Manusia Song Keplek, menurut kajian antropologi, memperlihatkan ciri-ciri ras Mongoloid. Anehnya, penanggalan dengan uranium-thorium terhadap kerangka itu menunjukkan usianya 7.000 tahun. Padahal ras Mongoloid berdasarkan Teori Migrasi dari Taiwan baru tiba di Indonesia sekitar 4.000 tahun lalu.
Tantangan itulah yang dihadapi Wuryantari dan peneliti di Lembaga Eijkman Jakarta. Mereka harus memastikan apakah penanggalan itu benar seperti halnya mereka harus memastikan apakah kerangka itu Mongoloid atau Austromelanosoid.
Sejak setahun lalu, Tari—begitu ia dipanggil sejawatnya—melakukan analisis DNA mitokondria. Analisis DNA mitokondria seperti tes DNA biasa, tapi DNA yang dianalisis bukan dari inti sel, melainkan dari mitokondria—organel di dalam sel.
Dengan melakukan sekuensing atau melihat urutan nukleotidanya, Tari mencari polimorfisme basa tunggal (SNP) pada masing-masing individu yang ditemukan di gua tersebut. Adapun SNP merupakan akibat dari proses mutasi yang terakumulasi dari generasi ke generasi. Makin jauh kekerabatan dua individu, makin besar jumlah perbedaan mutasi yang dibawa DNA mereka.
Pencarian SNP itu terfokus pada daerah yang disebut D-loop (displacement loop) DNA mitokondria. Alasannya, di daerah itu laju mutasi 5-10 kali lebih tinggi dari inti, jadi dapat digunakan untuk melihat adanya variasi genetis antar-individu ataupun dalam satu populasi.
Untuk menentukan sampel tulang itu masuk ke populasi yang mana, Tari juga mencari delesi sembilan pasang basa yang merupakan marka atau penanda untuk populasi Asia dan melihat motif Polinesia.
Nukleotida dari sampel itu harus dibandingkan dengan pangkalan data DNA mitokondria D-loop yang dimiliki Lembaga Eijkman. Saat ini untuk populasi Indonesia, yang amat beragam, telah terkumpul 840 urutan nukleotida DNA mitokondria dari 28 populasi etnis.
Menurut Tari, penelitian yang dilakukannya merupakan awal dari keinginan untuk mencari kebenaran Teori Migrasi dari Taiwan. Juga untuk membuat verifikasi apakah benar Austronesia masuk ke Nusantara ini 4.000 tahun yang lalu.
dod
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini