Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tak banyak yang tahu rasanya melaksanakan ibadah puasa bulan Ramadan di antariksa. Pada 2007, seorang astronot pertama asal Malaysia bernama Sheikh Muszapar Shukor dikirim pemerintah Malaysia untuk melakukan riset di Stasiun Antariksa Internasional (ISS) selama 10 hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama dia di sana, kebetulan bertepatan dengan bulan Ramadan. Saat itu, Ramadan jatuh pada bulan September-Oktober dalam kalender Masehi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, masalahnya, ISS mengorbit pada bumi selama 16 kali tiap hari ya. Itu berarti astronot selalu melihat matahari terbit dan terbenam tiap 90 menit sekali.
Pertanyaannya, bagaimana cara Shukor berpuasa? Jamaluddin Jarjis, Menteri Sains Malaysia saat itu, mengatakan, Shukor sebetulnya tidak diwajibkan berpuasa, terlebih waktu matahari terbit dan terbenam sangat cepat.
"Shukor sebetulnya bisa mengganti puasanya saat dia kembali ke bumi," kata Jarjis, seperti dilansir laman Space.com, kala itu. Sebaliknya, Shukor malah berharap tetap bisa berpuasa meski tugas utamanya adalah riset. "Saya sudah mendapatkan pelatihan puasa di antariksa dalam pelatihan."
Dewan Fatwa Nasional Malaysia kala itu juga sempat mengeluarkan aturan soal salat di antariksa. "Waktu siang dan malam selama 24 jam harus disesuaikan dengan zona waktu tempat peluncuran," tulis Dewan, seperti dilansir media lokal dan dikutip Space.com.
Untuk arah kiblat, Dewan Fatwa menyatakan setiap muslim yang berada di antariksa, apabila sulit menghadap kakbah, diharuskan menghadap ke bumi sebagai kiblat. Soal wudu, bisa digunakan tisu atau handuk basah.
"Nanti, Shukor juga boleh salat tanpa berlutut karena pasti akan sulit di tempat dengan gravitasi nol," kata Jarjis mengutip Dewan Fatwa.
Simak artikel menarik lainnya tentang puasa di antariksa hanya di kanal Tekno Tempo.co.
SPACE.COM | AMB