKG sebagai pemesan utama.
Radar cuaca dipakai untuk memantau posisi dan pergerakan awan sehingga pengguna bisa memperkirakan daerah yang bakal tersiram hujan. "Pengolahan data lebih lanjut dapat untuk memperkirakan curah hujan dan jenis awan serta mendeteksi awan badai," kata Ketua Program Studi Magister Teknik Elektro ITB Ian Yosef Matheus Edward, Sabtu dua pekan lalu.
Riset ini berawal pada 2015 saat BMKG meminta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi meneliti dan membuat radar cuaca. Selama ini BMKG memakai radar cuaca impor. "Kemandirian dalam pengembangan dan produksi radar nasional sangat penting dan harus dilakukan pemerintah," ujar Ian.
Tim berfokus membuat radar polarimetrik alias dual-polarization radar yang memancarkan gelombang radio vertikal dan horizontal. Data pantulan kedua gelombang dipakai untuk mengidentifikasi ukuran, bentuk, dan variasi curah hujan. Fungsi lain adalah mengidentifikasi turbulensi, penelusuran badai topan dan siklon, melacak hujan es, serta membantu penelitian pertanian dan penerbangan.
Model radar itu dipakai dalam dua varian I-WARP, yaitu Frequency-Modulated Continuous Wave (FMCW) dan Pulse Polarimetric Doppler Radar. Radar Pulse tergolong model lawas. Konsorsium membuat model FMCW agar selaras dengan perkembangan teknologi radar cuaca terbaru dunia.
Radar Pulse memakai antena tunggal untuk mengirim dan menerima gelombang pantulan, sedangkan FMCW menggunakan sepasang antena. Daya memancarkan gelombang radar Pulse sebesar 180 watt, sementara FMCW jauh lebih kecil. Dengan keunggulan konsumsi daya kecil, BMKG bisa memasang radar FMCW di daerah terpencil dengan akses listrik terbatas atau memakai generator.
Selasa pekan lalu, tim peneliti melakukan perbandingan pengukuran (benchmark) antara I-WARP dan radar cuaca impor BMKG untuk mengembangkan fitur. Tim sudah menggunakan dana program bantuan penelitian Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sebesar Rp 22,9 miliar. Anggaran terbesar untuk membeli komponen dan perangkat pendukung senilai Rp 15 miliar. Tahun ini, tim mengajukan anggaran hingga Rp 20 miliar. Tiap anggota konsorsium juga menyumbang dana untuk kegiatan harian.
I-WARP
Jangkauan gelombang radio: 30 kilometer
Kecepatan rotasi antena: 1 putaran per menit (rpm)
Elevasi antena: 45-90 derajat
Daya listrik radar Pulse: 180 watt
Daya listrik radar FMCW: 20 watt
Jumlah radar BMKG: 40 unit
Kebutuhan radar: ~200 unit
Harga radar impor Rp 20-24 miliar, I-WARP Rp 12 miliar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo