Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Sebuah Rencana Besar Di Putri Tujuh

Rencana pembangunan hydrocraker di Dumai. Indonesia segera membikinnya, karena minyak mentah saja tak memadai lagi.

5 Juli 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM lekukan selat yang memisahkan Pulau Rupat dengan Riau daratan, terletak Dumai, pelabuhan minyak Indonesia yang penting. Di daerah itu terdapat tujuh makam putri, yang konon pernah mengharumkan sejarah negeri itu. Kini kilang minyak di Dumai yang mampu mengolah 100 ribu barrel (1 barrel = lebih kurang 159 liter) sehari--terbesar setelah kilang minyak Plaju-diberi nama Kilang Minyak Putri Tujuh. Untuk meningkatkan kapasitas dan efisiensi kilang minyak di Indonesia, Pertamina bermaksud memperluas Kilang Minyak Putri Tujuh di Dumai dengan satu unit hydrocracker yang mampu mengolah 85 ribu barrel sehari (b/h). Pekan lalu Menteri Pertambangan dan Energi, Prof. Dr. Subroto menjelaskan bahwa dua kontraktor Spanyol--"Centunion" dan "Technidas Unidas"--terpilih sebagai pelaksana pembangunan hydrocracker itu. Baru Bahan Baku Teknologi kilang minyak Indonesia belum mampu mengolah komponen berat minyak mentah seperti LSWR (Low Sulphur Waxy Residue) secara sempurna. Sebelumnya LSWR itu diekspor, namun kemelut yang meliputi pasaran minyak internasional -- terutama setelah revolusi kan--menyebabkan kebijaksanaan ini makin sukar ditempuh. Karena itu, di samping berbagai pertimbangan lain, diputuskan untuk membangun sebuah unit hydrocracking di Dumai. Tujuannya, tentu, agar LSWR dan komponen minyak mentah lainnya dapat diolah menjadi, terutama, minyak tanah, bensin dan solar. Meskipun namanya terdengar seperti kuweh renyah yang tawar, hydrocracker adalah benda rumit. Sebagai unit pengolahan minyak mentah yang paling mutakhir, ia dapat menghasilkan minyak tanah, bensin dan solar, secara sempurna dari komponen berat minyak mentah. Ia juga bisa mengubah berbagai gas nafta menjadi LPG dan menghasilkan bermacam bahan baku untuk industri petrokimia. Minyak mentah, atau minyak bumi, adalah campuran kompleks berbagai zat yang terbentuk dari atom hidrogen dan atom karbon. Maka sering juga disebut zat hidrokarbon. Karena perbandingan jumlah dan susunan kedua jenis atom itu berbeda-beda, terdapat ratusan jenis zat hidrokarbon. Komposisi berbagai zat itu dalam minyak mentah tidak konstan, hingga wujud dan sifat minyak mentah pun saling berbeda. Minyak dalam berbentuk ini tak dapat dipakai. Ia hanya merupakan bahan baku, seperti halnya tnaman tebu yang baru ditebang merupakan bahan baku bagi industri gula. Agar jadi ribuan macam produk, minyak mentah itu harus diolah melalui serangkaian proses yang dikenal sebagai "pengilangan". Nama ini sebetulnya kurang tepat, karena minyak mentah itu tidak "dikilang" (diperas) seperti halnya tebu, melainkan "disuling". Tahap pertama dalam proses "pengilangan" itu adalah penyulingan. Proscs ini -- sering juga disebut topping (menyadap "kepala") --memisahkan komponen ringan seperti gas nafta dan bensin dari komponen berat lainnya. Dalam proses itu rninyak mentah dipanaskan dalam pipa sampai 300øC lalu disalurkan ke dalam menara pengulai. Menara ini adalah sebuah tabung raksasa terbuat dari baja. Dalam tabung itu--terkadang mencapai ketinggian 45 m--terdapat sejumlah besar sekat berlubang. Minyak panas itu segera menguap dan naik ke puncak (top) tabung itu. Makin tinggi uap itu naik, makin turun suhunya dan secara bertahap mengembun di atas berbagai sekat itu, sesuai titik didih masing-masing zat. Bensin, misalnya, mengembun pada sekat-sekat paling atas. Minyak tanah dan solar pada sekat yang lebih rendah. Pada sekat-sekat paling bawah mengalir residu dan aspal. Melalui saluran pada masing-masing sekat, berbagai produk itu bisa disadap untuk pengolahan lebih lanjut. Prestasi Gemilang Proses penyulingan menguraikan minyak mentah menjadi berbagai komponen, namun mutunya masih amat kasar. Setiap komponen masih terdiri dari ratusan jenis zat hidrokarbon yang berbeda dan belum memenuhi syarat kebutuhan teknologi dunia modern sekarang. Selain itu efisiensinya juga rendah. Misalnya bensin yang diperoleh hanya 20%, padahal dari komponen berat minyak mentah masih bisa diperoleh hampir sebanyak itu lagi. Karena itu berbagai komponen itu diolah lebih lanjut. Tahap pengolahan selanjutnya disebut cracking (merekah). Molekul hidrokarbon yang besar dipecah jadi molekul kecil. Caranya dengan memanaskan komponen berat minyak mentah dan kemudian diembunkan dalam tabung pengurai di bawah tekanan kini. Proses ini dinamakan thermal cracking dan mulai dipakai sejak tahun 1913. Penyempurnaan proses ini ditemukan tahun 1937. Karena menggunakan katalis ia disebut cataltic cracking. Katalis adalah zat yang mampu memancing reaksi kimia antara berbagai zat, tanpa ia kemudian menjadi bagian dari senyawa baru itu. Merekah molekul besar dengan bantuan katalis menghasilkan produk lebih sempurna, karena prosesnya lebih mudah terkontrol. Secara ringkas proses hydrocracking mirip catalytic cracking, hanya prosesnya berlangsung dalam suasana kehadiran zat hidrogen di bawah tekanan tinggi Karena tekanan ini (yang berkisar antara 70 sampai 140 kg/cmÿFD) perlatan berupa tangki reaksi harus berdinding tebal. Karena besarnya, disain sebuah unit hydrocracker merupakan suatu pencapaian gemilang teknologi. Karenanya peralatan itu sangat mahal. Meskipun demikian prosesnya sangat luwes dan dapat digunakan untuk mengolah ratusan jenis produk minyak bermutu tinggi, guna memenuhi setiap tuntutan teknologi modern. Sangat Mahal Setiap hari jutaan barrel minyak mentah dikilang di seluruh dunia, menjadi ratusan produk minyak, terutama bahan bakar minyak (BBM). Indonesia memiliki 9 buah kilang minyak. Meskipun kapasitas totalnya 526 ribu b/h, hasil nyata baru mencapai 400 ribu b/h. Dari jumlah ini 225 ribu b/h terolah menjadi BBM. Perinciannya: 13% bensin dan gas nafta, 43% minyak tanah dan solar serta 44% residu dan aspal. Tahun 1980 kebutuhan BBM di Indonesia akan mencapai 420 ribu b/h. Kekurangan 195 b/h harus diimpor, yang tentunya makin sulit dalam kekisruhan pasaran minyak internasional dan pasti sangat mahal. Di sini tampak jelas perlunya memperluas kapasitas dan meningkatkan efisiensi kilang minyak Indonesia. Program Pertamina sudah menjawab tantangan ini. Selain kilang Dumai diperluas dengan hydrocracker, kilang minyak di Cilacap dan Balikpapan juga akan diperbesar kapasitasnya. Bahkan di Pulau Batam akan dibangun sebuah kilang minyak raksasa dengan kapasitas 200 ribu b/h, yang kelak mengolah minyak dari Lapangan Minas di Riau dan dari Kuwait. Juga dua buah kilang minyak direncanakan pembangunannya di Indonesia Timur kelak. Semuanya diharapkan sudah dapat beroperasi menjelang akhir Pelita III. Apalagi diperkirakan menjelang tahun 1985, kebutuhan BBM di Indonesia akan mencapai 600 ribu b/h.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus