MULA-mula niatnya membuat pupuk. Tapi akhirnya Barnas Djaelani tergoda untuk memerangi CVPD, penyakit ganas yang menyerang tanaman jeruk. Ia kini menawarkan Prosin, formula yang dirancangnya seraya mengajar di Fakultas Pertanian Unpad, Bandung. Barnas menolak menjelaskan ilham yang membuatnya memilih nama Prosin - yang tidak mengandung arti dan bukan singkatan itu. Tadinya, Prosin dicobakan Barnas terhadap berbagai tanaman. Ketika mencapai tanaman jeruk, gejala klorosis pada daun ternyata hilang. Gejala klorosis ini ditandai dengan menguningnya daun, biasanya karena kekurangan nitrogen. Untuk meyakinkan diri, insinyur pertanian jurusan proteksi tanaman itu mengambil jeruk yang jelas-jelas menderita CVPD (Citrus Vein Phloem Degeneration). Setelah empat kali penyemprotan, yang berjarak 10 hari, tanaman itu tampak hijau kembali. Daunnya dipetik Barnas, dan diamatinya di laboratorium fakultas tempatnya mengajar. "Ternyata, gejala CVPD pada daun itu sudah hilang," ujar ayah tiga anak ini kepada TEMPO, pekan lalu. Sebelumnya, penelitian CVPD dilakukan Prof. Soelaeman Tirtawidjaja, guru besar Fakultas Pertanian Unpad, 1963. Dengan penelitian itu pula Soelaeman meraih gelar doktorpenyakit tanaman di IPB, setahun kemudian. Semula, penyakit yang membunuh tanaman jeruk dalam waktu dua tahun itu diperkirakan disebabkan virus. Dalam penelitian selanjutnya, penyebab itu ternyata semacam organisme yang menyerupai bakteri (Bacterial-like Organism, disingkat BLO). Penelitian Barnas, 39, bertolak dari teori bahwa unsur logam dapat membunuh, setidaknya mempersempit ruang gerak pertumbuhan bakteri. Karena itu, ia memasukkan magnesium, mangaan, seng, di samping belerang, multivltamin, dan protem hewani sebagai unsur mikro Prosin. Untuk unsur makro digunakannya nitrogen, fosfor, dan kalium. Cara pemakaian Prosin sederhana. Prosin3 cc dilarutkan ke dalam 10 sampai 17 liter air. Kemudian disemprotkan pada tanaman selang 7-10 hari. Bila penyakit sudah tampak menghindar, jarak penyemprotan bisa diperlebar sampai 14 hari. Sampai sekarang, pupuk yang sudah diteliti Balai Besar Industri Hasil Pertanian (BBIHP), Bogor, itu sudah diproduksikan sekitar 10 ribu botol @ 330 cc. "Sebagian besar dibagikan gratis kepada petani, hitung-hitung untuk uji coba di lapangan," kata Barnas. DI kebun Saefullah, penduduk Kampung Panunggangan, Garut, Prosin diyakini ampuh menangkal CVPD. Petani jeruk ini pernah putus asa ketika ratusan pohon jeruknya disikat CVPD. Ia kemudian menggunakan Prosin, di samping teknik infus yang disarankan pemerintah. Pohon yang pulih karena Prosin, kata Saefullah "Bisa menghasilkan 1,6 kuintal buah jeruk." Yang diinfus? "Cuma 10 kg," jawabnya. Hasil menggembirakan juga dialami Ny. Esih, 50, petani jeruk dari Kampung Sayangkaak, masih di kawasan Garut. Ia, tadinya, sudah bersiap-siap membongkar 22 dari 350 batang jeruknya yang berusia 10 bulan. Dinasihati seorang jiran, janda beranak enam itu lalu mencoba Prosin. Sekarang, "Kebun yang disiram Prosin itu menghasilkan Rp 8 juta dalam dua kali panen," katanya. Teknik infus, dengan menggunakan antibiotik oksitetrasiklin itu, mungkin kurang praktis di mata petani awam. Pohon jeruk harus berusia minimal dua tahun. Kalau tidak, batangnya bisa patah ditusuk jarum infus sebesar potlot itu. Kemudian, ongkosnya dianggap mahal: Rp 1.600 per pohon. Toh pupuk Barnas, yang disusunnya bersama Elias Hermani, adiknya, sarjana farmasi, masih perlu dipersoalkan. Sebab, menurut Prof. Soelaeman, "CVPD hanya bisa disembuhkan lewat eradikasi (pembongkaran dan pembakaran tanaman) dan terapi infus." Soelaeman sendiri mencoba Prosin di kebunnya di Wanaraja. Kesimpulannya, "Prosin sangat bagus sebagai pupuk, tanpa efek samping". Sebaliknya, Barnas yakin sekali pupuknya sekaligus manjur sebagai obat. Karena itu, ia mengharapkan pengujian dari lembaga ilmlah yang benar-benar netral, misalnya LIPI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini