KABAR baik untuk para konsumen beras: Bulog kini mampu menyimpan bahan pangan utama itu dua tahun tanpa cacat. Diharapkan berfungsi sejak bulan ini, sistem yang diterapkan pertama kali di Gudang Beras Bulog (GBB) Buduran, sekitar 15 km dari Surabaya, itu sudah diujicobakan, pekan lalu. "Semuanya berjalan beres," ujar seorang ahli Prancis yang terlibat dalam uji coba tersebut kepada TEMPO. Disebut Vauum Capateiner (VC), sistem ini terdiri dari unit-unit peralatan utama, pengering, kantung kemas, dan kemas hampa. Ada pula unit peralatan bantu yang meliputi penghancur plastlk sisa, penylmpan kantung kemas, peniup kantung kemas lipat, dan penguji kekuatan plastik. Seluruhnya berharga Rp 6 milyar dan dibeli dari Vacuum Capateiner International (VCI), Prancis. Untuk sarana penunjang, seperti areal penimbunan, pengadaan forklift, trailer, truk pengangkut, menara derek, dan - tentu saja - kantor, Bulog membelanjakan Rp 4 milyar. Seluruh unit bekerja otomatis. Mulamula, beras dimasukkan ke Silo 1 yang berkapasitas 700 ton. Dari sini, dengan kapasitas 20 ton per jam, beras masuk ke Silo II untuk dikeringkan, sehingga kadar airnya tinggal 12%. Unit pengering menggunakan tipe SLI-234. Artinya, unit ini terdiri dari dua kolom (silinder) dan 34 seksi - setiap kolom 17 seksi. Dari 17 seksi ini, 15 berfungsi mengeringkan, dan dua untuk pendingin. Setelah itu, beras ditumpahkan ke Silo III. Pada tahap ini, beras dibersihkan dari debu oleh blower dengan tetap menjaga suhu yang mempertahankan kadar airnya. Sementara proses ini berjalan, mesin pencetak kantung plastik bekerja dengan menggunakan bahan pembuat plastlk Lupolen V2524 (BASF), Masterbatch MB134, dan Irganox 1076. Tiap kantung berukuran 1 x 1 x 1,2 meter, dan siap menadah beras satu ton. Kantung-kantung kemas yang selesai dicetak ,didorong ke unit mesin 'kemas hampa. Kantung yang sudah terisi kemudian diangkut ke tempat penimbunan di lapangan terbuka. Mesin kemas hampa tadi mampu mengatur tekanan udara di dalam kantung antara 760 dan 150 torr (1 torr ekuivalen dengan 1 mmHg). Namun, untuk kebutuhan beras "Mesin di GBB Buduran ini hanya bekerja antara 250 dan 200 torr," kata Oka Yudawinata, pimpinan proyek VC itu. Dalam kondisi seperti itu, praktis semua udara terisap keluar. Pada tekanan 250 torr, misalnya, udara yang tersisa tinggal sekitar 23,5 gram, atau 30 ppm. Sisa ini akhirnya akan diabsorpsl (diisap) beras. Sistem ini tidak memerlukan gudang. Dengan tebal kantung hanya 1 mm, ia bisa bertahan dalam suhu udara -60C sampai 60C, untuk 20 sampai 24 bulan. "Tidak usah khawatir pada hujan dan panas," Yudawinata menambahkan. Proses dan komposisi kemasan akan menahan proses oksidasi atmosfer dan radiasi matahari. Sistem ini juga tidak memperlihatkan kontraindikasi bagi penyimpanan beras. Bagaimana dengan gerogotan tikus? Sebelum dipakai di sini, sistem kemasan VC sudah digunakan di Afrika untuk menyimpan kopi dan cokelat. Di sana, kabarnya, tingkat pengujian sampai ke gigitan tikus, dan terbukti aman. "Entahlah kalau tikus Indonesia lebih galak dari tikus Afrika," kata Yudawinata berkelakar. Yang dicemaskan Yudawinata justru proses pengangkutan dari tempat penimbunan ke daerah dlstrlbusl, terutama pada saat gawat pangan. Karena itu, ia berharap, hendaknya setiap pelabuhan angkut dan pelabuhan penerima dilengkapi alat yang menghindarkan kebocoran. Perkara bantingan, dari ketinggian satu meter Yudawinata yakin, kantung tak bakal pecah. Jawa Timur terpilih karena provinsi ini penghasil beras tertinggi. Untuk tahun produksi t984/1985, misalnya, hingga 15 November saja sudah tercapai 968.276 ton. Padahal, kapasitas gudang DologJa-Tim hanya 535.000 ton. Sisanya terpaksa ditampung gudang swasta, dengan sewa Rp 8 per ton perhari. Pada tingkat stabil, konsumsi Ja-Tim sendiri 250.000 ton. Distribusi ke daerah lain 550.000 ton. Sisa dari jumlah itulah yang harus disimpan. Penimbunan bisa makan waktu setahun, bahkan tak jarang sampai masuknya produksi tahun berikutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini