Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berkendaraanlah dengan nyaman dan jangan bikin polusi. Mungkin moto ini paling tepat dikenakan untuk Tokyo Motor Show 1999, yang Oktober lalu berlangung ke-33 kalinya di Makuhari, Tokyo, Jepang. Sebab, meskipun stan otomotif dari penjuru dunia itu diisi mobil mewah dan bertenaga besar, pengunjung banyak yang tertarik pada jenis mobil penumpang yang ramping dan hemat energi.
Selain bentuknya yang mungil dan berkesan ringan, pameran kali ini diwarnai pula dengan unjuk kebolehan produsen otomotif melahirkan teknologi penggerak kendaraan beroda empat yang ramah lingkungan. Jenis yang paling menonjol adalah electric vehicles, fuel cell electric vehicles, dan hybrid vehicles.
Dari Toyota Motor Corporation, sebagai bintang mereka menampilkan generasi terbaru mobil hibrid Prius HV-M4, sebuah mobil hibrid pertama yang four-wheel drive. Mobil jenis van ini digerakkan oleh kombinasi mesin bensin dan motor listrik atau yang mereka sebut Toyota Hybrid System (THS). Konsep dasarnya adalah mengoptimalkan output energi mesin bensin dan motor listrik dan meminimalkan polusi.
Untuk mobil jenis hibrid, ketika dinyalakan untuk pertama kali dan berjalan dalam kecepatan lambat, yang dipakai adalah energi listrik. Ketika dalam kecepatan penuh, kedua energi tersebut terpakai, sementara pengisian baterai terus berlangsung. Ketika kendaraan berhenti atau menginjak remkarena lampu lalu lintas menyala merah, misalnyaotomotis mesin mobil berhenti.
Hingga Oktober 1999, Prius sudah terjual 31 ribu unit di Jepang. Baru pada menjelang melenium depan, mobil tersebut memasuki pasar Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa. "Dalam waktu dekat kami akan mengeluarkan generasi baru dari jenis mobil ini,'' janji Dr. Shuhei Toyoda, Board of Director TMC untuk pengembangan mobil kecil.
Jenis mesin ramah lingkungan yang kini juga sedang dikembangkan adalah yang memanfaatkan fuel cell sebagai pemasok tenaga listrik sebagai penggerak roda. Bedanya, listrik tersebut tidak berasal dari baterai tapi fuel cell. Keinginan untuk mendapatkan mobil bertenaga fuel cell tidak lepas dari temuan seorang ilmuwan amatir Inggris, William Grove, pada 1839. Waktu itu Grove, yang masih mahasiswa, sedang belajar tentang elektrolisa, yakni proses pemisahan air menjadi hidrogen dan oksigen. Pada suatu hari ia mengetahui bahwa proses pemisahan itu juga membuat terlepasnya sejumlah energi. Energi ini, bila direkayasa, dapat dipakai untuk pelbagai keperluan.
Pengetahuan yang sangat awal ini berpuluh tahun kemudian merangsang orang ikut menyempurnakannya. Pada 1962-1966, sebuah perusahaan Amerika, General Electric, mengembangkan membran penukar proton fuel cell (PEM) untuk wahana angkasa Gemini. Lalu, pada 1968, para ilmuwan berhasil menciptakan tenaga fuel cell dari baterai alkalin untuk salah satu misi Apollo dan memasok air minum para krunya.
Keberhasilan fuel cell bagi dunia industri angkasa luar membuat kalangan otomotif pun tergerak mencobanya. Fuel cell bekerja berdasarkan hukum-hukum kimia tentang elektrolisa. Hukum ini mengatakan, jika air dialiri listrik, unsur hidrogen dan oksigennya pun terpisah. Peristiwa terpisahnya hidrogen dan oksigen ini memicu pelepasan energi. Agar proses ini berlangsung terus-menerus dalam suatu sistem mesin kendaraan, dibutuhkan pemasok bahan bakar (yakni hidrogen), oksidan (zat asam), dan dua elektroda (positif dan negatif) di sisi yang berseberangan dengan elektrolitnya. Dari sini dihasilkan uap air dan listrik yang cukup untuk menggerakkan roda mobil.
Fuel cell yang sedang diuji coba oleh Toyota berisi ratusan lapisan membran polimer solid, yang disebut sebagai membran penukar proton (PEMs), yang melekat satu sama lain. Proses di dalam fuel cell PEMs, sesuai dengan hukum kimia, sebetulnya sangat sederhana.
Sejatinya bukan cuma Toyota dan pabrik Jepang seperti Daihatsu dan Honda yang ramai-ramai terjun ke bisnis ecocar. Industriawan otomotif besar Eropa dan Amerika seperti Mercedes Benz dan Chrysler pun tak kalah gesit. Jepang tampak sangat agresif karena negara ini minim sumber daya alam. Kehadiran wahana yang akrab lingkungan setidaknya akan menyelamatkan mereka dari kesulitan akibat masalah kekurangan energi alam.
Wicaksono, Rustam F. Mandayun (Tokyo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo