AIR bersih tak juga mengalir ke Surabaya karena para pengusaha atau pemilik proyeknya "tidak bersih". Sejak dua tahun lalu, proyek Umbulan diharapkan mengalirkan air bersih ke Surabaya, tapi rencana muluk itu tak pernah jadi kenyataan. Yang dihasilkan justru bukan air, tapi perkara. Akibatnya, lebih dari tiga juta penduduk Kota Pahlawan, sampai sekarang, masih menggunakan air leding yang keruh, berbau, dan acap tersendat, karena airnya berasal dari sungai yang tercemar limbah pabrik.
Sebenarnya, sejak 1980-an, Perusahaan Daerah Air Bersih (PDAB) Jawa Timur sudah merencanakan pemanfaatan air dari mata air pegunungan di Umbulan, Pasuruan. Selain bersih, air Umbulan juga berdebit lebih besar ketimbang air dari kali yang diolah Perusahaan Daerah Air Minum. Dulu, sumber air Umbulan juga pernah dimanfaatkan oleh perusahaan air minum pemerintah kolonial Belanda.
Namun, untuk mewujudkannya, PDAB terhambat oleh kendala dana dan teknologi. Maka, dirangkullah pihak swasta. Ternyata, swasta yang memperebutkan proyek tersebut berkisar pada anak-anak mantan presiden Soeharto: Bambang Trihatmodjo, Siti Hardiyanti Rukmana, dan Hutomo Mandala Putra.
Belakangan, pada 11 April 1997, beredarlah nama PT Mandala Citra Utama, yang ditunjuk Gubernur Basofi Sudirman—gubernur Jawa Timur waktu itu—untuk mengelola proyek Umbulan. PT Mandala merupakan kongsi antara Tommy Soeharto dan Grup Ciputra. Perusahaan itu bakal memasarkan air bersih Umbulan untuk warga Surabaya, dengan harga Rp 888 per meter kubik. Pada 28 Oktober 1997, dilakukanlah peletakan batu pertama proyek itu.
Siapa sangka, batu pertama juga merupakan batu terakhir. Soalnya, sampai berbulan-bulan PT Mandala tak kunjung menggarap proyek senilai Rp 1 triliun itu. "Proyek PT Mandala tak ada hasilnya," ucap Gubernur Imam Utomo, yang menggantikan Basofi. Sedemikian kecewa Pak Utomo hingga pada 30 Juni 1999 ia memutuskan kontrak kerja sama dengan PT Mandala. Tapi, sebelum itu, Gubernur telah melayangkan tiga kali somasi (peringatan) kepada PT Mandala.
Namun, harapan pada Umbulan tak pernah padam di hati Imam Utomo. Gubernur ini lantas memberikan proyek itu kepada PT First Liberty Capital Management Inc. PT First akan mematok harga air sebesar Rp 600 per meter kubik, lebih murah dari tawaran PT Mandala. Tapi investor asing yang menjadi mitra perusahaan itu ternyata sama dan sebangun dengan calon investor PT Mandala, yakni First Liberty Investment dari Amerika. Ternyata, penunjukan PT First Liberty pun bermasalah karena tak melalui tender. Buntutnya, penunjukan itu dibatalkan dan tender dibuka kembali, tapi hingga kini belum ada pemenangnya.
Persoalan pun jadi semakin kusut. PT Mandala segera menggugat Gubernur ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya. Alasannya, Gubernur telah memutuskan kontrak yang sebenarnya masih berlangsung antara PT Mandala dan PDAB. Selain itu, tersendatnya proyek Umbulan bukan lantaran PT Mandala tak mampu, tapi semata-mata akibat krisis ekonomi.
Yang lebih membuat berang PT Mandala, ternyata proses negosiasi antara Gubernur dan PT First Liberty telah berlangsung sebelum kontrak dengan Mandala diputus. "Gubernur main mata dengan pihak ketiga, sewaktu PDAB masih terikat kontrak dengan PT Mandala," kata Sudiman Sidabuke, kuasa hukum PT Mandala.
Ternyata, tak cuma Gubernur yang dituntut PT Mandala. PT First selaku pesaingnya juga diperkarakan ke polisi. Tiga pimpinan PT First, yang dulunya personel First Liberty Investment dan PT Mandala, disangka telah mencemarkan nama baik PT Mandala dan mencuri dokumen PT Mandala untuk proyek Umbulan. "Mereka menusuk kami dari belakang," ujar Andy Setiawan, Direktur Utama PT Mandala.
Menghadapi gugatan itu, Gubernur Imam Utomo menyatakan bahwa keputusan pembatalan kontrak sudah tak bisa ditawar-tawar. "Kalau PT Mandala kini menempuh jalur hukum, itu bagus. Mereka akan terjebak sendiri," kata Imam Utomo.
Sementara itu, Kosasih, pengacara dari tiga tokoh PT First Liberty yang diadukan ke polisi, membantah tuduhan bahwa kliennya mencuri dokumen PT Mandala. Dokumen itu—antara lain studi kelayakan proyek—menurut Kosasih, diperoleh PT First dari PDAB. Begitu pula pencemaran nama baik, yang dituduhkan semata karena PT First mengatakan bahwa PT Mandala merupakan proyek kolusi. "Sebutan kolusi sudah umum di koran-koran. Apakah PT First salah bila menggunakan sebutan itu?" katanya.
Hp. S., Jalil Hakim dan Koresponden Surabaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini