Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Soal Pemindahan Chattra Candi Borobudur, Begini Kata Arkeolog UI

Guru besar bidang Arkeologi UI, Agus Aris Munandar, menjelaskan, untuk memindahkan chattra di Borobudur, perlu ada kajian terlebih dahulu.

17 Januari 2018 | 14.07 WIB

Candi Borobudur dan kawasan sekitarnya terlihat dari Punthuk Setumbu, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, 30 November 2017. Punthuk Setumbu merupakan salah satu objek wisata di Jawa Tengah, tempat menyaksikan kawasan Candi Borobudur dengan latar belakang matahari terbit. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Perbesar
Candi Borobudur dan kawasan sekitarnya terlihat dari Punthuk Setumbu, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, 30 November 2017. Punthuk Setumbu merupakan salah satu objek wisata di Jawa Tengah, tempat menyaksikan kawasan Candi Borobudur dengan latar belakang matahari terbit. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar bidang Arkeologi Universitas Indonesia (UI), Agus Aris Munandar, menjelaskan, untuk memindahkan chattra di ujung Yasthi Stupa induk Candi Borobudur, perlu ada kajian terlebih dahulu. "Untuk menguatkan itu dan enggak ada data tentang kehadiran deretan chattra di ujung Yasthi Stupa induk pada Candi Borobudur," kata Agus, saat dihubungi melalui pesan pendek, akhir pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Candi Borobudur dibangun saat zaman Dinasti Syailendra pada abad ke-9. Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring dengan melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan pada 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Tapi, kalau mau dikembalikan ke Borobudur, harus dikaji ulang. Dulu sih Belanda menyatakan enggak ada data kalau ada deretan chattra di puncak stupa, tapi siapa tahu sekarang ada data baru," ujar Agus.

Agus juga menjelaskan bahwa chattra itu rontok setelah disambar petir. Para arkeolog Belanda kemudian menambahkan chattra tersebut. "Mereka tidak memasangkannya kembali, karena masih bersifat hipotesis. Jika sekarang ada perdebatan, memang perlu ada kajian baru tentang deretan chattra di ujung Yasthi Stupa induk Borobudur. Ayo buka kajian," katanya.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menyatakan pemindahan atau pemasangan kembali chattra Candi Borobudur ke puncak stupa Borobudur tidak masalah. "Kami tidak mempermasalahkan, tinggal diangkat secara teknis, segera ditindaklanjuti," katanya, setelah menghadiri Borobudur Cultural Feast 2017, di halaman parkir Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Desember lalu.

Selama ini, chattra, yang merupakan bagian puncak Candi Borobudur, tersimpan di Museum Karmawibangga, di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur. Dia meminta pemasangan kembali chattra itu dikonsultasikan dengan pihak-pihak yang memahami betul benda istimewa itu.

Muhadjir berpesan pemasangan dilakukan dengan hati-hati, mengingat nilai-nilai keagamaan yang terkait dengan chattra itu ada ritusnya, ada ritualnya, serta ada makna di baliknya. "Jangan sampai nanti disalahpahami berbagai pihak. Niat baik belum tentu hasilnya baik kalau tidak dilakukan secara baik juga," katanya.

Dia meminta pemasangannya diatur secara baik, sebagai bagian tidak terpisahkan dari inti Candi Borobudur. "Memang banyak pihak, terutama tokoh-tokoh agama Buddha, bukan hanya Indonesia, melainkan juga tokoh agama internasional, meminta supaya chattra itu dikembalikan, semakin cepat semakin baik," ucap Muhadjir.

Arkeolog yang juga mantan Kepala Balai Konservasi Borobudur, Marsis Sutopo, mengatakan, di beberapa negara, seperti India dan Myanmar, masih banyak bentuk chattra. Dia menjelaskan, saat Candi Borobudur dipugar Van Erp pada 1907-1911, ditemukan sisa-sisa batu yang diyakini bagian dari chattra. Kemudian batuan itu oleh Van Erp direkonstruksi dan dipasang. Namun, karena ragu-ragu, batuan itu dibongkar lagi, kemudian diletakkan di museum.

Marsis menuturkan, untuk mengembalikan chattra, perlu dilakukan kajian lebih mendalam, tidak bisa asal pasang atau asal rekonstruksi. Selain itu, menurut dia, Candi Borobudur adalah warisan dunia sehingga ada hal yang perlu dijaga, seperti integritas dan keasliannya. "Kalau mau pasang chattra kembali, harus dilakukan penelitian yang lebih mendalam. Jangan sampai salah pasang atau salah rekonstruksi," katanya.

Menurut dia, perlu diperhatikan cara pemasangannya. Kalau hal itu memenuhi prinsip pemugaran, secara teknisnya juga harus terpenuhi supaya nanti aman bagi pengunjung.

Simak artikel menarik lainnya tentang Candi Borobudur hanya di kanal Tempo.co.

Amri Mahbub

Amri Mahbub

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus