INI terobosan di bidang teknologi pengeboran minyak. Sebuah anjungan untuk pengeboran minyak di laut lepas dapat dirancang dalam bentuk amat efisien. Anjungan terkecil itu memecahkan rekor dalam soal kedalaman laut untuk lokasi pemancangannya. Rencananya, anjungan termini dan terdalam di dunia yang dibuat para ahli dalam negeri itu akan ditempatkan di Selat Makassar. Penggagas proyeknya adalah PT Unocal, sebuah perusahaan eksplorasi minyak di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Selama ini, untuk membangun sebuah anjungan dengan kedalaman 300 kaki atau sekitar 100 meter dibutuhkan biaya sekitar US$ 20 juta atau senilai Rp 200 miliar. Penopang anjungan ini menggunakan konstruksi lempengan baja berstruktur melebar ke bawah, mirip kerucut.
Masalahnya, konstruksi semacam itu sukar diterapkan pada anjungan di kedalaman sekitar 3.200 kaki atau hampir satu kilometer seperti yang akan dibangun Unocal di Selat Makassar. Memang, sebagaimana diakui I Gde Pradnyana, ketua tim pembangunan anjungan Unocal, hal itu secara teknis bukan mustahil. Tapi konstruksi demikian bisa menelan biaya mahal. "Biayanya bisa mencapai miliaran dolar," ucap Pradnyana.
Pradnyana bersama tujuh rekannya dari Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung memang didaulat Unocal untuk membangun anjungan di kawasan yang ditengarai kaya minyak itu. Tim Pradnyana lantas merekayasa sebuah anjungan dengan rancangan sepanjang 30 meter dan selebar 20 meter. Dibandingkan dengan anjungan konvensional, anjungan ini cuma seperempat kali besarnya. Berarti, bila anjungan ini rampung, ia akan menjadi anjungan terkecil di dunia.
Menurut Pradnyana, ukuran kecil anjungan itu semata-mata karena pertimbangan biaya. Memang, ukuran itu tetap memperhitungkan pula faktor efektivitas agar tak mengganggu pekerjaan pengeboran minyak.
Untuk itulah tim Pradnyana menggunakan pipa baja berdiameter 30 sentimeter sepanjang satu kilometer. Sebanyak empat pipa baja ini ditempatkan di keempat sisi anjungan. Selain keempatnya menancap di kedalaman laut, semuanya diberati dengan jangkar berposisi tegak lurus, tepat di tengah anjungan.
Dengan cara itu, biaya pembuatan anjungan untuk kedalaman 3.200 kaki bisa ditekan menjadi sekitar US$ 200 juta atau sebesar Rp 2 triliun. Bandingkan dengan bila menggunakan konstruksi normal, yang menelan biaya US$ 20 juta untuk kedalaman 300 kaki. Kabarnya, Unocal sudah menyetujui taksiran biaya pembangunan anjungan buatan tim Pradnyana.
Sebenarnya, anjungan termini dan terdalam itu tak hanya "hemat" biaya. Anjungan itu juga punya satu keistimewaan lain, yakni bisa dipindahkan dari satu sumur minyak ke sumur minyak lainnya. Jadi, "Tak perlu lagi membuat anjungan baru di sumur baru," kata Pradnyana.
Tentu teknik anjungan tim Pradnyana amat berarti bagi perkembangan pengeboran minyak lepas pantai. Apalagi teknik itu dinilai cocok dengan kondisi laut Indonesia, khususnya di wilayah lepas pantai yang bergelombang laut tak besar.
Kini, konstruksi anjungan tersebut sedang dirampungkan di Balikpapan sebelum dipasang pada tahun 2003. Rencananya, anjungan itu akan dipasang dengan teknik lay barge, yang lazim digunakan untuk anjungan minyak lepas pantai.
Sebagaimana anjungan konvensional, anjungan terkecil itu juga berfungsi untuk meletakkan kepala sumur, sarana produksi untuk memisahkan gas, minyak, dan air. Di anjungan itu pula para kru pengeboran minyak bekerja. Tentu saja, karena termini, mereka agak berdesak-desakan di anjungan.
Darmawan Sepriyossa dan Rinny Srihartini (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini