Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen bidang Teknologi Perikanan dari Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga (Unair), Eka Saputra, mengatakan keracunan ikan buntal merupakan salah satu insidien paling berbahaya dalam dunia perikanan. "Perlu pengolahan yang tepat untuk menghindari risiko keracunan," ucap Eka melalui keterangan tertulis pada Jumat, 3 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Edukasi ihwal pengolahan ikan buntal tetap urgen karena kasus keracunannya masih bermunculan. Pada awal Desember 2024, kata Eka, sebuah keluarga di Kecamatan Soromandi, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), keracunan usai mengonsumsi ikan buntal. Kejadian menyebabkan salah satu korbannya meninggal, dari total empat orang yang keracunan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Eka, ikan buntal mengandung tetrodotoxin (TTX), salah satu racun paling berbahaya. Racun ini terletak pada organ hati, ovarium, usus, dan kulit ikan buntal. Ketika terkena racun ini, bibir seseorang akan mulai mati rasa dalam 20 menit hingga 3 jam sejak memakan ikan tersebut. Korban kemudian akan merasa mual, lalu muntah, sebelum mengalami kelumpuhan otot.
“Efek kelumpuhan otot dapat menyebabkan kesulitan bernafas hingga penurunan tekanan darah yang dapat berakibat fatal,” tutur Eka.
Dengan karakteristik racun tetrodotoxin yang tidak dapat dihancurkan oleh panas, maupun proses memasak lainnya, pengolahan daging ikan buntal memerlukan keahlian khusus. Eka mengatakan para juru masak atau praktisi pengolah ikan buntal, terutama di Jepang, umumnya bisa mengidentifikasi bagian yang beracun pada tubuh ikan.
Daging harus diolah sedemikian rupa untuk menghindari kontaminasi silang. Kesalahan kecil dapat racun berpindah dari organ ke daging ikan. “Hanya restoran atau fasilitas yang memiliki izin khusus yang boleh menyajikan ikan buntal,” ungkapnya.
Di balik risiko racunnya, Eka mengatakan ikan buntal memiliki kandungan gizi, seperti protein. Kandungan lemaknya juga rendah sehingga tidak membahayakan jantung. Konsumsi ikan buntal di Jepang lebih dari sekadar makan. “Namun sebagai tradisi yang menggabungkan apresiasi rasa, keahlian kuliner, dan keberanian yang terkontrol,” ucap dia.