Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Tanah menyala, apa sebabnya

Di sebuah desa mojokerto, jawa timur, ada api bermunculan dari perut bumi. dari mana sumber gas menyala itu belum jelas benar. tapi para ahli yakin, gasitu tak berbahaya atau mematikan.

15 Januari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SECARA resmi Dusun Bekucuk di Mojokerto, Jawa Timur, dinyatakan sebagai daerah bencana. Paramedis, polisi, dan petugas dari Koramil Soko siaga 24 jam di sebuah pos komando. Namun, pada saat yang sama, dusun itu menjadi tujuan wisata pula. Setiap hari, ribuan turis domestik mendatangi dusun yang terletak 50 km dari Surabaya itu. "Saya heran, desa kami kena bencana, kok, orang malah pada piknik kemari," ujar Isdriyanto, Kepala Desa Tempuran, yang membawahkan Bekucuk, pekan lalu. Tapi pemerintahan Desa Tempuran merasakan pula berkahnya. Gelombang wisatawan lokal, yang sebagian besar datang di malam hari itu, memberikan pemasukan rata-rata Rp 75 ribu bersih setiap hari ke kas desa, dari retribusi parkir. Suasana mirip pasar malam, yang muncul sejak awal Desember lalu itu, juga memberikan penghasilan ekstra bagi penduduk yang memanfaatkan keramaian untuk bisnis dadakan. Para turis lokal itu datang untuk menyaksikan "keajaiban" yang muncul dari Bekucuk. Sejenis gas yang mudah terbakar tiba-tiba saja menyembur dari perut dusun itu. Hanya dengan menggali tanah sedalam 10-20 cm, gas yang tak berwarna dan nyaris tidak berbau itu dapat merembes keluar. Dan bila sebatang korek berapi dilempar, "wuss" lubang itu seketika menyala. Kondisi semacam itu terjadi pada areal seluas sekitar 2 hektare. Fenomena aneh itu muncul pertama kali pada sebuah malam pertengahan November silam. Ketika itu tiga bocah balita bermain obor. Api tiba-tiba menyala ketika mata obor salah satu bocah itu jatuh menyentuh tanah. Peristiwa aneh ini malam itu juga menyebar ke seantero dusun. Penduduk mencoba menyalakan api di tempat lain, eh bisa juga. Kepala Desa Tempuran Isdriyanto kemudian meneruskan laporan ke atas. Maka, muncullah posko itu. "Kami harus terus siaga kalau sewaktu-waktu diintruksikan mengevakuasi penduduk," ujar seorang petugas di posko. Pertamina pun diam-diam mengirim tim untuk mempelajari fenomena aneh itu. Dan sebelum semuanya jelas, Pemda Jawa Timur menyatakan Bekucuk sebagai daerah bahaya I, yang berarti derajat ancamannya menuntut adanya peringatan secara cepat dan kesiapsiagaan. "Kami secara intensif memantau perkembangan di sana," kata Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Bencana Jawa Timur Bambang Koesbandono kepada Candra Negara dari TEMPO. Namun, penduduk Bekucuk semacam Pudji, 45 tahun, tak peduli. Keanehan yang kemudian mengundang orang berduyun-duyun datang sejak satu setengah bulan lalu itu memberinya rezeki ekstra. Ia membuka warung penganan. Pada hari biasa omzetnya Rp 60 ribu, dan ia untung Rp 15 ribu. Pada hari libur keuntungannya bisa Rp 50 ribu. Untuk sementara ia melupakan sawahnya. "Hasilnya jelas lebih besar di sini," ujarnya sambil menggoreng tahu. Seperti warung-warung lainnya, Pudji juga menggelar tontonan khas Bekucuk. Untuk menggoreng tahu atau menjerang air, ia memanfaatkan kompor alam. Ia membenamkam sebuah pipa besi berdiameter 20 cm ke dalam tanah. Lalu di sekeliling pipa itu dipasang bata melingkar. Jadilah sebuah kompor gas alam. Rumah penduduk pun membuat kompor serupa di dapurnya. Gas apa gerangan di Bekucuk itu? Para ahli dari Pusat Pengembangan Tenaga Minyak dan Gas Bumi Pertamina di Cepu, Ja-Teng, yang telah terjun ke Bekucuk, memastikan bahwa gas yang muncul secara tiba-tiba itu adalah metana (CH4). Gas ini bukan barang aneh. Pembusukan bahan organik dalam suasana miskin oksigen dapat menghasilkan metana. Jadi, gas ini lumrah secara diam-diam keluar dari cerobong lubang kakus. "Di tanah-tanah berawa pun gas metana ini sering ditemukan," tutur Suratman, salah satu ahli dari badan riset Pertamina Cepu, kepada Faried Cahyono dari TEMPO. Suratman mengaitkan kehadiran gas metana itu dengan sumur-sumur penambangan yodium yang pernah dilakukan oleh pemerintah Belanda, lebih dari setengah abad lalu. Sampai sekarang bekas-bekas pipa sumur pompa penambangan itu masih ada terlihat di Bekucuk. Konon, pipa-pipa itu menghunjam sampai 50 meter ke dalam tanah untuk menarik air yang mengandung yodium. "Biasanya, tanah yang mengandung yodium itu juga kaya akan gas metana," kata Suratman, geolog yang menggondol gelar S2 di ITB itu. Tapi ada dugaan lain. Gas metana itu diperkirakan terbentuk di bawah tanah dari timbunan sampah organik di zaman lampau. Tapi lantaran umurnya relatif muda, dan tak mendapat tekanan yang terlalu tinggi, bahan organik itu tak berubah menjadi endapan minyak. Maka, terbentuklah kantong gas itu. Di mana persisnya kantong itu, sulit dipastikan. "Perlu survei yang lengkap," ujar seorang ahli geologi di Jakarta. Bahwa gas ini kemudian bocor keluar, itu ada cerita tersendiri. "Boleh jadi karena muncul rekahan," kata geolog dari Departemen Pertambangan dan Energi itu. Munculnya rekahan itu adalah peristiwa alam biasa, dan datangnya tidak mendadak. Prosesnya mirip retakan pada barang keramik yang setiap saat cenderung memanjang. Ketika retakan itu memotong kantong gas, "keajaiban" seperti di Bekucuk itu terjadi. Semburan gas metana di Bekucuk itu pun dianggap kecil, tidak terlalu berbahaya -- dalam arti tidak mematikan. Dan mungkin juga tidak ekonomis kalau ditambang karena depositnya kecil. Namun, tentu sumber api itu patut diwaspadai agar tak terjadi kebakaran. "Kasus semacam ini memang jarang terjadi," tambahnya.Putut Trihusodo dan Bina Bektiati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus